Jurnal Standarisasi Dan Praformulasi Ekstrak Kering Daun Lidah Mertua
Table of Contents
Putri Ramadhani, Farida Rahim dan Revi Yenti.
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan
Perintis Padang
ABSTRACT
Has been research about
standardization and preformulation dry extrack of
Sansevieria
trifasciata Prain
leaves. The dry extract be made with added
Wacker HDK (colloidal silicon
dioxide) to viscous extract (1 : 2,24). Rendemen of Ethanol extract 2,56%.
Standaridization result of the dry extract have the form powder, brownish green
color, bitter taste, smell is unique. Concentration of substance water soluble
compounds 11,1547 %, concentration of the compound is soluble in ethanol 39,2397 %, drying shrinkage 15,8627%, water content 15,392 %, total ash content 36,8542 %, acid insoluble ash content
24,3077 %, profile of kromatogram sample has a rf 0,81 and the
comparison has a slightly different Rf 0,8378, total flavonoids content 5.454 µg/g be calculated as quercetin.
Preformulation dried extract consist of pH 4,58, particle size ≤ 648,828 µm, dry extracts morphology has the form irregular, round,
little round and elongated round. Weight of dry extract constant on the sixth
day, flow characteristic 6,1317 gram/detik, angle of repose 26,1372o, bulk density 0,7031 g/mL, tapped density 0,8128 g/mL, true density 1,4787 g/mL, carr index 13,4973 % and ratio hausner 1,156.
Keywords
: Sansevieria trifasciata Prain, Standardisasi,
Praformulasi, Ekstrak kering.
PENDAHULUAN
Indonesia kaya akan sumber bahan obat
alam dan obat tradisional yang telah digunakan oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia secara turun temurun. Keuntungan obat tradisional yang dirasakan
langsung oleh masyarakat adalah kemudahan untuk memperolehnya dan bahan bakunya
dapat ditanam di pekarangan sendiri, murah dan dapat diramu sendiri dirumah
(Zein, 2005).
Lidah
mertua atau Sansevieria trifasciata adalah tanaman hias yang cukup populer
sebagai penghias bagian dalam rumah karena tanaman ini dapat tumbuh dalam
kondisi sedikit air dan cahaya matahari. Sansevieria
trifasciata memiliki daun keras,
sekulen, tegak dengan ujung meruncing (Dewi dkk, 2012). Sansevieria trifasciata dapat pula dimanfaatkan sebagai tanaman
obat, seratnya dapat
digunakan sebagai bahan baku
tekstil ( Suharsi dkk, 2013).
Penggunaan Sansevieria
trifasciata dimasyarakat untuk mengobati penyakit seperti nyeri perut,
sakit telinga, diare, wasir, jamur, infeksi kudis. Pada penelitian sebelumnya
telah dilakukan uji farmakologi untuk anti-inflamasi, analgesik dan
antipiretik, aktivitas antioksidan dan antimikroba (Philip et al, 2011).Kandungan kimia dari Sansevieria trifasciata adalah alkaloid, flavonoid, saponin,
glikosida, terpenoid, tanin, protein dan karbohidrat (Sunilson et al, 2009).
Studi
praformulasi merupakan tahap
awal yang dilakukan ketika akan
memulai suatu rangkaian proses pembuatan
sediaan farmasi yang berpusat pada sifat-sifat fisika kimia zat aktif dimana
dapat mempengaruhi penampilan obat dan perkembangan suatu bentuk sediaan
farmasi. Hasil dari
studi praformulasi harus memberikan informasi untuk pengembangan suatu
sediaan. Dengan melakukan studi praformulasi maka kita bisa memilih
bahan eksipien suatu
obat yang tepat dan dapat
mengevaluasi sifat fisik suatu
komponen obat, serta
dapat mengetahui stabilitas bahan
obat yang akan
diformulasi, sehingga dapat menghasilkan
sistem penghantaran obat yang
optimal (Nuri dkk, 2013).
Pada penelitian ini dilakukan
standardisasi terhadap ekstrak lidah mertua yang meliputi pemeriksaan
organoleptis, kadar senyawa yang larut dalam air, kadar senyawa larut dalam
etanol, penetapan susut pengeringan, penentuan kadar air, penentuan kadar abu
total, penetapan kadar abu yang tidak larut asam, penentuan profil kromatogram
dan uji kandungan total flavonoid. Dilakukan pula studi praformulasi terhadap
ekstrak kering daun lidah mertua yang meliputi, pH, distribusi ukuran partikel,
morfologi ekstrak kering, penyerapan air, sifat alir dan sudut diam, berat
jenis nyata, berat jenis benar, dan berat jenis mampat (Nuri dkk, 2013).
