Jurnal Pengembangan dan Validasi Metoda Analisis Zat Pengawet Natrium Benzoat Pada Cabe Giling
Table of Contents
PENGEMBANGAN
DAN VALIDASI METODE ANALISIS ZAT PENGAWET NATRIUM BENZOAT PADA CABE MERAH
GILING SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
B.A. Martinus, Yudhea Gemilang Putri, Regina Andayani
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang
ABSTRACT
A
research development and validation of analytical methods of preservative
sodium benzoate on ground red chili ultraviolet spectrophotometry. Analysis of
the preservative sodium benzoate on ground red chili by extracting a sample
using n-hexane solvent. Determination of the preservative sodium benzoate a
extract of chili milled using spectrophotometric ultraviolet at wave lenght of
maximum absorption reference standart sodium benzoate 272,0 nm by using
ethanol. Analytical methods preservative sodium benzoate on red chili milled
meet validation criteria include: linearity = 0,9999, limit of detection = 1,50
μg/mL, limit of quatification= 5,02μg/mL, precision intra-day
and presisi inter-day = < 2% and average accuracy = 97,23%. The
result of the analysis of the active ingredient sodium benzoate preservative in
ground red chili in Pasar Raya Padang city, identified containing sodium
benzoate that over the maximum levels set out in the Regulation of the Minister
of Health of the Republic of Indonesia No. 722/MenKes/Per/IX/1988 that is 1
g/kg weight material in the samples A,B, and C that over the maximum levels.
Sample A= 5,5330g/kg g/kg, sample B= 6,4318g/kg and sample C=1,6902g/kg.While
the samples D,E and F are not identified sodium benzoate.
Keywords: Red chili, Sodium benzoate, spectrophotometry Ultraviolet
PENDAHULUAN
Bahan pengawet merupakan salah
satu bahan tambahan makanan (food
additive) yang digunakan untuk mengawetkan pangan yang mudah rusak. Bahan
ini dapat mengahambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau
penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi tidak jarang produsen
menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang
masa simpan atau memperbaiki tekstur (Cahyadi, 2009).
Pengawet yang banyak dijual di
pasaran digunakan untuk pengawetan berbagai bahan pangan adalah asam benzoat,
yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang
bersifat lebih mudah larut. Natrium benzoat sering digunakan untuk mengawetkan
berbagai pangan dan minuman, seperti sari buah, minuman ringan, cabe merah
giling, saus tomat, selai, jeli, manisan, kecap dan lain-lain (Cahyadi, 2009; Syamsinar,
1991).
Natrium benzoat merupakan garam
dari asam benzoat yang banyak digunakan dari pada bentuk asamnya, karena
kelarutannya lebih baik dalam air. Asam benzoat dan garamnya bekerja optimum
menghambat pertumbuhan bakteri pada pH 2,5-4,0 karena itu sangat cocok
digunakan pada makanan yang bearasam (Winarno, 1980). Natrium benzoat dapat
menyebabkan efek yang berbahaya bagi tubuh bila digunakan diatas batas maksimum
yang dibolehkan, seperti: keram perut, rasa kebas di mulut, dan kanker
(Mukarni, 1999; Sartono, 2001; Butarbutar, 2007).
Untuk menghindari efek buruk yang
ditimbulkan oleh cabe merah giling yang mengandung bahan pengawet natrium
benzoat, maka dilakukan pengujian untuk menganalisis kandungan pengawet natrium
benzoat pada cabe merah giling dengan menggunakan validasi metode analisis
secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan panjang gelombang 200-400 nm.
Alat dan Bahan
Alat
Corong
pisah, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, labu ukur, batang
pengaduk, pipet tetes, plat tetes, cawan penguap, timbangan analitik, kaca
arloji, pipet ukur, karet hisap, botol semprot, kertas saring, spatel, Rotary
evaporator dan Spektrofotometer UV PGI +92
(Merck).
Bahan
Sampel (cabe merah giling),
Aquadest, Asam Benzoat.p.a, Natrium Klorida.p.a, Natrium Hidroksida.p.a, Asam
Klorida (HCl).p.a, Ammonia.p.a, Etanol.p.a, n-heksan, Asam Sulfat.p.a, Perak
Nitrat.p.a, Besi(III) Klorida.p.a, Amonium Hidroksida.p.a.
