Jurnal Pengaruh Variasi Konsentrasi HPMC Sebagai Pengikat Pada Formulasi Tablet Kunyah Kalsium Laktat
Table of Contents
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI HYDROXYPROPYL METHYL CELLULOSE (HPMC) SEBAGAI BAHAN PENGIKAT PADA FORMULASI TABLET KUNYAH KALSIUM LAKTAT TERHADAP SIFAT FISIKNYA
Nova
jumaynah, Firmansyah
, Wida Ningsih
Various
formulations of the calcium lactate chewable tablets have been done by wet
granulation method using HPMC (Hydroxypropyl Methyl Cellulose) as a binding
agent. Here, four formulations (FI, FII, FIII, and FIV) were prepared by adding
different concentrations of binding agent, it was 1%, 2%, 3%, and 4%. Granules
of chewable tablets were qualified based on evaluations for parameters such as
organoleptic, water content, flowrate, angle of repose, real density, tapped
density, bulk density, Hausner’s ratio, and compressibility index. Chewable tablets evaluations for organoleptic, weight
variation, hardness, friability, and determinations of calcium lactate content were
within the acceptance criteria, but not for its size variation. The result of
panelists test of the four formulations by using Kruskal-Wallis method statistically which in terms of taste
obtained FII is preferred than FI, FIII, and FIV.
LATAR BELAKANG
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat
di dalam tubuh dibandingkan mineral lain, yaitu: 2% dari berat badan orang
dewasa atau sekitar 1,0-1,4 kg. Kalsium merupakan zat yang dibutuhkan sejak
bayi hingga usia tua. Menurut salah satu dokter ahli gizi, kebutuhan kalsium
orang Indonesia rata-rata 500-800 mg/hari. Pada usia lanjut dan wanita
menopause, asupan kalsium yang dibutuhkan yaitu 1.000 mg/hari (Sedaoetama,
2007).
Defisiensi
kalsium dapat menyebabkan mudah terserangnya saraf dan otot dengan akibat
serangan kejang (tetani) terganggunya pertumbuhan, serta melunaknya tulang
(osteoporosis), (Winarno, 2004).
Bila kadar kalsium darah turun di
bawah normal, tubuh akan mengambilnya dari tulang untuk menjaga keseimbangan
kalsium darah tersebut. Pengambilan kalsium dari tulang dalam waktu lama akan
menyebabkan pengeroposan tulang. Oleh karena adanya kalsium yang selalu hilang
melalui tinja dan urin, maka intake dan absorpsi kalsium yang besar penting
untuk menjaga keseimbangan kalsium (Robbins dan Stanley, 1995).
Kalsium
Laktat merupakan garam kalsium yang berguna untuk menjamin kebutuhan tubuh akan
kalsium (Tjay dan Rahardja, 2007). Kalsium laktat mengandung 13% kalsium dan
memiliki kelarutan yang baik dalam air (9,3 g/L) sehingga banyak industri
pangan yang menambahkan kalsium laktat dalam produknya untuk memenuhi asupan
kalsium (Sedaoetama, 2007).
Untuk
meningkatkan daya tarik dan penerimaan pasien, kalsium laktat dibuat dalam
bentuk tablet kunyah. Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan
residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan, dan tidak
meninggalkan rasa pahit atau tidak enak (Depkes RI, 1995). Sediaan ini memiliki
rasa aromatik yang menyenangkan, tidak mengandung bahan penghancur, dan lebih
disukai oleh pasien yang kesulitan dalam menelan obat (Voigt, 1984).
Keuntungan penggunaan
tablet kunyah diantaranya lebih praktis karena tidak memerlukan air pada
penggunaannya dan memiliki rasa yang enak sehingga meningkatkan penerimaan dan
kepatuhan pasien serta memiliki keunikan produk dari sudut pandang pemasaran.
Untuk itu, tablet kunyah tidak hanya diberikan kepada anak-anak saja tetapi
juga bisa diberikan pada orang dewasa (Siregar, 2010)
Pada
pembuatan tablet, digunakan suatu bahan pengikat yang berfungsi untuk menyatukan
partikel serbuk dalam sebuah butir granulat dan meningkatkan kekompakan dan
kekerasan tablet (Lachman dkk, 1994), serta mempermudah pembentukan granul
sehingga mudah dicetak menjadi tablet (Anief, 1997).