ALAT DAN BAHAN
Alat
Rotary
evaporator,
oven vakum, lumpang, alu, chambeer, plat KLT, objek glas, cover glas, cawan
petri, labu ukur 100 mL, labu ukur 25
mL, labu ukur 10 mL, pipet volume 1 mL, filer, corong, kertas saring, krus
porselen, oven, pH meter inolab, mikroskop elektron, lampu UV, desikator, gelas
ukur 100 ml, piknometer, cawan penguap, spektrofotometer UV VIS, Inkubator.
Bahan
Daun lidah
mertua (sansevieria trifasciata Prain),
Alkohol 96%, aquadestilata, Wacker HDK (colloidal
silicon dioxide), kloroform P, metanol , larutan dapar asetat pH 4, larutan
dapar phospat pH 7 dan 10, larutan natrium asetat 1M, larutan aluminium klorida
10%, n Heksan, etil asetat, kuersetin, HCl p dan paraffin liquidum, serbuk Mg,
pereaksi FeCl3, reagen Liberman-Burchard, amoniak, H2SO4,
pereaksi mayer.
METODE PENELITIAN
Persiapan Sampel
· Pengambilan sampel
Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lidah mertua (Sanseveria trifasciata Prain) yang
diambil di Komplek Lubuk Gading Permai V, Lubuk Buaya, Koto Tangah Padang,
Sumatera Barat.
· Identifikasi Sampel
Identifikasi
sampel dilakukan di Herbarium Jurusan Biologi Universitas Andalas Padang
Pembuatan
Ekstrak Kental dan Ekstrak Kering Daun Lidah Mertua
a. Ekstraksi daun lidah mertua
Lidah
mertua dibersihkan, ditimbang 6 kg, kemudian dirajang lalu dimaserasi dengan
etanol 96% selama 3 hari. Maserat disaring, maserasi lalu dilakukan sebanyak
tiga kali, kemudian dipekatkan dengan rotary
evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
b. Rendemen ekstrak kental
Dilakukan
dengan membagi berat ekstrak kental dengan berat sampel segar dan dikali dengan
seratus persen didapatkan rendemen ekstrak kental.
c.
Pembuatan
ekstrak kering (Nuri dkk, 2013)
Pembuatan ekstrak
kering dilakukan dengan mengencerkan ekstrak kental secukupnya
dengan etanol kemudian ditambahkan
bahan pengering Wacker HDK (colloidal
silicon dioxide) kedalam ekstrak kental (1 : 2,24), Kemudian dioven vakum
pada suhu 60°C
selama 1 jam. Setelah
ekstrak kering, digerus
dalam lumpang hingga menjadi
massa serbuk halus.
d. Uji fitokimia ekstrak kering daun lidah
mertua (Harbone, 1987)
Ekstrak
kering daun lidah mertua dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml
aquadest dan 5 ml kloroform, dibiarkan sampai terbentuk 2 lapisan air dan
kloroform.
· Uji Flavonoid (Metode “Sianidin Test”)
Ambil lapisan air 1 – 2 tetes, teteskan
pada plat tetes lalu tambahkan serbuk Mg dan HCl (p), terbentuknya warna merah
menandakan adanya flavonoid.
· Uji Fenolik
Ambil
lapisan air 1 – 2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu tambahkan pereaksi FeCl3,
terbentuknya warna biru menandakan adanya kandungan fenolik.
· Uji Saponin
Ambil
lapisan air, kocok kuat – kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya busa yang
permanen (± 15 menit) menunjukkan adanya saponin. (Harbone, 1987)
· Uji Terpenoid dan Steroid (Metode
“Simes”)
Ambil
sedikit lapisan kloroform, tambahkan norit lalau saring, teteskan pada plat
tetes, keringkan, kemudian teteskan asam asetat anhidrat dan H2SO4
(p), terbentuknya warna biru ungu menandakan adanya steroid, sedangkan
bila terbentuk warna merah menunjukkan adanya terpenoid.
· Uji Alkaloid (Metode “Culvenore –
Fristgerald”)
Ambil sedikit
lapisan kloroform tambahkan 10 ml kloroform amoniak 0,05 N, aduk perlahan
tambahkan beberapa tetes H2SO4 2N kemudian dikocok
perlahan, biarkan memisah. Lapisan asam ditambahkan beberapa tetes pereaksi
mayer, reaksi positif alkaloid ditandai dengan adanya kabut putih hingga
gumpalan putih.
Penetapan
Standardisasi Ekstrak Kering Daun Lidah Mertua
1.