Metode
Penelitian
a.
Pengambilan Sampel
Sampel cabe merah
giling dibeli di Pasar Raya Kota Padang, dimana sampel yang digunakan diambil
di beberapa tempat di Pasar Raya Kota Padang.
b. Ekstraksi
Pengawet dari Sampel
Sampel ditimbang sebanyak 20,0152
gram sampel A, 20,0135 gram sampel B, dan 20,0098 gram sampel C kemudian
ditambahkan larutan NaCl jenuh 46 mL, pindahkan ke labu ukur 50 mL, tambahkan
HCl 10% sampai 50 mL, Kocok,
kemudian masukkan ke corong pisah lalu tambahkan pelarut organik yaitu
n-heksan. Larutan dikocok sampai terpisah menjadi 2 lapisan, lapisan n-heksan
ditampung dan lapisan air/garam difraksinasi kembali dengan pelarut n-heksan
sampai 4 kali kemudian n-heksan yang telah ditampung digabungkan. Selanjutnya
dilakukan proses penguapan pelarut organik dengan rotary evaporator pada suhu 30-500C. rotary evaporator bertujuan untuk menguapkan pelarut yang
terdapat pada sampel tersebut agar pelarutnya tertarik sempurna, sehingga
sampel dapat di ukur kadarnya dengan murni. Sampel di rotary sampai diperoleh
volume hingga 5 mL, dan diuapkan lagi diatas waterbath hingga kering. Kemudian masukkan ekstrak kering
ke dalam labu ukur 50 mL larutkan dengan etanol sampai tanda batas. Lalu di
pipet 1 mL masukkan ke dalam labu ukur 25 mL tambahkan etanol sampai tanda
batas. Diukur
absorbansinya kemudian diplotkan dengan kurva standar untuk menentukan kadar
asam benzoatnya.
Validasi Metode Penetapan Kadar Pengawet
Natrium Benzoat Secara Spektrofotometri Ultraviolet
Ø Linearitas dan Kurva Kalibrasi
Linearitas dilakukan dengan analisis
seri larutan standar asam benzoat(0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 µg/mL). Ukur absorban
dengan panjang gelombang 272,0nm Spektrofotometri Ultraviolet. Kurva kalibrasi dibuat dengan
memplot antara konsentrasi larutan standar asam benzoat terhadap luas area
masing-masing konsentrasi. Sebagai parameter adanya hubungan linear digunakan
koefisien korelasi pada persamaan linear y= a + bx. Persamaan linear ini dapat
digunakan jika faktor korelasinya 0,98 < r
< 1.
Ø
Penentuan batas deteksi (LOD) dan batas
kuantitasi (LOQ)
Batas deteksi dan kuantitasi dapat
di hitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi.
Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a +
bx.
Batas deteksi LOD = dan batas kuantitasi LOQ =
Ø
Presisi
Pengukuran presisi intra-day dilakukan pada 3 tingkat konsentrasi Asam Benzoat standar
yaitu 20, 40, dan 60 μg/mL. Dan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan dalam satu hari pengerjaan. Sedangkan yang interday dilakukan pada tingkat
konsentrasi yaitu 20, 40, dan 60 μg/mL, dilakukan sebanyak tiga kali
pengulangan selama tiga hari berturut-turut.
Ø Akurasi
Akurasi dinyatakan dengan penilaian % perolehan kembali (Recovery).
Akurasi ditentukan dengan memasukkan sampel C3.3 kedalam masing - masing tiga
labu ukur 50 mL kemudian untuk penambahan standar 40%, 80% dan 120% masing –
masing ditambahkan dengan cara memipet 0,45 mL ; 0,89 mL ; 1,34 mL larutan
induk asam benzoat 1000 ppm ke dalam 3 buah labu ukur 50 mL yang telah berisi
larutan sampel C3.3. Kemudian tambahkan etanol sampai tanda batas. Larutan
dianalisis dengan Spektrofotometri UV. Absorban diukur sebanyak tiga kali
pengulangan untuk setiap larutan hasil dinyatakan dalam % perolehan kembali (%
Recovery).
Ø Penetapan
Kadar Natrium Benzoat dalam Sampel dengan Spektrofotometer Ultraviolet
Ekstraks
kering sampel cabe yang didapat masukkan ke dalam labu ukur 50 mL di pipet 1 mL
masukkan ke labu ukur 25 mL kemudian tambahkan etanol sampai tanda batas. Ukur
serapan larutan sampel dengan Spektrofotometer Ultraviolet pada panjang
gelombang serapan maksimum.
