Tuesday, January 10, 2017

UJI EFEK LAKSATIF EKSTRAK ETANOL DAUN JATI CINA (cassia senna L) PADA MENCIT PUTIH JANTAN

Tags

UJI EFEK LAKSATIF EKSTRAK ETANOL DAUN JATI CINA (cassia senna L) PADA MENCIT PUTIH JANTAN Jurnal UJI EFEK LAKSATIF EKSTRAK ETANOL DAUN JATI CINA (cassia senna L) PADA MENCIT PUTIH JANTAN Jurnal Efek Laksatif Ektrak Etanol Ekstrak Etanol  STIFI PERINTIS PADANG


UJI EFEK LAKSATIF EKSTRAK ETANOL DAUN JATI CINA (cassia senna L) PADA MENCIT PUTIH JANTAN

Adek Sianggian, Husni Mukhtar, Putri Ramadheni
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang

ABSTRACT
The research has been done on the test a laxative effect of ethanol extract of dried leaves daun jati cina (Cassia senna L) to the white male mice. This research was done experimentally by using 5 groups, each group consisted of 3 mice the negative control group, the comparator (Bisakodil) and the third group treated with a dose of 200 mg / KgBW, 400 mg / KgBW, 800 mgKgBB. In this study used two methods, namely the pattern of defecation and intestinal transit. Based on the research that has been observed showed that extracts of leaves of jati cina can affect intestinal transit, defecation frequency and stool weight of mice was significantly compared to the control (-) expressed with p<0,05. As for the parameters of stool consistency seen an increase in line with increasing dose. So from these statistical test can be concluded that the ethanol extract of dried leaves of teh jati cina (Cassia senna L) has activity as a laxative where the most effective results are shown at a dose of 200 mg/kgBB.

Keywords: Cassia senna L , sennoside, intestinal transit, laxative


PENDAHULUAN

Kata constipation atau konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang mempunyai arti ‘bergerombol bersama’, yaitu suatu istilah yang berarti menyusun ke dalam menjadi bentuk padat. Baru pada abad 16 istilah konstipasi digunakan pada keadaan ditemukan sejumlah tinja terakumulasi di dalam kolon yang berdilatasi.

Konstipasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kurang makanan yang mengandung serat, kurang minum air atau karena ketegangan saraf atau strees, tetapi dapat juga disebabkan efek samping dari obat-obatan yang dikonsumsi. Menurut penggolongan secara farmakologi laksansia berfungsi sebagai zat yang langsung  merangsang gerakan peristaltik dinding usus, memperbesar isi usus misalnya sayur-sayuran berserat, dan sebagai zat pelicin juga merangsang menimbulkan reflek defikasi di poros usus. Tujuannya adalah untuk menjaga agar tinja (feces) tidak mengeras dan
defikasi menjadi normal (Sundari, 2010).

Berdasarkan National Health Interview, prevalensi konstipasi di Amerika Serikat berkisar antara 2-20%. Di Cina, survei yang dilakukan pada orang berusia kurang dari 60 tahun di beberapa kota menunjukkan kejadian konstipasi kronis sebesar 15-20%. Di Beijing dilakukan studi acak pada orang dewasa usia 18-70 tahun dan ditemukan 6,07% persennya menderita konstipasi. Konstipasi dapat terjadi pada segala usia, dari bayi sampai lansia. Berdasarkan International Database US Census Bureau pada tahun 2003 prevalensi konstipasi di Indonesia sebesar 3.857.327 jiwa. Angka kejadian konstipasi di dunia maupun di indonesia cukup tinggi namun masih sebagian besar penderita biasanya hanya melakukan pengobatan sendiri. Farmasis dapat menyarankan obat-obatan Over The Counter (OTC) guna perbaikan keluhan pasien.

Mengingat tingginya prevalensi konstipasi, maka perlu dilakukan penelitian tentang obat tradisional yang hasilnya dapat digunakan dalam penanganan konstipasi. Indonesia sendiri adalah negara yang memiliki kekayaan alam berlimpah, terutama keanekaragaman tumbuhannya. Banyak spesies tanaman berpotensi sebagai obat tradisional yang hingga saat ini belum diteliti khasiat dan kegunaannya secara mendalam dan telah digunakan oleh masyarakat Indonesia secara turun-temurun (Depkes,  RI., 2000).