HPMC adalah salah satu pengikat turunan
selulosa. HPMC digunakan sebagai pengikat karena memiliki sifat antara lain memperbaiki
daya alir dari granul-granul sehingga menghasilkan tablet yang kompak dan
secara kimia bersifat inert (Nasution, 2011), tidak memiliki rasa dan bau,
stabil terhadap panas, cahaya, udara, dan dapat disesuaikan dengan tingkat
kelembaban, serta mempunyai kemampuan untuk mencampur zat warna/zat aditif
lainnya ke dalam lapisan tipis (Lachman dkk, 1994)
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini
bertujuan untuk memformulasikan kalsium laktat dalam bentuk tablet kunyah
dengan memfokuskan pada pengaruh variasi konsentrasi HPMC (Hydroxypropyl
Methyl Cellulose) sebagai bahan pengikat terhadap sifat fisiknya.
ALAT DAN BAHAN
Alat
Alat-alat
yang digunakan pada penelitian ini adalah : kaca arloji, cawan penguap, gelas
ukur, erlemeyer, batang pengaduk, corong, buret, standar, pipet tetes, botol
semprot, pH meter inolab, kertas perkamen, ayakan, timbangan digital, mortir,
stamfer, piknometer, spatel, infrared
moisture balance, tap density tester, jangka sorong, hardness tester, friability tester, lemari pengering, dan mesin
pencetak tablet.
Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan pada penelitian ini
adalah : Kalsium laktat (Brataco), HPMC (Brataco), magnesium stearat (Brataco),
talcum (Brataco), manitol (Brataco), Ol. Menthae (Brataco), paraffin cair
(Brataco), air suling (Novalindo), EDTA p.a, MgSO4 p.a, dapar
salmiak (pH 10) p.a, indikator EBT p.a, indikator murexit p.a, dan NaOH p.a.
Panelis
Panelis sebanyak 10 orang perempuan berumur 18-23
tahun. Sukarealawan dimintai kesediaannya untuk mencoba tablet dan mengisi
blanko kesediaan sebagai panelis.
Metodologi
Penelitian
Formulasi tablet
kunyah Ca. Laktat
Bahan
|
FI
(%)
|
FII
(%)
|
FIII
(%)
|
FIV
(%)
|
Ca. Laktat
|
41,67
|
41,67
|
41,67
|
41,67
|
HPMC 1%
HPMC 2%
HPMC 3%
HPMC 4%
|
19,62
|
19,47
|
18,17
|
17,43
|
Manitol
|
33,61
|
33,76
|
35,06
|
35,8
|
Talkum
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Mg. Stearat
|
2
|
2
|
2
|
2
|
Ol. Menthae
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
Pembuatan Granul dengan Metode Granulasi
Basah
Ditaburkan
HPMC di atas air panas 20 kali beratnya dan biarkan mengembang, kemudian
ditambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai 100 mL. Kalsium
laktat ditambahkan manitol, gerus dalam lumpang, lalu tambahkan ol. menthae,
dan digerus homogen. Kemudian tambahkan HPMC yang sudah dikembangkan tadi
sedikit demi sedikit sambil digerus sampai diperoleh masa granul yang mudah
dikepal. Masa granul dilewatkan pada ayakan mesh 14, kemudian dikeringkan pada
lemari pengering dengan suhu 40o-50oC. Granul yang sudah
kering selanjutnya diayak dengan ayakan mesh mesh 16 (Anief, 1997).
Pembuatan tablet kunyah
Granul
ditambah fase luar (Mg. stearat dan talkum) kemudian dicetak dengan mesin
pencetak tablet single punch dengan
bobot tablet masing-masing 600 mg sebanyak 100 tablet.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Tablet kunyah dibuat dengan metode
granulasi basah karena dapat memperbaiki kompresibilitas dan sifat alir dari
campuran serbuk dan mencegah terjadinya proses segresi komponen dari campuran
serbuk yang homogen selama proses pembuatan. Seluruh formula menggunakan HPMC
sebagai bahan pengikat dengan variasi konsentrasi yaitu 1%, 2%, 3%, dan 4%.
Bahan pengikat akan terdistribusi diantara partikel dan menyelubungi setiap
partikel sehingga akan merekat satu sama lain membentuk aglomerat (Lachman dkk,
1994).