Pemeriksaan
organoleptis
Pengamatan dilakukan secara visual
terhadap ekstrak kering dengan mengamati bentuk, warna, bau dan rasa
2.
Kadar
senyawa yang larut dalam air
5 gram
ekstrak kering ditimbang kemudian dimasukkan kedalam labu ukur tambahkan 100 ml
air kloroform P. Dikocok berkali kali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18
jam, selanjutnya disaring. Filtrat diuapkan 20 ml dalam cawan penguap yang
telah ditara hingga kering, sisa dipanaskan pada suhu 105o hingga
bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut air (Kementrian Kesehatan,
2010).
3.
Kadar
senyawa yang larut dalam pelarut etanol
5
gram ekstrak kering ditimbang kemudian dimasukkan kedalam labu ukur tambahkan
100 ml etanol (95%). Dikocok berkali kali selama 6 jam pertama, dibiarkan
selama 18 jam, selanjutnya disaring. Filtrat diuapkan 20 ml dalam cawan penguap
yang telah ditara hingga kering, sisa dipanaskan pada suhu 105o
hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut etanol (Kementrian
Kesehatan, 2010).
1 gram
ekstrak kering ditimbang seksama
dan dimasukkan ke dalam
krus porselen bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan
pada suhu 105 oC selama
30 menit dan
telah ditara. Simplisia diratakan
dalam krus porselen dengan menggoyangkan
krus hingga merata. Dimasukkan ke dalam oven, tutup
krus dibuka, dipanaskan pada
temperatur 100 oC sampai dengan
105 oC, kemudian ditimbang dan
diulangi pemanasan sampai didapat
berat yang kostan (Departemen Kesehatan, 1995b).
5.
Penentuan kandungan air
Krus porselen dipanaskan di dalam oven dengan
temperatur 105 oC selama 5 menit dan didinginkan dalam desikator
selama 15 menit. Krus porselen kosong ditimbang. Ekstrak kering ditimbang
sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam porselen diratakan dengan cara
menggoyangkan krus porselen. Krus porselen yang sudah berisi sampel dipanaskan
selama 1,5 jam pada temperatur 105 oC. Kemudian didinginkan dalam
desikator selama 15 menit dan ditimbang (lakukan pencatatan). Krus porselen dipanaskan kembali selama 10 menit pada
temperatur 105 oC dan
didiamkan dalam desikator selama 5 menit. Kemudian ditimbang dan
dilakukan pencatatan. Diulangi sampai didapatkan berat konstan,
sekurang-kurangnya 3 kali (Kementrian Kesehatan, 2010).
6.
Penentuan
kadar abu total
1
gram ekstrak kering dimasukkan kedalam
krus porselen yang sebelumnya telah ditimbang dan dipijarkan. Kemudian
dipijarkan perlahan lahan hingga arangnya habis, dinginkan dan ditimbang. Jika
arang tidak dapat dihilangkan ditambahkan air panas dan disaring dengan kertas
saring yang bebas abu. Sisa dipijarkan dengan kertas saring dalam krus yang
sama. Filtrat dimasukkan kedalam krus, diuapkan dipijarkan hingga bobot tetap
dan ditimbang. Kemudian dihitung kadar abu dengan bahan yang telah dikeringkan
diudara (Departemen Kesehatan, 1995b).
7.
Penetapan
kadar abu yang tidak larut asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan
dengan 25 ml
asam klorida P selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas,
dipijar hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu
yang tidak larut
dalam asam dihitung terhadap
berat ekstrak kering, dinyatakan
dalam % b/b (Departemen Kesehatan, 1995b).
8.
Penentuan
profil kromatogram (Nuri dkk, 2013)
Prosedur penentuan
profil kromatogram adalah sebagai berikut:
ekstrak kering daun lidah mertua
diekstraksi dengan pelarut metanol. Kemudian ditotolkan pada
lempeng silika gel, selanjutnya dielusi dengan n-heksan dan etil
asetat (1:5). Chambeer disiapkan dan dibuat lempeng tipis kromatografi dengan
cara diberi garis dari bagian bawah dan atas. Eluen dimasukkan dan juga lempeng
tipis kromatografi. Bejana ditutup dan dibiarkan hingga terjadi kesetimbangan.
Eluen ditambahkan sampai lempeng tercelup, kemudian sampel ditotolkan pada
lempeng tipis digaris bawah, lempeng tipis digantungkan pada chamber sampai
tercelup pada eluen, kemudian dielusi sampai mencapai garis bagian atas,
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan sehingga akan timbul bercak dilihat
pada lampu UV366, kemudian ditentukan titik tengah noda dan hitung harga
Rf.
Rf =
9.