Salah satu tumbuhan yang sering digunakan masyarakat untuk pengobatan konstipasi  adalah Cassia senna L atau yang lebih dikenal juga dengan jati cina yaitu tanaman obat yang sangat  berharga pada pengobatan Ayurveda dan system pengobatan modern untuk pengobatan konstipasi  (Atal and Kapoor, 1982; Das et al., 2003; Martindale,1977;Sharma,2004). Daun jati cina digunakan secara tradisional sebagai pelangsing, menurunkan kolesterol, sembelit, laksatif, anti inflamasi, pembersihan usus (Agarwal &Bajpai, 2010).

Berdasarkan hal  tersebutlah maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai efek laksatif dari pemberian ekstrak etanol daun kering jati cina (cassia senna L) terhadap mencit  putih jantan.

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Botol maserasi, alat pengaduk, rotary evaporator, timbangan digital, timbangan hewan, gelas ukur, jarum oral, vial, pipet, jam, alat ukur panjang, mortir, stamfer, seperangkat alat bedah, meja bedah hewan, wadah tempat hewan, erlemeyer, beaker glass, kertas saring dan spatel.

Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: Daun jati cina kering yang beredar dipasaran yang di produksi oleh PT.L.A.M. Tangerang, Indonesia dan didistribusikan oleh Dunia Herbal 88 Jakarta, Indonesia / Dep.Kes.P.IRT No. 610367102003 / LP.POM No. 17120007160612/ ED . Desember 2020.
Etanol 70%, Aquadest, NaCMC, Mg dan HCl(p), FeCl3, kloroform, H2SO4 (p), asam asetat anhidrat, kloroform asetat, kloroform amoniak 0,05 N, H2SO4 2N, asam asetat, bisakodil (dulcolax®), Norit.

Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan berupa daun kering jati cina  yang beredar dipasaran  berasal dari tanaman jati cina (cassia senna L) yang didapat dari pedagang obat tradisional PT.L.A.M. Tangerang, Indonesia dan didistribusikan oleh Dunia Herbal 88 Jakarta, Indonesia / Dep.Kes.P.IRT No. 610367102003 / LP.POM No. 17120007160612/ ED . Desember 2020.

Pembuatan Ekstrak
Ekstraksi  sampel dilakukan dengan metoda maserasi (perendaman). Daun jati cina kering ditimbang sebanyak 1 kg. Kemudian dimasukkan kedalam botol berwarna gelap, direndam dengan etanol 70% selama 5 hari dan disimpan ditempat gelap sambil sesekali diaduk. Maserat diaduk setiap hari. Setelah 5 hari perendaman, disaring dan ampasnya direndam kembali. Penyaringan ini dilakukan sebanyak tiga kali. Filtrat etanol yang didapat dari hasil ketiga perendaman di atas didestilasi vakum untuk menguapkan pelarut kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental, kemudian ditimbang (Departemen Kesehatan, 2000).

Pemeriksaan Organoleptis
Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati bentuk, warna dan bau.

Penentuan Susut Pengeringan (Depkes RI, 1995)
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dan krus porselen yang telah ditara, dikeringkan didalam oven suhu 100°C-105°C selama 30 menit. Ekstrak dimasukkan ke dalam krus tersebut dan ditimbang kembali kemudian perlahan-lahan krus digoyang agar ekstrak merata. Krus dimasukkan ke dalam oven dengan tutup krus yang dibuka dan tutup dibiarkan berada didalam oven. Dipanaskan  selama 1 jam pada suhu 100°C-105°C. Setelah itu dikeluarkan dan didinginkan di dalam desikator lalu timbang. Lakukan pengulangan seperti cara yang sama dengan diatas sampai diperoleh berat yang konstan.

Rumus:
% susut pengeringan= ((B-A)- (C-A))/((B-A))   X 100 %
Keterangan:
A = Berat krus kosong
B = Berat krus + sampel sebelum dikeringkan
C = Berat krus + sampel setelah dikeringkan

Penentuan Kadar Abu (Depkes RI, 1995)

Ekstrak ditimbang sebanyak 2 gram. Masukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijar, kemudian pijar kembali perlahan-lahan hingga warna asap putih hilang, dinginkan dalam desikator, masukkan ke dalam furnes suhu 600°C selama 5 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali, kemudian persentase kadar abu dihitung.
Rumus:
% kadar abu= ((C-A))/((B-A))   X 100 %
Keterangan:
A = Berat krus kosong
B = Berat krus + sampel sebelum dipijar
C = Berat krus + sampel setelah dipijar

Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia
Ekstrak kental daun jati cina  (cassia senna L) dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml aquadest dan 5 ml kloroform asetat kemudian dikocok, dibiarkan sampai terbentuk 2 lapisan air dan kloroform.