K =
Keterangan :
K
: Kadar asam benzoat yang
terdeteksi sampel (g / mL)
C :
Konsentrasi asam benzoat yang terdeteksi dalam sampel yang diukur ke dalam
Spektrofotometri UV
V :
Volume total sampel
Fp :
Faktor pengenceran
W :
Berat sampel
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Setelah dilakukan penelitian
mengenai pemeriksaan kadar natrium benzoat pada cabe merah giling di pasar Raya
kota Padang dengan metode Spektrofotometer ultraviolet diperoleh hasil sebagai
berikut :
1. Uji kualitatif pada sampel A,
sampel B dan sampel C.
2.
Penentuan
panjang gelombang maksimum asam benzoat dilakukan pada panjang gelombang
200-400 nm. Natrium benzoat memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang
272,0 nm.
Ø
Linearitas
Pembuatan
kurva kalibrasi natrium benzoat dengan menggunakan konsentrasi 20, 40, 60, 80,
100 μg/mL diperoleh persamaan linearitas y= 0,2069 +
0,005x. Dengan nilai a= 0,2069, b=0,005 dan nilai koefisien korelasinya r
adalah 0,9999.
Ø
Uji LOD dan LOQ
Hasil
pengukuran batas deteksi dan batas kuantitasi diperoleh nilai batas deteksi
adalah 1,50869 μg/mL dan batas kuantitasi adalah 5,0289 μg/mL.
Ø
Presisi
Penentuan
presisi intra-day dilakukan pada
konsentrasi 20, 40, dan 60 μg/mL dengan nilai %KV pada konsentrasi 20 μg/mL yakni 0,56 %, konsentrasi 40 μg/mL
yakni 0,29 % dan pada konsentrasi 60 μg/mL yakni 0,19 %.Penentuan presisi inter-day natrium benzoat dilakukan pada
konsentrasi 20 μg/mL, 40 μg/mL, dan 60 μg/mL
dengan nilai %KV pada konsentrasi 40 μg/mL yakni 0,56 %; 0,54 %; 0,55 % pada
konsentrasi 40 μg/mL yakni 0,29 %; 0,75 %; 0,48 % dan pada konsentrasi 60 μg/mL
yakni 0,19 %; 0,19 % ; 1,4 %.
Ø
Akurasi
Nilai
perolehan kembali natrium benzoat pada sampel C dengan penambahan 40 %, 80 %
dan 120 % adalah 96,54 %, 97,10 % dan 98,05 %.
Kadar
Pengawet Natrium Benzoat
Sampel A mengandung natrium benzoat sebesar 5,5330 g/kg, sampel B sebesar 6,4318 g/kg dan sampel C sebesar 1,6902 g/kg.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar natrium benzoat
pada cabe merah giling yang dijual di pasar Raya kota Padang dengan metode Spektrofotometri
Ultraviolet. Karena metode ini memiliki banyak keuntungan antara lain dapat
digunakan untuk analisis suatu zat dalam jumlah kecil, pengerjaanya mudah,
sederhana, cukup sensitif dan selektif, biayanya relatif murah dan mempunyai
kepekaan analisis cukup tinggi (Munson, 1991).
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah cabe merah giling
diambil dari beberapa tempat di pasar Raya kota Padang sebanyak 6 sampel.
Dalam pengerjaan sebelum dilakukan pemeriksaan
kadar natrium benzoat terlebih dahulu sampel di fraksinasi. Fraksinasi
bertujuan untuk memisahkan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya
terhadap dua cairan yang tidak saling larut, biasanya air dengan pelarut
organik. Fraksinasi biasanya menggunakan pelarut orgnik seperti eter, aseton,
benzena, etanol, n-heksan dan dikloroetana. Pelarut organik yang digunakan
adalah n-heksan, mula-mula ke dalam sampel ditambahkan NaCl jenuh, bertujuan
untuk proses salting out yaitu proses
penambahan larutan elektrolit ke dalam fase air yang mengandung senyawa
organik, penambahan larutan elektrolit ini difungsikan agar kelarutan senyawa
organik dalam air bisa menurun dan juga konsentrasi senyawa organik dalam fase
organik akan lebih besar dari pada dalam fase air. Kemudian larutan tersebut di
encerkan dengan HCl 10% yang tujuan untuk menghidrolisis natrium benzoat
menjadi asam benzoat dan air. Kocok, kemudian masukkan ke corong pisah lalu
tambahkan pelarut organik yaitu n-heksan, pada lapisan heksan akan terekstraksi
asam benzoat dan lapisan air terdapat senyawa senyawa lain yang bersifat polar,
kemudian lapisan heksan ditampung dan digabung. Selanjutnya dilakukan proses
penguapan pelarut organik dengan rotary
evaporator pada suhu 30-500C.