Uji
Kandungan Total Flavonoid (Pourmorad dkk, 2006)
a.
Penentuan
Panjang Gelombang Serapan Maksimum Kuersetin
Kuersetin
ditimbang 50 mg dilarutkan dalam labu ukur 10 mL (5000 µg/mL) kemudian
diencerkan dengan cara dipipet 2 mL kedalam labu ukur 100 mL (100 µg/mL)
kemudian diencerkan dengan campuran metanol dan air suling (1:1) dalam labu
ukur 100 mL hingga tanda batas.
Larutan
standar 100 µg/mL dipipet 0,5 mL masukkan kedalam tabung reaksi lalu dicampur
dengan 1,5 mL metanol, 0,1 mL larutan Aluminium Klorida 10%, 0,1 mL larutan
Natrium Asetat 1M dan 2,8 mL Aquadest, larutan dihomogenkan. Diamkan selama 30
menit. Kemudian ukur serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm dengan
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
b.
Penentuan
Kurva Kalibrasi Kuersetin
Dari
larutan induk kuarsetin 5000 µg/mL dipipet sebanyak 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5
mL kemudian diencerkan dengan campuran metanol dan air suling (1:1) dalam labu
ukur 25 mL sampai tanda batas sehingga didapatkan seri kosentrasi 20, 40, 60,
80, dan 100 µg/mL. Masing masing kosentrasi larutan dipipet 0,5 mL masukkan
kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan 1,5 mL metanol, 0,1 mL larutan Aluminium
Klorida 10%, 0,1 mL larutan Natrium Asetat 1M dan 2,8 mL Aquadest, larutan dihomogenkan.
Diamkan selama 30 menit. Kemudian ukur serapannya pada panjang gelombang
maksimum (432,5 nm) dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Lalu buat kurva
kalibrasi sehingga persamaan regresi linearnya dapat dihitung.
c.
Penetuan
Kadar Flavonoid Total
Dibuat
larutan ekstrak lidah mertua dengan melarutkan 0,5 g ekstrak kental lidah
mertua dengan campuran metanol dengan air suling (1:1) dalam labu ukur 100 mL
(5000 µg/mL) sampai tanda batas. Sebanyak
0.5 mL ekstrak
lidah mertua dipipet kedalam
tabung reaksi, ditambahkan
1,5 mL metanol,
0,1 mL larutan Aluminium Klorida
10%, 0,1 mL larutan natrium asetat 1
M dan 2,8
mL aquades. Larutan
dihomogenkan dan
diinkubasi selama 30
menit. Absorbansi larutan
diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 432,5 nm.
Studi Praformulasi
Ekstrak Kering Daun Lidah Mertua
1.
pH
(Nuri dkk, 2013)
Ekstrak
kering disuspensikan (1%) ke dalam air suling, dikocok
selama 5 menit
hingga larutan homogen. Selanjutnya,
pH larutan ditentukan dengan menggunakan
alat pH meter
yang sebelumnya telah distandarisasi dengan
larutan buffer pH 4,
7 dan 10.
2.
Penentuan
ukuran partikel (Nuri dkk, 2013)
Mikrometer okuler yang telah dilengkapi mikrometer
pentas dikalibrasi untuk ditentukan faktor kalibrasinya setiap perbesaran yang
dipakai. Ekstrak kering lidah mertua diencerkan dengan aquadest (1 : 10)
kemudian didispersikan homogen. Beberapa tetes suspensi diletakkan diatas objek
gelas kemudian ditutup dengan cover gelas. Kemudian objek gelas diletakkan
dibawah mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler yang telah
dikalibrasi. Ukuran partikel diukur dan dihitung jumlah partikelnya.
3.
Morfologi
ekstrak yang telah dikeringkan ( Voight, 1995)
Menggunakan Scanning Electron Microscope yang bertujuan untuk melihat
bentuk yang diperoleh.
4.
Penyerapan
air (Nuri dkk, 2013)
2 gram
ekstrak kering daun
lidah mertua dimasukkan
secara merata kedalam
cawan petri yang beratnya
sudah ditimbang terlebih
dahulu. Kemudian cawan petri yang
telah berisi ekstrak kering tersebut diletakkan ke
dalam desikator yang
telah diisi air pada
bagian reservoirnya. Ekstrak
kering yang berada dalam cawan
petri ditimbang beratnya dan dihitung
jumlah air yang
diserap dari perbedaan berat
pada ekstrak kering
tersebut setiap interval waktu
tertentu dengan periode selama 6 hari.
5.