Uji Flavonoid (Metode “Sianidin Test”)
Ambil lapisan air 1-2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu tambahkan serbuk Mg dan HCl (p), terbentuknya warna merah menandakan adanya flavonoid (Harborne, 1987).

Uji Fenolik
Ambil lapisan air 1-2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu tambahkan pereaksi FeCl3, terbentuknya warna biru menandakan adanya kandungan fenolik (Harborne, 1987).

Uji Saponin
Ambil lapisan air, kocok kuat-kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya busa yang permanen (± 15 menit) menunjukkan adanya saponin (Harborne, 1987).

Uji Terpenoid dan Steroid (Metode “Simes”)
Ambil sedikit lapisan kloroform tambahkan norit kemudian di filtrasi, hasil dari filtrasi tambahkan H2SO4 (p),   tambahkan asam asetat anhidrat, terbentuknya warna biru ungu menandakan adanya steroid, sedangkan bila terbentuk warna merah menunjukkan adanya terpenoid (Harborne, 1987).
Uji Alkaloid (Metode “Culvenore-Fristgerald”)
Ambil sedikit lapisan kloroform tambahkan 10 ml kloroform amoniak 0,05 N, aduk perlahan tambahkan beberapa tetes H2SO4 2N kemudian dikocok perlahan, biarkan memisah. Lapisan asam ditambahkan beberapa tetes pereaksi mayer, reaksi positif alkaloid ditandai dengan adanya kabut putih hingga gumpalan putih (Harborne, 1987).

Persiapan Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan yang berumur ± 2 bulan dengan berat badan antara 20-30 gram, dikelompokkan secara random menjadi 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 ekor. Mencit diaklimatisasi selama seminggu dengan lingkungan percobaan. Mencit yang digunakan adalah mencit yang sehat dan tidak menunjukan penurunan berat badan berarti (deviasi maksimal 10%) serta secara visual menunjukan prilaku yang normal.

Penggunaan Dosis
Pemakaian empiris daun jati cina kering yaitu : 2 sendok teh daun kering jati cina.
Berat 2 sendok teh daun kering jati cina = 1,6 gram
Hasil Konversi ke Mencit   = 1,6 gram x 0,0026
   = 0,00416 g/ 20gBB
   = 0,208 g/kgBB
   = 208 mg/kgBB
   = 200 mg/kgBB (Hasil Pembulatan)

Dosis yang digunakan terdiri atas 3 variasi dosis yaitu:
200 mg/kgBB
400 mg/kgBB
800 mg/kgBB

Perhitungan Dosis:
Dosis Bisakodil
Bisakodil yang digunakan sebagai pembanding berdasarkan penggunaan pada manusia adalah 10 mg sekali pakai untuk dewasa kemudian dikonversikan ke mencit dengan berat 20 gram: 0,0026 x 10 mg = 0,026 mg/20 gBB.

Pembuatan Sediaan Uji
Pembuatan Larutan Uji
Sediaan uji dibuat dengan cara disuspensikan ekstrak etanol daun kering jati cina dengan Na CMC 0.5 %. Caranya Na CMC ditimbang sebanyak 50 mg dikembangkan dengan air panas 20 x berat Na CMC dan digerus homogen. Kemudian dimasukkan ekstrak etanol daun kering jati cina yang telah ditimbang sesuai dengan konsentrasi yang dibuat, kemudian dicukupkan volume larutan dengan aquadest 10 ml.

Pembuatan Suspensi Norit
Dengan mensuspensikan 5% norit dalam 0,5% Na CMC dengan cara: norit ditimbang sebanyak 500 mg dan Na CMC 50 mg kemudian norit disuspensikan ke dalam NaCMC yang telah dikembangkan dengan air panas dan kemudian diencerkan dengan air sampai volume 10 ml.