Pemakaian rotary evaporator bertujuan
untuk menguapkan pelarut yang terdapat pada sampel tersebut agar pelarutnya
tertarik sempurna, sehingga sampel dapat di ukur kadarnya dengan murni. Sampel
di rotary
sampai diperoleh volume hingga 5 mL, dan diuapkan lagi diatas
waterbath hingga kering.
Hasil ekstrak kering yang diperoleh dari sampel
A,B dan C kemudian dilakukan analisis kualitatif, dengan menambahkan beberapa
tetes NaOH + FeCl3 5% ke dalam
sampel, jika mengandung asam benzoat akan terbentuk endapan orange kekuningan.
Setelah dilakukan pemeriksaan semua sampel mengandung asam benzoat, kemudian ekstrak sampel dengan
etanol dan H2SO4 dipanaskan menimbulkan bau etil
benzoat (esterifikasi), dan ekstrak sampel dengan AgNO3 menghasilkan
endapan putih kemudian ditambah ammonia encer endapan putih hilang.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan menggunakan alat spektrofotometer ultraviolet
terlebih dahulu dibuat larutan induk untuk menentukan panjang gelombang
maksimum yang digunakan adalah asam benzoat standar dan dijadikan sebagai
pembanding dalam menganalisis kualitatif sampel, dapat dilihat dari
perbandingan hasil spektrum asam benzoat standar dengan sampel, bahwa sampel
tersebut berada dalam kurva asam benzoat standar sehingga dapat dikatakan
sampel mengandung asam benzoat. Sedangkan pada sampel D,E dan F tidak menghasilkan endapan, perubahan warna dan tidak
menimbulkan bau etil benzoat (esterifikasi).
Kemudian ekstrak kering Sampel A,B,C,D,E,F
dilakukan analisis kuantitatif dengan menentukan absorbannya dengan menggunakan
alat spektrofotometer ultraviolet. Ekstrak kering tersebut dilarutkan dengan
pelarut etanol dalam labu ukur 50 mL, lalu dipipet 1 mL dari larutan tersebut
masukkan dalam labu 25 mL tambahkan etanol sampai tanda batas. kemudian diukur
absorbannya untuk menentukan kadar. Pada sampel A,B,C didapat absorban 0,308-0,710
secara kualitatif memberikan hasil yang negatif (tidak terdeteksi).
Pembuatan kurva kalibrasi natrium benzoat
dengan menggunakan konsentrasi 20, 40, 60, 80, 100 μg/mL diperoleh persamaan linearitas y= 0,2069 + 0,005x. Dengan
nilai a= 0,2069, b=0,005 dan nilai koefisien korelasinya r adalah 0,9999. Hasil
menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi mendekati 1 sehingga kurva kalibrasi
natrium benzoat memberikan nilai linearitas yang baik, dan penetapan kadar
dengan kurva kalibrasi terjamin kebenarannya (Mulja, 2003).
Batas
deteksi (LOD) = 1,50869 μg/mL dan batas kuantitasi (LOQ) = 5,0289 μg/mL. Perhitungan dilakukan secara
statistik melalui garis regresi linear dari kurva kalibrasi. Batas deteksi
merupakan batas minimum suatu analit yang dapat dideteksi sedangkan batas
kuantitasi merupakan batas minimum analit yang dapat dihitung kadarnya (Mulja,
2003). Dari hasil nilai batas deteksi dan batas kuantitasi terlihat bahwa nilai
batas deteksi dan batas kuantitasi yang didapatkan lebih rendah daripada konsentrasi natrium benzoat dalam penetapan
kadar. Oleh karena itu, kurva kalibrasi yang diperoleh sebelumnya dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa natrium benzoat, selama konsetrasi
yang digunakan berada diatas nilai batas kuantitasi.