Sifat
alir dan sudut diam (Nuri dkk, 2013)
Prosedur
penentuan sifat alir
dan sudut diam adalah
sebagai berikut: ditimbang
10 gram ekstrak kering
dan dimasukkan pada
corong yang dasar corongnya masih tertutup. Kemudian
penutup dasar corong
di buka bersamaan dengan
dimulainya waktu pencatatan dan
pencatat waktu dihentikan pada saat
semua ekstrak kering
telah melewati corong, diukur
tinggi kerucut (h) dan jari-jari (r) ekstrak kering. Dihitung tangen dari sudut
diam dengan membagi h
dengan r, sudut
diam ditentukan dari tabel standar tangen. Uji sifat alir ini untuk
menentukan kecepatan alir dari serbuk yang
akan dicetak dan
juga untuk menentukan sudut diam
dari serbuk. Sifat
alir suatu serbuk dikatakan baik
yaitu jika kecepatannya lebih besar
dari 10 gram/detik dan sudut
diamnya lebih kecil atau sama
dengan 30°.
Sudut diam =
Kecepatan alir =
6.
Penentuan Berat
Jenis Nyata dan
Berat Jenis Mampat (Nuri dkk, 2013)
Prosedur
pemeriksaan berat jenis (Bj) nyata dan mampat adalah sebagai berikut. Penentuan
berat jenis nyata ditentukan
dengan cara ekstrak kering
dimasukkan kedalam gelas ukur 100 mL sampai volume 100 mL (Vo) kemudian
dikeluarkan dan ditimbang beratnya (Wo). Gelas ukur yang
telah berisi ekstrak
kering daun lidah mertua tersebut
dilakukan satu kali
pengetukan.
Berat jenis
nyata
Sedangkan
penentuan berat jenis mampat ditentukan dengan dilakukan pengetukan
(1250 kali) hingga didapat volume
yang tetap (Vt),
Berat jenis mampat=
Selain itu juga
ditentukan nilai kompresibilitas dan faktor hausner.
Kompresibilitas =
x 100 %
Faktor
Hausner =
7.
Penentuan Berat
Jenis Benar (Nuri dkk, 2013)
Penentuan berat
jenis benar (ρT)
dilakukan menggunakan piknometer dan parafin liquidum, semua penimbangan dilakukan
pada suhu 20°
C (suhu ideal pengukuran densitas). Piknometer
kosong yang telah diketahui
volumenya (a) ditimbang beratnya (b)
kemudian diisi paraffin
liquidum dan ditimbang lagi (c). Densitas (ρ) paraffin liquidum dihitung
dengan persamaan (7).
ρ paraffin liquidum =
(7)
Ekstrak kering
sebanyak 2 g yang telah dikeringkan hingga
berat konstan dimasukkan ke
dalam piknometer, kemudian
ditimbang (d), lalu ditambahkan
paraffin liquidum ke
dalam piknometer sampai penuh,
dan ditimbang kembali beratnya
(e). Berat jenis
benar (ρT) dihitung dengan
persamaan (8)
berat jenis benar =
x ρ parafin liquidum.
HASIL DAN PEMBAHASAN.
Hasil identifikasi tumbuhan lidah mertua
di Herbarium Universitas Andalas (ANDA) Spesies Sansevieria trifasciata Prain dan famili Asparagaceae dengan nomor
identifikasi 287/K-ID/XI/2014
Hasil
rendemen ekstrak kental daun lidah mertua 2,563%
Hasil
pembuatan ekstrak kering daun lidah mertua, 68,756 gram Wacker HDK (colloidal silicon dioxide) ditambahkan
153.78 gram ekstrak kental (1 : 2,24)
menghasilkan ekstrak sebanyak 205,9876 gram Masa yang hilang kemungkinan
disebabkan hilangnya kadar lembab dalam ekstrak dan pada umumnya ekstrak yang
berasal dari tumbuhan bersifat sangat higroskopis (Nuri dkk, 2013).
Hasil
pemeriksaan fitokimia ekstrak kental daun lidah mertua positif alkaloid,
flavonoid, saponin, terpenoid (Sunilson et
al, 2009) dan hasil pemeriksaan fitokimia ekstrak kering daun lidah mertua
positif flavonoid, fenolik dan terpenoid Ini
mungkin disebabkan perbedaan kesuburan tanah tempat tumbuh, iklim lingkungan,
waktu panen, umur, cara pengolahan dan sebagainya.
Hasil
standardisasi ekstrak kering daun lidah mertua dapat
dilihat pada Tabel I terdiri dari pemeriksaan organoleptis ekstrak kering
lidah mertua (bentuk serbuk, warna hijau kecoklatan, bau khas, rasa pahit).
tujuan dari uji organoleptis untuk pengenalan awal bahan baku obat secara
sederhana dan subjektif (Nuri dkk, 2013).