Pembuatan Larutan Pembanding Bisakodil
Tablet dulcolax® mengandung 10 mg bisakodil digerus hingga menjadi serbuk. Serbuk disuspensikan dengan Na CMC 0,5% yang telah dikembangkan, digerus sampai homogen dan dicukupkan dengan air sampai volume 10 ml.

Uji Efek Laksatif
Metoda pola defekasi
Mencit yang digunakan memiliki karakterisasi feses normal. Satu jam sebelum percobaan mencit dipuasakan. Mencit dikelompokkan menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 ekor:
Kelompok I : Hewan diberi NaCMC sebagai kontrol
Kelompok II    : Hewan diberi ekstrak dosis 200mg/kg BB
Kelompok III : Hewan diberi ekstrak dosis 400mg/kg BB
Kelompok IV : Hewan diberi ekstrak dosis 800mg/kg BB
Kelompok V : Hewan diberi suspensi pembanding dulcolax®
Semua hewan diberi perlakuaan sesuai kelompoknya masing-masing dan rute pemberian secara peroral. Pengamatan dilakukan selama 6 jam dengan interval 60 menit. Parameter yang diamati meliputi karakteristik feses yaitu:

Frekuensi defekasi
Semua hewan diberi perlakuaan sesuai kelompoknya masing-masing dan rute pemberian secara peroral. kemudia dilakukan pengamatan dengan melihat berapa sering mencit BAB setiap interval waktu 60 menit selama 6 jam.

Konsistensi 
Dengan melihat diameter rembesan feses pada kertas saring. Pengamatan dilakukan sejak mencit diberi ekstrak kering daun jati cina hingga mencit BAB, penilaian konsistensi feses dibagi menjadi (Dini paramita et al 2010) :

0 : tidak BAB
1 : feses keras (K) dengan   diameter kertas saring ˂ 0,5 cm
2 : feses lembek (L) dengan diameter kertas saring 0,5-1 cm
3 : feses lembek cair (LC) dengan diameter kertas saring ˃ 1 cm

Feses normal pada mencit adalah berwarna coklat gelap, berbentuk seperti beras dank eras. Berat feses rata-rata mencit per hari adalah 1,0-1,5 g (Inglis, 1980).

Berat feses 
Semua hewan diberi perlakuaan sesuai kelompoknya masing-masing dan rute pemberian secara peroral. feses yang keluar dalam interval waktu yang telah ditentukan yaitu setiap 60 menit selama 6 jam  akan ditampung dengan kertas saring kosong ,kemudian feses nya ditimbang.

Metoda Transit Intestinal
Mencit diistirahatkan selama 2 minggu. Setelah itu baru dilakukan pengujian metoda transit intestinal. Mencit dikelompokkan menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 ekor:
Kelompok I : Hewan diberi NaCMC sebagai kontrol (-)
Kelompok II : Hewan diberi ekstrak dosis 200 mg/kg BB
Kelompok III : Hewan diberi ekstrak dosis 400 mg/kg BB
Kelomok   IV      : Hewan diberi ekstrak dosis 800 mg/kg BB
Kelompok V : Hewan diberi suspensi pembanding dulcolax®
Setiap hewan percobaan diberikan secara peroral ekstrak daun kering jati cina sesuai dengan dosis yang direncanakan pada masing-masing kelompok diatas dengan volume pemberian 1% BB. Setelah 45 menit, hewan diberikan secara per oral suspensi norit dengan volume 1% BB. Setelah 20 menit kemudian hewan dikorbankan secara dislokasi leher. Usus hewan percobaan dikeluarkan secara hati-hati tanpa peregangan, kemudian dipaparkan pada meja bedah. Panjang usus yang dilalui norit mulai dari pilorus sampai ujung akhir warna hitam diukur, demikian juga dengan panjang usus keseluruhan mulai dari pilorus sampai ke spinter iliosekalis.
Berikutnya ratio antara panjang usus yang dilalui norit dengan panjang seluruh usus untuk masing-masing mencit dihitung.