Penentuan presisi intra-day
dilakukan pada konsentrasi konsentrasi
20 μg/mL, 40 μg/mL, dan 60 μg/mL
dengan nilai %KV pada konsentrasi 20 μg/mL yakni 0,56 %, konsentrasi 40 μg/mL yakni 0,29 % dan pada konsentrasi 60 μg/mL yakni 0,19 %.
Penentuan presisi inter-day natrium benzoat juga dilakukan pada konsentrasi 20 μg/mL, 40 μg/mL dan 60
μg/mL dengan nilai %KV pada
konsentrasi 40 μg/mL yakni 0,56 %; 0,54 %; 0,55 % pada
konsentrasi 40 μg/mL yakni 0,29 %; 0,75 %; 0,48 % dan pada konsentrasi 60 μg/mL
yakni 0,19 %; 0,19 % ; 1,4 %. Berdasarkan literatur FDA (2013) suatu metode
memberikan keterulangan yang baik jika nilai % KV atau koefisien variasi tidak
melebihi 2 %, kecuali pada kadar analit yang dibawah batas kuantitas, dimana %
KV tidak melebihi 2 %. Karena kadar analit berada diatas nilai batas
kuantitas, maka kriteria penerimaan uji
presisi pada metode ini adalah tidak melebihi 2 %. Penyimpangan yang terjadi
baik intra-day maupun inter-day, masih dalam rentang yang
diizinkan dan dapat dikatakan metode yang digunakan memiliki keterulangan yang
baik dalam suatu analisis. Semakin kecil nilai % KV yang diperoleh maka semakin
tepat analisis yang dilakukan dan semakin baik digunakan untuk analisis suatu senyawa kimia (Harmita, 2004).
Akurasi merupakan kedekatan nilai terukur
(nilai rata-rata analisis) dengan nilai yang diterima sebagai nilai yang
sabenarnya, baik nilai konvensi, nilai sebenarnya atau nilai rujukan (Rahman,
2009). Penentuan akurasi dapat ditentukan dengan uji perolehan kembali
menggunakan cabe merah giling yang ditambahkan standar asam benzoat yang telah
diketahui kadarnya. Lalu uji perolehan kembali diperoleh dengan membandingkan
kadar hasil analisis dengan kadar cabe merah giling yang sebenarnya (Harmita,
2006). Persen perolehan kembali yang diperoleh pada sampel C dengan penambahan
baku 40 %, 80 % dan 120 % berturut – turut adalah 96,54 %, 97,10 % dan 98,05 %.
Hasil analisis yang diperoleh memenuhi kriteria penerimaan uji akurasi untuk
persen perolehan kembali yaitu 95-102 % (AOAC, 2002).
Hasil pengukuran kadar sampel A mengandung natrium benzoat sebesar
5,5330
g/kg.
Sampel B mengandung natrium benzoat sebesar 6,4318 g/kg. Sampel C mengandung natrium benzoat 1,6902 g/kg. Dari tiga
sampel cabe merah giling(sampel A,B, dan C) yang diuji semuanya mengandung pengawet
natrium benzoat yang cukup tinggi, menurut persyaratan SNI batas
maksimum penggunaan natrium benzoat adalah 1 g/kg
sedangkan dalam sampel A 20,0152 g, Sampel B 20,0135 g dan Sampel C 20,0098 g
cabe merah giling sudah mengandung 5,5330 g/kg; 6,4318 g/kg; dan 1,6902 g/kg. Perbedaan hasil
kadar natrium benzoat pada sampel yang didapatkan karena kurangnya
kontrol terhadap produsen karena produknya tidak memiliki izin DepKes RI,
ketidaktahuan produsen terhadap efek yang ditimbulkan oleh benzoat yang berlebih
terhadap orang yang mengkonsumsinya dan adanya keinginan produsen agar
produknya awet dalam kurun waktu cukup lama sehingga penambahan bahan pengawet
tidak memperhatikan ketentuan yang berlaku.