Kadar
senyawa yang larut dalam air 11,1547 %, kadar senyawa yang larut dalam pelarut
etanol 39,2397 %. Penetapan kadar senyawa yang larut dalam
air dan etanol pada ekstrak kering daun lidah mertua bertujuan untuk memberikan
gambaran awal tentang jumlah kandungan senyawa yang dapat diekstraksi dengan
pelarut air dan etanol. Hasil menunjukkan bahwa senyawa yang dapat terekstraksi
lebih banyak oleh pelarut etanol dibandingkan dengan pelarut air. Air adalah
pelarut yang bersifat polar, sehingga hanya dapat mengekstraksi senyawa yang
bersifat polar. Sedangkan etanol bersifat universal artinya dapat mengekstraksi
senyawa yang bersifat polar dan non polar (Nuri dkk, 2013).
Susut
pengeringan 15,8627 %. Pengujian susut pengeringan menunjukkan
besarnya massa yang hilang akibat pemanasan, massa yang hilang akibat pemanasan
ini berupa molekul air, minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap yang
tercampur dengan ekstrak kering daun lidah mertua. Hasil yang didapatkan dari
pengujian lebih dari 10% ini disebabkan karena adanya Wacker HDK (colloidal silicon dioxide) yang
bersifat higroskopis yang mudah menyerap lembab dari udara, ini akan
berpengaruh dalam proses penyimpanan, semakin kecil kadar lembabnya, maka akan
tahan lebih lama dalam penyimpanannya dan saat dicetak menjadi masa tablet
tidak lengket pada ruang cetakan dan dikeluarkan dengan mudah tanpa terjadi
pemisahan lapisan tablet (Nuri dkk, 2013).
Kandungan
air 15,392 %. Penentuan
kandungan air air bertujuan untuk memberikan batasan minimal (rentang) tentang
besarnya kandungan air yang terdapat pada ekstrak kering, dapat dilakukan
dengan tiga cara titrasi, destilasi dan gravimetri (Depkes RI, 2000). Pada penelitian ini dilakukan dengan
cara gravimetri dan didapatkan persentase yang tinggi karena banyaknya
kandungan air dalam bahan disebabkan karena adanya Wacker HDK (colloidal silicon dioxide) yang bersifat
adsorben yang menyerap kelembaban diudara.
Kadar
abu total 36,8542 %, kadar abu tidak larut asam 24,3077 %. Penentuan
kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran anorganik. Ekstrak kering yang
dipanaskan hingga senyawa organik berubah menjadi karbondioksida sehingga hanya
tertinggal senyawa anorganik saja. Hasilnya menunjukkan tingginya kadar abu
total dan kadar abu yang tidak larut asam pada ekstrak kering. Kadar abu yang
tinggi ini disebabkan adanya adsorben colloidal silicon dioxide yang merupakan
senyawa anorganik (SiO). Penentuan
kadar abu total bertujuan untuk menggambarkan jumlah kandungan logam dalam ekstrak
kering, sementara kadar abu tidak larut asam menunjukkan adanya silikat (Nuri
dkk, 2013).
Profil
kromatogram fase gerak n-Heksan : etil asetal (1 : 4) hasilnya terlihat 1
bercak (noda) pada sampel dengan Rf yaitu 0,81 dan satu bercak noda pada
pembanding, pembanding yang digunakan
adalah kuersetin memiliki Rf 0,8378.
Tujuan dilakukan pengujian KLT adalah untuk mengidentifikasi senyawa
dengan cara membandingkan nilai Rfnya, juga memberi gambaran kandungan kimia
dan juga mencegah pemalsuan terhadap zat aktif.
Kadar
flavonoid total Hasil penentuan panjang gelombang maksimum larutan kuersetin
yang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis diperoleh serapan maksimum pada
panjang gelombang 432,50 nm dengan absorban 0,274. Pada penentuan kurva
kalibrasi kuersetin, maka didapat persamaan regresi y = 0,00468 + 0,00833 x dengan koefisien
kolerasi (r) 0,99795. Pada penetapan kadar flavonoid total ekstrak etanol daun
lidah mertua (Sansevieria trifasciata
Prain) diperoleh kadar flavonoid total 5.454 µg/g.