Rumus:

Rasio lintasan norit  = (jarak usus yang ditempuh norit)/(panjang usus keseluruhan)  X 100%


Pengolahan Data

Data yang diperoleh kemudian diolah secara ANOVA satu arah untuk metoda lintasan norit. Sedangkan untuk metoda pola defekasi diolah secara ANOVA dua arah. Uji lanjut digunakan Uji Lanjut Berjarak Duncan (Duncan New Multiple Range Test), menggunakan software statistic SPSS 16.0 for Windows Evaluation.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Hasil maserasi 1 kg daun jati cina (Cassia senna L) didapatkan ekstrak kental sebanyak 207,22 g dengan rendemen sebesar 20,722 %.
Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak etanol daun jati cina berbentuk cairan kental, berwarna hijau kehitaman, dan berbau khas.
Hasil pemeriksaan susut pengeringan ekstrak kental 8,70 % , dan hasil pemeriksaan kadar abu 6,031 % (Lampiran 6. Tabel 6).
Hasil pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia ekstrak etanol daun jati cina mengandung flavonoid, alkaloid, fenolik, saponin dan steroid (Lampiran 6. Tabel 3 & 4).
Hasil uji efek laksatif ekstrak etanol daun jati cina dengan metoda pola defekasi didapatkan rata-rata sebagai berikut:
Pada pengamatan frekuensi defekasi selama 6 jam adalah kontrol sebanyak 6,66 kali, dosis 200 mg/KgBB sebanyak 11,33 kali, dosis 400 mg/KgBB sebanyak 15,33 kali, dosis 800 mg/KgBB sebanyak 18 kali, dan pembanding sebanyak 13,66 kali (Lampiran 11).
Pada pengamatan konsistensi feses selama 6 jam mendapatkan skor:  kontrol 1, dosis 200 mg/KgBB 1,2, dosis 400 mg/KgBB 1,46 , dosis 800 mg/KgBB 2,43 , dan pembanding 2,06 (Lampiran 11).
Pada pengamatan berat feses selama 6 jam, untuk kontrol beratnya 0,0253 g, dosis 200 mg/KgBB beratnya 0,0345 g, dosis 400 mg/KgBB beratnya 0,0461 g, dosis 800 mg/KgBB beratnya 0,0742 g, dan pembanding beratnya 0,0579 g (Lampiran 11).
Hasil uji efek laksatif ekstrak etanol daun jati cina dengan metoda transit intestinal didapatkan persentase lintasan  norit rata-rata pada kontrol negatif  69,9 %, dosis 200 mg/KgBB 79.16 %, dosis 400 mg/KgBB 80.85%, dosis 800 mg/KgBB 89,48 %, dan pembanding 83,80 % (Lampiran 12).

Pembahasan
Ekstrak etanol daun jati cina diperoleh dengan melakukan ekstraksi sampel yang dilakukan dengan metoda maserasi. Metoda ini dipilih karena pengerjaan lebih mudah, tidak memerlukan perlakuan khusus dan tidak ada pemanasan sehingga kerusakan zat-zat akibat suhu tinggi dapat dihindari (Djamal,1990).

Ekstraksi sampel dilakukan dengan menggunakan metoda maserasi. Maserasi adalah proses merendam sampel dalam pelarut yang sesuai dalam wadah tertentu. Hal ini dilakukan karena cara ini lebih sederhana, tidak memerlukan peralatan khusus dan tidak memerlukan pemanasan sehingga dapat mengatasi kemungkinan adanya senyawa yang terurai atau menguap akibat pemanasan. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 70 % karena pelarut ini relatif kurang toksik dibanding pelarut organik lainnya. Disamping itu juga berdasarkan sifatnya sebagai pelarut universal yang dapat melarutkan hampir semua senyawa organik di dalam tumbuhan baik polar maupun non polar serta kemampuannya untuk mengendapkan protein dan menghambat kerja enzim sehingga zat aktif dapat terhindar dari proses hidrolisis dan oksidasi (Djamal, 1990).

Proses ekstraksi dengan cara maserasi ini dilakukan perendaman selama 5 hari dengan 3 kali pengulangan, dimana selama perendaman sampel sesekali diaduk untuk mempercepat penetrasi pelarut ke dalam sampel sehingga komponen-komponen kimia didalamnya akan terlarut. Proses maserasi dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan terjadinya degradasi struktur terutama untuk golongan senyawa non polar dan kurang stabil terhadap cahaya. Maserat hasil maserasi yang telah disaring dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental etanol yang tidak dapat dituang (Depkes R.I, 2000). Ekstrak yang didapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan, meliputi organoleptis, uji fitokimia, susut pengeringan dan kadar abu.