Pada
proses pembuatan granul, masa tablet yang terbentuk diayak menggunakan ayakan
mesh 14 untuk membentuk masa granul yang lebih kompak dan mendapatkan granul
dengan ukuran yang sama. Setelah itu, granul yang diperoleh dikeringkan untuk menghilangkan
pelarut dan untuk mengurangi kelembaban (Lachman dkk, 1994). Proses pengeringan
dilakukan selama 24 jam pada suhu 50-60o C agar kelembaban cukup
kecil dan tidak terjadi sticking. Granul diayak kembali dengan ayakan mesh 16
agar diperoleh granul yang berbentuk sferis/bundar (Siregar, 2010).
Tujuan
dilakukannya evaluasi granul adalah untuk memperoleh granul yang memiliki sifat
alir dan kompresibilitas yang baik sehingga akan diperoleh tablet dengan
sifat-sifat yang memenuhi persyaratan.
Pemeriksaan
bobot jenis digunakan untuk menentukan nilai porositas, faktor hausner, dan
kompresibilitas. Faktor hausner dari
masing-masing formula yaitu FI= 1,19; FII= 1,16; FIII= 1,20; dan FIV= 1,10 dan
keempat formula memenuhi persyaratan karena nilai faktor hausnernya kurang dari
1,25 g/mL yang menunjukkan sifat aliran yang baik. Semakin besar faktor
hausner, semakin buruk alirannya (Siregar, 2010). Porositas yang didapat
berkisar antara 50-60%. Rendahnya porositas akan meningkatkan kekerasan dan
menurunkan kerapuhan tablet (Voigt, 1994).
Kompresibilitas
masing-masing formula yaitu FI= 16,17%; FII= 13,85%; FIII= 16,40%; dan FIV=
9,1% dan keempat formula memenuhi
persyaratan karena kompresibilitas yang baik yaitu <20% (Voigt, 1994). Kompresibilitas
akan berhubungan dengan sifat aliran granul dan kekerasan tablet. Semakin kecil
nilai kompresibilitas, maka sifat alir dari granul akan semakin baik dan
kekerasan tablet akan semakin kecil. Sifat aliran akan menentukan kemampuan
mengalir granul dari corong keruang cetakan yang akan mempengaruhi keseragaman
bobot tablet. Sifat aliran merupakan faktor penting dalam pembuatan tablet.
Aliran granul yang baik dapat menjamin keseragaman bobot tablet yang dihasilkan
(Lieberman dkk , 1990).
Kandungan air keempat formula berkisar antara
3-5% dan hasil ini memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Kandungan air
pada granul tergantung pada banyaknya bahan pengikat yang digunakan. Jika bahan
pengikat yang digunakan terlalu banyak, maka kandungan air juga akan banyak,
begitu juga sebaliknya. Kandungan air terlalu rendah akan
menyebabkan berkurangnya kohesifitas sehingga kekerasan tablet juga akan
berkurang, sebaliknya kandungan air yang terlalu tinggi menyebabkan tablet
menjadi keras. Kandungan air
yang baik berkisar antara 3-5% (Siregar, 2010).
Kecepatan
alir FI= 14,92 g/dtk; FII= 13,39 g/dtk; FIII= 12,93 g/dtk; dan FIV= 12,76 g/dtk
dan keempat formula memberikan sifat aliran yang sangat baik karena sifat
aliran yang baik >10 g/detik. Kecepatan alir dari granul dapat dipengaruhi
oleh kandungan air dari granul. Jika kandungan air pada granul besar, maka
kecepatan alirnya akan kecil. Karena besarnya kandungan air akan memperlama
granul mengalir dari corong ke ruang cetakan tablet. Kecepatan alir juga dapat
diperbaiki dengan penambahan bahan pengatur aliran yaitu bahan pelincir
(Talkum) agar mempermudah granul mengalir.
Selain kecepatan alir, sifat alir
juga ditentukan oleh sudut istirahat (Lieberman dkk, 1990). Semakin kecil sudut
istirahat yang terbentuk, menggambarkan granul yang sferis serta mempunyai kohesifitas yang
kecil sehingga kemampuan alirannya menjadi semakin baik (Siregar, 2010) dan semakin besar sudut
istirahat yang terbentuk akan mempersulit granul untuk mengalir dari hopper ke ruang cetakan tablet sehingga
sifat alir dari granul menjadi buruk. Sudut istirahat dari FI= 32,18o; FII= 33,69o;
FIII= 33,38o; dan FIV= 30,65o. Sudut istirahat yang baik
menurut Lachman dkk (1994) yaitu berkisar antara 25-45o dan menurut
Carstensen (1980) yaitu 28-42o.
Kadar
fines atau serbuk halus dari granul
berfungsi untuk mengisi rongga-rongga antar granul pada saat pencetakan tablet.