Tabel I. Rekapitulasi
Data Standardisasi Ekstrak Kering Daun Lidah Mertua
No
|
Standardisasi
|
Pengamatan
|
1
|
Organolepis
|
Bentuk : serbuk
Warna
: Hijau Kecoklatan
Rasa : Pahit
Bau : Khas
|
2
|
Kadar senyawa yang larut
dalam air
|
11,1547 %
|
3
|
Kadar senyawa yang larut
dalam pelarut etanol
|
39,2397 %
|
4
|
Susut pengeringan
|
15,8627 %
|
5
|
Kadar air
|
15,392 %
|
6
|
Kadar abu total
|
36,8542 %
|
7
|
Kadar abu yang tidak
larut asam
|
24,3077 %
|
8
|
Profil kromatogram
|
Rf sampel 0,81
Rf pembanding 0,8378
|
9
|
Total flavonoid
|
5.454 µg/g
|
Hasil
praformulasi ekstrak kering daun lidah mertua bisa
dilihat pada Tabel II, terdiri dari, pH 4,58. pH
merupakan parameter awal dari suatu sediaan farmasi untuk menentukan
bioavailabilitas dari suatu sediaan obat.
Penentuan
ukuran partikel (rata- rata diameter panjang 24,03 µm, rata-rata diameter
permukaan 648,828 µm, rata-rata diameter volume 26,8697 µm, Rata-rata permukaan
panjang 8,6571 µm, rata-rata diameter volume permukaan 29,899 µm, rata-rata
diameter berat 32,8624 µm. Ukuran partikel berhubungan dengan laju
disolusi obat semakin kecil ukuran partikel semakin luas permukaan serbuk
berkontak dengan larutan dan akan semakin mudah untuk partikel melarut.
Morfologi
ekstrak dari gambar diketahui bahwa ekstrak
kering daun lidah mertua memiliki ukuran yang tidak seragam dari bulat, bulat
memanjang dan agak bulat.
Penyerapan
air disebabkan sifat partikel dalam ekstrak
yang bersifat mudah menyerap lembab (higroskopis) dan adanya bahan
penyerap Wacker HDK (colloidal silicon dioxide) didalam
ekstrak kering daun lidah mertua yang memiliki kemampuan menyerap kelembaban.
Penambahan kelembaban pada ekstrak kering daun lidah mertua pada hari kelima
dan keenam sudah agak konstan karena kemampuan menyerap ekstrak sudah mengalami
tingkat jenuh sehingga bobot ekstrak kering daun lidah mertua pada hari keenam
tidak akan mengalami peningkatan lagi.
sifat alir 63,1317 gram/detik, sudut diam
26,1372o. Sifat alir dan sudut diam ekstrak kering
daun lidah mertua baik karena rentang 4-10 untuk sifat alir dan rentang 25 – 30
untuk sudut diam masih dikatakan baik (Arunachalam dkk, 2011). Serbuk akan dapat mengalir dengan baik
jika kecepatan alir serbuk lebih besar dari 10 gram/detik dan sudut diam dalam
rentang ≤ 25o – 40o. Sifat alir serbuk tergantung kepada
sifat fisik (bentuk, ukuran, kompresibilitas), berat jenis nyata dan pengaruh
lingkungan (Kelembaban dan penyimpanan).
Berat
jenis nyata 0,7031 g/mL, berat jenis mampat 0,8128 g/mL, berat jenis benar
1,4787 g/mL, kompresibilitas 13,4973 g/mL, faktor hausner 1,156. Persen
kompresibilitas menunjukkan kemampuan serbuk untuk berkurang volumenya dibawah
tekanan. Selain itu juga dapat menunjukkan kemampuan alir suatu bahan. Ekstrak
kering daun lidah mertua yang memiliki persen kompresibilitas sebesar 13,4967 %
memiliki sifat alir yang baik karena masuk dalam rentang 12-18, sedangkan
faktor hausner juga baik karena masuk dalam rentang 1,1 - 1,18. Serbuk yang nilai berat jenis nyatanya rendah pada umumnya
memiliki porositas yang tinggi. Serbuk yang nilai porositas dan kohesivisitas
tinggi akan cenderung memberikan ikatan antar partikel yang kuat, memiliki
densitas yang rendah dan kompresibilitas yang tinggi sehingga akibatnya sifat
alirnya turun (Arunachalam dkk, 2011).