Berdasarkan analisis fitokimia dalam daun jati cina terkandung antrakinon (sennosida,tannin, flavonoid, naftalen, triterpen,kariofilen, katekin, farnesol, friedelin, asam kaurenat, prekosen, prosianidin I, prosianidin B-2, prosianidin B-5, prosianidin C-1, sitosterol, friedelin-3a-ol, sterol, alkaloid, karotenoid). Senyawa golongan glikosida antrakinon pada kandungan jati cina seperti sennosida, aloe emodin, rhein dan krisofanol yang memiliki aktifitas laksatif. Sennosida merupakan glikosida golongan antrakinon yang memiliki aktifitas paling aktif sebagai laksatif, dimana didalam tubuh mengalami reaksi hidrolisis enzymatis dan reduksi oleh bakteri flora usus menjadi rheinantronn. Kandungan utama daun jati cina yaitu senosida A dan enosida B. Senosida A didalam tubuh akan mengalami sutau reaksi hidrolisis enzymatik dan reduksi oleh bakteri flora usus (entamoeba coli) menjadi rhein antron. Rhein antron ini merupakan senyawa yang menginduksi sekresi air dan mencegah reabsorbsi air dalam saluran pencernaan, sehingga dapat digunakan dalam upaya penyembuhan konstipasi akut (Mun’in & Hanani, 2011).

Hasil dari uji organoleptis dari ekstrak daun jati cina diperoleh berupa ekstrak kental tidak dapat dituang, berwarna hijau kehitaman berbau khas. Pada hasil susut pengeringan ekstrak didapatkan 8,70%, sedangkan kadar abu ekstrak didapatkan 6,031 %. Dimana hasil ini telah sesuai dengan yang tertera pada Monographs On Selected Medical Plants (WHO, 1999) yaitu <12 %. Sedangkan pada uji fitokimia di dapatkan bahwa ekstrak daun jati cina ini positif adanya senyawa flavonoid, fenol, saponin dan steroid, berbeda dengan literatur dimana tidak tedapat fenol dan steroid. Pada jurnal (Agarwal&Bajpai, 2010 ; Kokate&Kar, 2003) daun jati cina mengandung flavonoid (kaempferol),  saponin, glikosida, senosida A, senosida B, senosida C, senosida D, alkaloid, tannin, , asam salisilat,  asam kaurenat, diglucoside, lidah-emodin, 8-glukosida diglucoside, anthrone dan Rhein, napthalene glikosida (tinnevellin glikosida dan 6-hidroksi glikosida musizin), pitosterol, alkohol myricyl, asam chrysophenic, resin dan kalsium oxalate.  Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan, karena mencit lebih mudah dalam penanganan disamping harga murah dan beradaptasi dengan cepat pada lingkungan percobaan dibandingkan hewan lainnya seperti tikus dan kelinci. Pemilihan jenis kelamin jantan hanyalah untuk keseragaman kondisi dalam penelitian.

Metoda yang digunakan pada penelitian ini yaitu metoda pola defekasi dan metoda transit intestinal. Digunakannya dua metoda dengan tujuan untuk memperkuat hasil penelitian dan melengkapi data tentang laksatif yang didapat. Pada metoda transit intestinal, digunakan norit sebagai indikator berwarna hitam secara visual dan merupakan kimus yang utuh sampai ke kolon karena tidak diabsorbsi.

Ekstrak etanol daun jati cina diharapkan dapat mengobati konstipasi pada hewan percobaan. Untuk melihat kekuatan pengaruh ekstrak etanol daun jati cina, maka digunakan Bisacodyl sebagai pembanding. Bisacodyl bekerja merangsang secara langsung dinding usus dengan akibat peningkatan peristaltik dan pengeluaraan isi usus dengan cepat (Dipiro et al , 2011).

Penggunaan Na CMC sebagai pensuspensi dan pengemulsi, karena Na CMC dapat menghasilkan suspensi dan emulsi yang stabil, kejernihannya tinggi, bersifat inert sehingga tidak mempengaruhi zat berkhasiat (Wade & Paul, 1994). Sebelum dilakukan pengujian, mencit diaklimatisasi selama seminggu dengan lingkungan percobaan tujuannya untuk menghindari mencit stres yang dapat mempengaruhi pengamatan.