Kadar fines yang baik berkisar antara
15%-30%. Kadar fines dari FI= 22,07%;
FII= 18,19%; FIII= 9,02%; dan FIV= 5,33%. Jika kadar fines terlalu kecil maka tablet yang dihasilkan akan keras dan jika
terlalu besar tablet akan menjadi rapuh (Lachman dkk, 1994). Semakin kecil
konsentrasi bahan pengikat yang digunakan, maka semakin kecil juga kekuatannya
untuk mengikat serbuk. Dari hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa FI
memiliki kadar fines yang lebih besar
daripada keempat formula yang lain. Hal ini karena konsentrasi bahan pengikat
yang digunakan pada FI adalah yang paling kecil, yaitu 1%.
Evaluasi
tablet bertujuan untuk mengetahui apakah tablet yang dihasilkan memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan. Rasa merupakan faktor penting, karena tablet
kunyah proses penghancurannya dibantu oleh gigi dengan mengunyah tablet
tersebut. Sehingga harus dibuat sediaan yang dapat memberikan rasa yang nyaman
dimulut saat dikunyah dan tidak mengganggu kenyamanan pasien ketika
mengkonsumsinya sehingga kepatuhan pasien tidak menurun.
Berdasarkan
hasil evaluasi, diameter masing-masing tablet sama yaitu 1,05 cm dan tebal
tablet 0,1 cm. Dari hasil tersebut didapat hasil bahwa keseragaman ukuran
tablet tidak memenuhi persyaratan karena diameter tablet lebih dari tiga kali
tebal tablet. Hal ini mungkin karena jenis alat pencetak tablet yang digunakan
hanya satu, sehingga ukuran ketebalan tablet tidak sesuai dengan diameter
tablet. Penyebab lain yaitu mungkin karena volume ruang cetakan/die pada alat pencetak tablet tidak
sesuai dengan bobot tablet yang akan dicetak.
%
penyimpangan keseragaman bobot FI= ±0,0025%; FII= ±0,002%; FIII= ±0,01%; dan
FIV= ±0,0085%. Dan keempat formula tablet memenuhi persyaratan karena tidak
lebih dari dua tablet yang menyimpang lebih besar dari 5% dan tidak satupun
yang menyimpang lebih besar dari 10%. Hal ini karena granul yang diperoleh
memiliki sifat alir yang baik. Sifat alir yang baik akan menjamin keseragaman
bobot tablet.
Kekerasan
dan kerapuhan tablet digunakan untuk menentukan kekuatan tablet. Syarat
kekerasan dari tablet kunyah menurut Soekami (1987) yaitu 3 kg dan menurut Parrot
(1970) yaitu berkisar antara 4-8 Kg. Kekerasan tablet FI= 3,2 Kg; FII= 3,95 Kg;
FIII= 4,58 Kg; dan FIV= 6,1 Kg. Semakin tinggi konsentrasi bahan pengikat yang
digunakan, maka kekerasan tabletpun akan semakin meningkat. Kekerasan tablet
berguna untuk pengontrolan fisik selama proses pembuatan tablet (Lachman dkk,
1994).
Kerapuhan
tablet berguna untuk mengetahui ketahanan tablet terhadap guncangan yang
terjadi selama proses pembuatan, pengemasan, dan pendistribusian. Kerapuhan
tablet FI= 1,13%; FII= 0,64%; FIII= 0,55%; dan FIV= 0,47%. Syarat kerapuhan
untuk tablet kunyah sampai 4% dapat diterima, karena kekerasan tablet yang
lebih rendah (Siregar, 2010). Keempat formula memenuhi syarat uji kerapuhan.
Diantara keempat formula tersebut, nilai kerapuhan paling kecil dimiliki oleh
formula 1 yaitu 1,13%. Hal ini karena pada formula 1 bahan pengikat yang
digunakan konsentrasinya paling kecil sehingga ketahanan tablet terhadap
guncanganpun rendah.
Untuk
mengetahui kandungan zat aktif di dalam tablet, dilakukan evaluasi penetapan
kadar kalsium laktat secara kompleksometri (Rivai, 1995). Berat serbuk tablet
yang digunakan dalam penetapan kadar adalah berat 1 tablet yaitu 600 mg, karena
jika digunakan berat sampel yang sedikit maka EDTA akan sulit membentuk
kompleks dengan kalsium yang menyebabkan titik akhir titrasi sulit ditentukan.