Pemakaian
Natrium benzoat yang berlebih dapat menimbulkan efek atau pengaruh tertentu
bagi yang mengkonsumsinya seperti: penyakit kulit dermatitis (penyakit kulit yang ditandai dengan gatal-gatal dan
bentol-bentol), asma, urtikaria
(biduran yang ditandai dengan timbulnya cairan pada permukaan disertai rasa
gatal-gatal), angio edema (penimbunan
cairan pada lapisan kulit yang lebih dalam yang dapat terjadi dalam saluran
pernapasan atau pencernaan) (Trenggono, 1990).
Penggunaan pengawet pada makanan telah banyak
digunakan oleh produsen, dapat dilihat dari berbagai hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Lisawati (2010), yang menentukan kadar pengawet natrium
benzoat pada cabe giling bahwa cabe giling positif mengandung natrium benzoat
dan kadar natrium benzoat pada cabe giling bervariasi ada yang melewati batas maksimum
berdasarkan Peraturan MenKes melebihi 1000 mg/kg. Menurut penelitian yang telah
dilakukan oleh Muhammad Zaid Taib (2014) yang menganalisa senyawa benzoat pada
kecap manis bahwa kecap manis menggunakan pengawet asam benzoat sebesar 18,59
mg/kg, 20,32 mg/kg, 19,97 mg/kg dan 21,46 mg/kg tetapi tidak melebihi ambang
batas yang telah ditetapkan.
Analisis zat pengawet natrium benzoat pada
sirup ditemukan kadar natrium benzoat sebesar 564 mg/kg dengan metode KCKT
(Subani, 2008). Penilitian yang dilakukan oleh Rustian (2015) kandungan natrium
benzoat pada susu kedelai secara spektrofotometri UV-Vis ditemukan kadar
natrium benzoat, yaitu pada sampel A sebesar 611,67 mg/kg, sampel B sebesar 589,91 mg/kg, dan sampel C sebesar
605,78 mg/kg. Penelitian yang dilakukan oleh Butarbutar (2007) kandungan
natrium benzoat yang diperoleh dari pedagang yang memproduksi sendiri cabai
giling di pasar sukaramai yaitu 0,87 g/kg.
Menurut
penilitian Rustian (2015) tentang analisis pengawet natrium benzoat pada susu
kedelai secara spektrofotometri UV-Vis dimana koefisien korelasi (r) yang
diperoleh adalah 0,998 dan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) yang
diperoleh adalah LOD = 19,28 ppm dan LOQ
= 64,28 ppm. Sedangkan penilitian yang
peniliti peroleh nilai koefisien korelasinya (r) adalah 0,9999 dan LOD =
1,50869 ppm dan LOQ = 5,0289 ppm . Hasil yang peniliti peroleh menunjukkan
bahwa nilai koefisien korelasi mendekati 1 sehingga kurva kalibrasi natrium
benzoat memberikan nilai linearitas yang baik, dan penetapan kadar dengan kurva
kalibrasi terjamin kebenarannya. Kemudian LOD dan LOQ yang peniliti peroleh
nilainya lebih kecil dibandingkan dengan penilitian sebelumnya. Dimana semakin
kecil nilai LOD dan LOQ yang diperoleh maka semakin sedikit analit yang
terkandung didalam sampel.
Kesimpulan
Hasil validasi metode analisis pengawet natrium
benzoat pada cabe merah giling telah memenuhi kriteria validasi meliputi:
Linearitas, Batas Kuantitasi (BK), Batas Deteksi (BD), Presisi, dan Akurasi. Pada
cabe merah giling di Pasar Raya Kota Padang teridentifikasi mengandung natrium
benzoat pada sampel A,B,C dengan kadar masing-masing sebagai berikut: Sampel A=
5,5330
g/kg, sampel B= 6,4318 g/kg, dan sampel C= 1,6902 g/kg. Sedangkan pada
sampel D,E,F tidak teridentifikasi mengandung natrium benzoat.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti,
L.H., 2008, Teknologi Pengawetan Pangan.
Bandung : Penerbit Alfa Beta.
AOAC. 2002. Guidelines
For Validation Of Microbiological Methods For Food and Environmental Surfaces. AOAC
International
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta:
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Bano, L. T, K. and Varama Krishnan. 1980. Pathogenicity of Antrachnose Fungus
Colletorichum capsici Various Thai Chili Varietas. Tersedia: http://www.Thaiscience.info.
Colletorichum capsici Various Thai Chili Varietas. Tersedia: http://www.Thaiscience.info.