Pada penelitian ini menggunakan variasi dosis 200, 400, 800 mg/KgBB dan pembanding ( Bisacodyl ). Pemilihan variasi dosis tersebut berdasarkan empiris. Kemudian dilakukan pengujian dengan dua metoda yaitu, pertama dengan metoda pola defekasi dimana frekuensi defekasi yang lebih banyak diperlihatkan oleh dosis 800 mg/KgBB sebanyak 41 kali, konsistensi feses yang lembek diperlihatkan oleh dosis 800 mg/KgBB dengan skor 2,43 dan berat feses yang lebih berat juga diperlihatkan oleh dosis 800 mg/KgBB dengan berat 0,0742 g (Lampiran 11).

Kedua dengan metoda transit intestinal didapatkan hasil, yaitu persentase lintasan  norit yang lebih panjang diperlihatkan oleh dosis 800 mg/KgBB dengan persentase lintasan 89,48 % (Lampiran 12).
Setelah dilakukan analisa data terhadap hasil pengamatan frekuensi defekasi, pada hewan percobaan dengan metoda analisa varian (ANOVA) dua arah (SPSS 16.0) pada data kelompok diperoleh hasil bahwa terlihat perbedaan  hasil secara signifikan yang dinyatakan  p<0.05 , tetapi pada data jam, dan kelompok dengan jam diperoleh hasil perbedaan yang tidak signifikan yang dinyatakan p>0.05.
Pada uji lanjutan Duncan dapat dilihat bahwa dosis 800 tidak berbeda  nyata dengan dosis 400 dan pembanding, tetapi berbeda  nyata dengan dosis 200 dan kontrol negatif. Pada dosis 400 tidak berbeda nyata dengan pembanding, dosis 200 dan dosis 800, tetapi berbeda nyata dengan kontrol negatif. Pada dosis 200 tidak berbeda nyata dengan pembanding, dosis 400 dan dosis 800, tetapi berbeda nyata dengan kontrol negatif.

Setelah dilakukan analisa data terhadap hasil pengamatan transit intestinal dengan metoda analisa varian ANOVA satu arah diperoleh hasil bahwa terlihat perbedaan signifikan yang dinyatakan p<0,05. Dari uji Duncan dapat dilihat bahwa dosis 800 tidak berbeda nyata dengan pembanding dan dosis 400, tetapi berbeda nyata dengan dosis 200 dan kontrol negatif. Sedangkan pembanding tidak berbeda nyata dengan dosis 400 dan 200 ,tetapi berbeda nyata dengan kontrol negative. Dosis 400 tidak berbeda nyata dengan pembanding , 800 dan 200, tetapi berbeda nyata dengan kontrol negative. Dosis 200 tidak berbeda nyata dengan 400 dan pembanding tetapi berbeda nyata dengan dosis 800 dan kontrol negatif.

Setelah dilakukan analisa data terhadap hasil pengamatan berat feses  pada hewan percobaan dengan metoda analisa varian (ANOVA) dua arah (SPSS 16.0) pada data kelompok diperoleh hasil bahwa terlihat perbedaan  hasil secara signifikan yang dinyatakan  p<0.05 , tetapi pada data jam, dan kelompok dengan jam diperoleh hasil perbedaan yang tidak signifikan yang dinyatakan p>0.05.
Pada uji lanjutan Duncan dapat dilihat bahwa paa dosis 800 tidak berbeda nyata dengan pembanding, terapi berbeda nyata dengan dosis 400, 200 dan control negative. Pada dosis 400 tidak berbeda nyata dengan pembanding, dosis 200 dan control negative, tetapi berbeda nyata dengan dosis 800. Pada dosis 200 tidak berbeda nyata dengan dosis 400 dan kontrol negatif, tetapi berbeda nyata dengan pembanding dan dosis 800.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa efek laksatif dari ekstrak etanol daun jati cina dosis 800 mg/KgBB lebih tinggi bila dibandingkan dengan dosis 200, 400 mg/Kg dan kontrol negative, serta lebih tinggi dari pembanding (Bisacodyl). Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan semakin tinggi dosis pemberian ekstrak etanol daun jati cina maka semakin tinggi efek laksatif pada hewan percobaan. Dari 4 dosis ekstrak daun jati cina  yang diujikan ternyata makin besar dosis makin bertambah besar berat fases dan frekuensi defikasi.