Berdasarkan hasil, kadar kalsium laktat didalam 1 tablet pada FI= 41,03%, FII=
41,03%, FIII= 41,11%, dan FIV= 41,11%. Dan dari hasil yang diperoleh dapat
dilihat bahwa kadar kalsium laktat dalam 1 tablet sedikit berbeda dari kadar
kalsium laktat yang ada pada masing-masing formula, yaitu 41,67%. Hal ini
mungkin karena pada proses pembuatan, ada zat aktif yang tertinggal dilumpang
atau terbuang. Untuk persentase kadar kalsium laktat dalam 1 tablet terhadap
kadar zat aktif dari formula diperoleh hasil yaitu FI= 98,46%, FII= 98,46%,
FIII= 98,66%, dan FIV= 98,66%. Dan dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa
keempat formula memenuhi persyaratan dengan jumlah kalsium laktat tidak kurang
dari 98% dan tidak lebih dari 101,0% (Depkes RI, 1995).
Uji
tanggapan rasa dan kekerasan tablet kunyah kalsium laktat dari keempat formula
yang dilakukan terhadap 10 panelis secara statistik menggunakan metode Kruskal-Wallis, H hitung lebih kecil
dari H tabel. Maka FII lebih disukai dari pada FI, FIII, dan FIV.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Semakin
besar konsentrasi HPMC sebagai pengikat, semakin besar kekerasan tablet dan
kerapuhan tablet menjadi menurun.
2. Hasil
uji terhadap panelis dari keempat formula secara statistik dengan menggunakan
metoda Kruskal-Wallis, FII lebih
disukai dari pada FI, FIII, dan FIV.
Saran
Disarankan pada peneliti selanjutnya
untuk mengembangkan formula tablet kunyah kalsium laktat dengan memvariasikan
bahan tambahan lain seperti bahan pengisi atau bahan pengikat atau memodifikasi
pemberian flavour agent agar
diperoleh tablet kunyah dengan warna dan rasa yang lebih menyenangkan dan dapat
diterima konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G., 2008, Pengembangan
Sediaan Farmasi, Institut Teknologi Bandung Press, Bandung.
Anief, M., 1997, Ilmu Meracik Obat,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ansel,
H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Banker, G. S. Dan Anderson, N. R., 1986,
Tablet, Dalam Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L. (Eds). Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, UI-Press, Jakarta.
Basset, J., 1994, Buku Ajar Vogel, Kimia Analisa Kuantitatif Organik, Terjemahan A.
Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Carstensen, J. T., 1980, Solid
Pharmaceutics: Mechanical Properties and Rate Phenomena, Academic Press,
London.
Depkes
RI, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi
III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes
RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi
IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kibbe, A. H., 2000, Handbook
of Pharmaceutical Excipients, American Pharmaceutical Association and
Pharmaceutical Press, Washington DC.
Lachman, L., H. A. Lieberman and J.L
Kaning, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi II, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Lieberman, H. A., Lachman, L., and
Schwartz, J. B., 1990, Pharmaceutical
Dosage Forms, Marcel Dekker, New York.
Nasution, B. M., 2011, Penggunaan Pharmacoat 615 sebagai Bahan Pengikat
pada Tablet Asam Folat secara Granulasi Basah, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Nugroho, A. K., 1995, Fisik dan Stabilitas Tablet Kunyah Asetosal
dengan Bahan Pengisi Kombinasi Manitol Laktosa, Skripsi, Fakultas Farmasi,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Parrott, E. L., 1970, Pharmaceutical
Technology, Burgess Publishing Company, United States of America.
Rivai, H., 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI Press, Jakarta.
Robins, M. D. dan I. Stanley, 1995, Buku Ajar Patologi II, EGC, Jakarta.
Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Sedaoetama,
A. D., 2007, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa
dan Profesi, Dian Rakyat, Indonesia.
Siregar,
C. J. P. dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi
Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-Dasar Praktis, EGC, Jakarta.
Soekami, A. R., 1987, Tablet, PT. Mayang Kencana, Medan.
Tjay, T. H. dan Raharjo, K., 2007, Obat-obat
Penting Edisi VI, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Voigt, R., 1995, Buku Ajar Teknologi Farmasi
Edisi V. Penerjemah: S. N. Soewandi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wade, A., & Weller, P. J., 1994, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 2nd
edition, The Pharmaceutical Press, London.
Winarno, F. G., 2004, Kimia Pangan
dan Gizi, Gramedia, Jakarta.
Post a Comment