Butarbutar, S., 2007, Analisa Kandungan Rhodamin B dan
Natrium Benzoat Pada Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Giling Yang Dijual
Dibeberapa Pasar di Kota Medan. (Skripsi). Medan: USU.
Cahyadi, W., 2009, Analisis dan Aspek KesehatanBahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Dachriyanus, 2004, Analisis Struktur Senyawa Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University
Press.
Day, R. A., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif, Penerjemah: Pudjaatmaka, A.H. Edisi
Kelima, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia. Edisi Keempat.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,
1995, Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 722/Menkes/per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.Jakarta:
Dirjen POM.
Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, Farmakope
Indonesia, Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Gandjar, I. G., Rohman, A. 2007, Kimia
Farmasi Analisis, Cetakan II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode
dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu
Kefarmasian, 1(3), 117-135.
Harmita.
2006. Analisa Fisikomia. Jakarta: UI
Press.
Helrich, K.C., 1990, Official Methods of Analysis Association of Official Anlytical Chemist (AOAC)
15th Ed., 780-781, Association of Official Analitycal Chemicts Inc,
USA.
Holme,
D. J., 1983, Analytical Biochemistry,
London: Longman Inc.
Howardtz, W., Official
Methods of Analysis of AOAC International, 17th Ed. Volume II,
Gairtherburg Maryland, 2002.
Istamar, S., dkk. 2004, Biologi untuk SMA Kelas X. Jakarta:
Erlangga.
Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Penerjemah A. Saptoraharjo. Cetakan
Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Kilham, W. 2006. The First Of The Occurence Of
Anthracnose Disease Caused By Colletitrichum Gloeosporoides (Penz) Penz. And
Sacc. On Dragon Fruit (Hylocercus). American
Journal Of Applied Science.6(5); 902-912.
Lisawati, Y., 2010, Penetapan Kadar Pengawet Natrium Benzoat pada Cabe Giling yang Beredar
di Pasar Raya Padang, Project Report, Lembaga Penelitian UNAND, Padang.
Moehyi, S., 1992, Penyelenggaraan Makanan Institusi Dan Jasa Boga. Bhratara, Jakarta.
Mukarni, R., 1999, Peranan Bahan Kimia Sebagai
Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Wahana.
Mulja, M., & Hanwar D, 2003. Prinsip-prinsip
cara berlaboratorium yang baik (good laboratory practice). Majalah Farmasi Airlangga, 3 (2), 71-76.
Munson, J.W., 1991. Analisis Farmasi Metode Modern. Penerjemah: Harjana. Parwa B.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Rahman,
A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis
Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Roth, J. H., 1998, Analisis Farmasi, Penerjemah: Kisman, dkk. Cetakan Ketiga.
Yogyakarta. UGM Press.
Samadi, B., 1997, Budidaya Cabai Merah Secara Komersial. Yayasan Pustaka Nusatama.
Yogyakarta.
Sartono,
2001, Racun dan Keracunan. Jakarta:
Widya Medika.
Satiadarma, K., 2004, Azas Pengembangan Prosedur Analisis, Edisi Pertama. Cetakan
Pertama. Surabaya: Airlangga University Press.
Setiadi,
2008. Bertanam Cabai. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Subami, 2008, Penentuan
Kadar Natrium Benzoat, Kalium Sorbat dan Natrium Sakarin dalam Sirup. USU,
Medan.
Syah, D., 2005, Manfaat
dan Bahaya Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian
IPB, Bandung.
Syamsinar, 1991, Peranan
Bahan Tambahan Makanan dan Pengaturannya. Jakarta: Direktorat Pengawasan
Makanan dan Minuman.
Taib, M.Z., 2014, Analisis Senyawa Benzoat pada
Kecap Manis Produksi Lokal Kota Manado, Jurnal
Ilmiah Farmasi-UNSRAT, Vol. 3, No.1.
Trenggono, Z.N, Wibowo D., Murdjiati G, dan Mary A.,
1990, Bahan Tambahan Pangan (Food
Additive), Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, UGM, Yogyakarta.
United States Pharmacopeia. 1995. The United States Pharmacopeia Convention.
USA: Twinbrook ParkWay Rockville.
Vogel, 1994, Buku
Ajar Kimia Analisis Kuantitatif Anorganic. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Winarno, F.G., Fardiaz, S., & Fardiaz, D., 1980,
Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta:
Penerbit G
Post a Comment