Tabel II. Rekapitulasi
Data Hasil Praformulasi Ekstrak Kering Daun Lidah Mertua
No
|
Praformulasi
|
Pengamatan
|
1
|
pH
|
4,583
|
2
|
Ukuran partikel
|
-
Rata-rata diameter panjang : 24,03 µm
-
- Rata-rata diameter permukaan :
648,828 µm
-
- Rata-rata diameter volume : 26,8697
µm
-
- Rata-rata permukaan panjang : 8,6571
µm
-
- Rata-rata diameter volume permukaan :
29,899 µm
-
- Rata-rata diameter berat : 32,8624 µm
|
3
|
Morfologi ekstrak
|
Bentuk tidak beraturan, berbentuk
bulat, agak bulat dan bulat memanjang.
|
4
|
Penyerapan air
|
Berat ekstrak kering konstan pada hari
keenam.
|
5
|
Sifat alir
Sudut diam
|
6,1317 gram/detik
26,1372 o
|
6
|
Bj nyata
Bj mampat
|
0,7031 g/mL
0,8128 g/mL
|
7
|
Bj benar
Kompresibilitas
Faktor Hausner
|
1,5551 g/mL
13,4973%
1,156
|
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ekstrak kering daun lidah mertua memiliki
karakter yaitu rasa pahit dengan bentuk serbuk halus, bau khas, berwarna hijau
kecoklatan. Kadar senyawa larut air dan etanol sebesar 11,1547 % dan 39,2397 %,
susut pengeringan 15,8627 %, kadar air 15,392 %, kadar abu total sebesar
36,8542 %, kadar abu tidak larut asam 24,3077 %. Profil kromatogram terlihat
satu noda sampel Rf 0,81 mendekati noda pembanding (kuersetin) dengan Rf 0,8378
dan total flavonoid 5.454 µg/g.
Ekstrak kering memiliki pH 4,58, memiliki
ukuran partikel ≤ 648,828 µm dengan ukuran yang tidak seragam, bentuk bulat,
agak bulat dan bulat memanjang, memiliki bobot konstan setelah 6 hari
penyimpanan. Besar sifat alir dan sudut diam adalah sebesar 6,1317 gram/detik dan 26,1372o, berat
jenis nyata 0,7031 g/mL, berat jenis mampat 0,8128 g/mL, berat jenis benar
1,4787 g/mL, kompresibilitas 13,4973 % dan faktor hausner 1,156.
Saran
Diharapkan
pada peneliti selanjutnya untuk membuat berbagai formulasi dari ekstrak kering
daun lidah mertua seperti tablet dan kapsul.
DAFTAR PUSTAKA
Arunachalam, A.
Dan Mazumder A,
2011. The Outcome Of Formulation and In
Vitro Release Studies Of Levothyroxin Sodium Tablets. J Asian of
Pharmaceutical Science & Technology. Vol 1.
Issue 1. 33-39.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 1995a. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan, Jakarta
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 1995b. Materia Medika Indonesia. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan, Jakarta
Dewi, Y. S. dan
Hapsari I, 2012. Kajian Efektifitas Daun Puring (Codieaeum variegatum) dan Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata) dalam menyerap timbal udara ambien. J. Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia
Vol 5 no 2., Hal,: 1-7.
Harborne, J. B.,
1987. Metode fitokimia: Penunutun Cara
Modern Menganalisis Tumbuhan. ITB. Bandung.
Kemenkes RI,
2010. Suplemen I Farmakope Herbal
Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Nuri., Wicaksono
Y., dan Utami W. S., 2013. Standarisasi dan Studi Praformulasi Ekstrak Kering Daun Kembang Bulan. J Laporan Penelitian
Fakultas Farmasi Universitas Jember. Jawa Timur. Hal: 167-175.
Philip, D.,
Kaleena P. K., Valivittan K, dan Kumar G., 2011. Phytochemical Screening and
Amtimicrobial Activity of(Sansevieria
roxburghiana schult). J. Middle-East Journal of Scientific Research.,
10 (4): 512-518.
Pourmorad, F.,
Hosseinimehr S. J., Shahabimajd N., 2006. Antioxidant Activity, Phenol and
Flavonoid Contents of Some Selected Iranian Medicinal Plants. J. African Journal of Biotechnology Vol. 5
(11), pp. 1142-1145
Suharsi, T. K.
dan Andiani N. 2013. Pertumbuhan Tunas (Sansevieria
trifasciata prain ‘laurentii’) pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan
Konsentrasi GA3. J. Bul. Agrohorti., 1(1) : 89 – 93.
Sunilson, J. A.,
P Jayaray., R Varatharajan., Thomas J., James J., dan M Muthappan., 2009.
Analgesic ans Antipyretic Effects of(Sansevieria
trifasciata)Leaves.J. Afr. J. Trad.
CAM., 6 (4): 529 – 533.
Voight, R. 1995.
Buku Pelajaran teknologi farmasi.Edisi V.
Dierjemahkan oleh Dr. Soendani Noerono Soewandhi, Apt. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Zein. U.,
2005.,Pemanfaatan Tanaman Obat Dalam Upaya Pemanfaatan kesehatan. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. J. e-USU Repository Universitas Sumatera Utara.
Post a Comment