Dengan demikian, penggunaan ekstrak etanol daun jati cina (Cassia senna L) dalam rentang dosis 200, 400, dan 800 mg/KgBB memberikan efek laksatif terhadap hewan percobaan. Dengan meningkatnya dosis efek laksatif dari daun jati cina juga semakin meningkat.
Berdasarkan parameter pada uji statistik ANOVA dimana parameter yang dilihat yaitu transit intestinal, dosis yang efektif adalah dosis 200mg/kgBB, karena berdasarkan Duncan dosis 200 dan 400mg/kgBB sebanding dengan dosis pembanding, sehingga dosis terkecil yang sudah memberikan efek pada hewan percobaan dianggap sebagai dosis yang efektif.

Bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Febriani (2014) tentang efek laksatif ekstrak etanol daun kate mas , dengan menggunakan metoda yang sama , hasil lebih baik di tunjukkan oleh ekstrak etanol daun jati cina, dimana dengan dosis terkecil sudah memberikan efek yang efektif pada hewan percobaan yaitu 200mg/KgBB, sedangkan dosis efektif pada penelitian ekstrak etanol daun kate mas ditunjukkan pada dosis 700mg/KgBB.
Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat memperkuat penggunaan daun jati cina (Cassia senna L) untuk mengatasi laksatif oleh masyarakat

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Dari hasil penelitian ini telah terbukti bahwa ekstrak etanol daun jati cina menunjukkan efek laksatif  pada hewan percobaan pada mencit putih jantan, dimana dapat meningkatkan frekuensi defekasi dan meningkatkan berat feses serta memperpanjang  lintasan norit pada usus.
Setelah penelitian ini selesai dilakukan maka dapat diambil kesimpulan, terdapat hubungan yang saling berpengaruh satu sama lain antara   peningkatan dosis dengan efek laksatif yang ditimbulkan dari pemberian ekstrak etanol daun jati cina  dalam  rentang dosis 200, 400 dan 800 mg/KgBB, dimana semakin tinggi dosis yang diberikan akan semakin tinggi pula efek laksatif yang terjadi. Efek laksatif yang lebih efektif diberikan oleh ekstrak etanol daun jati cina dosis 200 mg/KgBB yang lebih efektif efeknya dari dosis 400, 800 KgBB dan pembanding.


DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, V. Bajpai. M. 2010 “Pharmacognostical and Biological studies on senna &its” Delhi-meerut Road, Ghaziabad, India
Atal CK, Kapoor BM (1982). Cultivation and utilization of Medicinal Plants.RRL,Jammu Tawi, India.
Departemen Kesehatan R.I., 1995, Farmakope Indonesia ed. IV, Jakarta, Indonesia.

Departemen Kesehatan R.I., 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Tradisional, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; Jakarta.

Dini paramita defrin, santun bhekti Rahimah, Lelly Yuniarti. 2010, efek anti diare ekstrak air umbi sarang semut (Myrmecodia pendens) pada mencit putih (Mus musculus), Prosiding SNaPP2010 Edisi Eksakta ISSN : 2089-3582.

Dipiro, J, T., talbert, R, L., Yee, G.C., Matzke, G, R., Wells, B.G., Posey, L,M., 2011.Pharmacoteraphy: A Pathophysiology Approach. 8th editor, Mc Graw Hill, New York.

Djamal, R., 1990, Prinsip-prinsip Bekerja dalam Kimia Bahan Alam, FMIPA, UNAND; Padang.
Harborne, J.B., 1987, Metoda Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, Terbitan ke-2, Diterjemahkan oleh Kokasih Padmawinata dan Iwang Sodiro, Penerbit ITB; Bandung
Inglis, J. K. 1980. Introduction to laboratory Animal Science and Technology. Pergamons press Ltd., Oxford.

Mun’in & Hanani E., 2011. Fitoterapi Dasar, Dian Rakyat, Jakarta.

Sundari, D., dan Wien W, 2010, Efek Laksatif Jus Daun Asam Jawa ( Tamarindus Indica Linn) Pada Tikus Putih Yang Diinduksi Dengan Gambir, Media Iitbang Kesehatan Volume XX Nomor 3

Wade, A and Paul, J.W., 1994, Handbook of Pharmaceutical Excipient, edition                 Published by American Pharmaceutical Association and Pharmaceutical Society of Great Britian; London
WHO, 1999, Monographs On Selected Medical Plants, Volume 1, Geneva

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon