Jurnal Formulasi Gel Ektrak Etanol Kulit Batang Pinus Sebagai Anti Bakteri Pada Jerawat
Table of Contents
FORMULASI GEL
EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG PINUS (Pinus
merkusii
Jungh.& De Vriese)
SEBAGAI
ANTIBAKTERI
PADA
JERAWAT
Irna Mustika, Fifi Harmely, Ria Afrianti
Sekolah
Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang
ABSTRACT
In the present study to formulation gel ethanol extract
of pine stem bark as treatment acne with concentration 5%, 7,5%, 10% and was
evaluated for antibacterial activity against microorganism Staphylococcus aureus and Staphylococcus epidermidis with diffusion method. Gels were further subjected to evaluation of
physical properties like organoleptic, homogenity, pH, stability at room
temperature, the power spread test and irritation test. The formula gel ethanol
extract of pine stem bark the physical and chemical properties that have been
done on the gel ethanol extract of pine stem bark gives good result. The result
show antibacterial activity of gel ethanol extract of pine stem bark the most
good is formula F3 (gel ethanol extract of pine stem bark with a concentration
of 10%) against the bacteria Staphylococcus
epidermidis zone inhibition diameter 20,18 mm, including the strong
category. But against the bacteria Staphylococcus
aureus with zone inhibition diameter 12,82 mm, including categories of the
weak. Based on the results of statistical analysis one-way ANOVA,
there is a meaningful difference from formula gel ethanol extract of pine stem bark on (P < 0.05).
Kata kunci : Antibakteri, Staphyloccocus aureus, Staphylococcus epidermidis, jerawat, gel, Kulit batang pinus
PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang pertama kali
terkena polusi dan jasad renik (mikroba) yang tumbuh dan hidup di lingkungan
kita (Anwar, 2012).
Jerawat adalah
suatu kondisi abnormal kulit akibat gangguan produksi kelenjar minyak yang
mengakibatkan penyumbatan saluran folikel rambut dan peradangan yang umumnya
dipicu oleh bakteri (Djuanda, 1999). Disamping menimbulkan masalah pada kulit,
jerawat juga dapat mengurangi kepercayaan diri, mengganggu kelancaran
komunikasi, menyebabkan depresi dan penurunan kualitas hidup. Jerawat ditandai
dengan adanya komedo, papul, postul, nodus dan kista pada daerah wajah, leher,
lengan atas, dada, dan punggung. Jasad renik yang sering berperan adalah Propionibacterium acnes, Staphylococcus
epidermidis dan Staphylococcus aureus (Wasitaatmadja, 1997 ; Brooks dkk,
2008).
Pinus
merkusii
Jungh.& De Vriese merupakan salah satu jenis tumbuhan pinus yang tumbuh di
Indonesia (Siregar, 2005). Pinus sp
mengandung tanin dengan kandungan yang tinggi terutama tanin terkondensasi
(Proanthocyanidin), tanin terkondensasi merupakan polimer katekin, tanin merupakan
senyawa polifenol alami. Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri
adalah menghambat enzim reverse transkriptase
dan DNA topoisomerase sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk (Nurnawati
& Sembiring, 2003 ; Nuria dkk, 2009).
Salah satu
bentuk sediaan farmasi yang digunakan sebagai obat jerawat adalah gel. Sediaan dalam bentuk gel lebih
menguntungkan dari pada bentuk sediaan semi padat lainnya, diantaranya mudah
dalam pembuatan, mudah dioleskan pada kulit, mempunyai bentuk yang menarik,
menimbulkan rasa dingin melalui proses penguapan air yang lambat pada kulit
(Voigt, 1995).
Berdasarkan
penjelasan diatas maka dilakukan penelitian tentang pengujian terhadap potensi
antibakteri dari ekstrak etanol kulit batang Pinus merkusii Jungh.& De Vriese yang dapat mengatasi jerawat
dan memformulasinya dalam bentuk sediaan gel.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah Rotari evaporator, botol maserasi, gelas ukur, corong,
cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, erlenmeyer, penjepit, pinset, batang pengaduk, pipet tetes, inkubator, LAF (Laminar Air Flow), autoklaf, lampu
spritus, jarum ose, kapas
steril, koran bekas, kain kasa steril, lumpang, stampher, sudip, pot salep, tube, timbangan analitik, kaca objek,
pH meter, krus porselen, desikator, kertas grafik, plastik
transparan, magnetik stirer, beaker glass, kertas saring, mikroskop, oven.
Bahan yang digunakan adalah kulit batang pinus (Pinus merkusii Jungh.& De Vriese), alkohol 70%, alkohol 96%, propilenglikol,
HPMC (Hidoksi propil metil selulosa), nipagin, aqua dest, biakan bakteri Staphylococcus epidermidis, biakan bakteri Staphylococcus aureus, Mc Farland 0,5, plasma, media Heart Infusion
Borth (HIB), H2O2 3%, larutan Kristal violet, larutan
lugol, larutan safranin, NaCl fisiologis, media NA agar, DMSO, gel VR®,
pereaksi HCl (p), Serbuk Mg, pereaksi FeCl3, reagen
Liberman-Burchard, kloroform, amoniak, H2SO4, pereaksi
mayer.
Identifikasi
sampel
Identifikasi sampel
dilakukan di Herbarium Jurusan Biologi Universitas Andalas Padang.
Pengambilan sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kulit batang Pinus merkusii
Jungh.& De Vriese yang
diambil di Kebun Raya Bung Hatta, Padang, Sumatera Barat.
Ekstraksi kulit batang pinus
Kulit batang pinus
dibersihkan, ditimbang ± 5 kg, kemudian dirajang dan dikering anginkan selama 3 hari,
lalu diserbukkan dan dimaserasi dengan etanol 70% selama 3 hari. Maserat
disaring dan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan, kemudian dipekatkan
dengan rotary evaporator hingga
diperoleh ekstrak kental.
Pemeriksaan
Ekstrak Etanol Kulit Batang Pinus
a.
Uji
fitokimia (Harborne, 1987)
Ekstrak etanol
kulit batang pinus dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml aquadest
dan 5 ml kloroform, dibiarkan sampai terbentuk 2 lapisan air dan kloroform.
- Uji
Flavonoid (Metode “Sianidin Test”)
Ambil
lapisan air 1 – 2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu tambahkan serbuk Mg dan
HCl (p), terbentuknya warna merah menandakan adanya flavonoid.
- Uji
Fenolik
Ambil
lapisan air 1 – 2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu tambahkan pereaksi FeCl3,
terbentuknya warna biru menandakan adanya kandungan fenolik.
- Uji
Saponin
Ambil lapisan
air, kocok kuat – kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya busa yang permanen (±
15 menit) menunjukkan adanya saponin.
- Uji
Terpenoid dan Steroid (Metode “Simes”)
Ambil sedikit
lapisan kloroform, tambahkan norit lalau saring, teteskan pada plat tetes,
keringkan, kemudian teteskan asam asetat anhidrat dan H2SO4 (p),
terbentuknya warna biru ungu menandakan adanya steroid, sedangkan bila
terbentuk warna merah menunjukkan adanya terpenoid.
- Uji Alkaloid (Metode “Culvenore –
Fristgerald”)
Ambil
sedikit lapisan kloroform tambahkan 10 ml kloroform amoniak 0,05 N, aduk
perlahan tambahkan beberapa tetes H2SO4 2N kemudian
dikocok perlahan, biarkan memisah. Lapisan asam ditambahkan beberapa tetes
pereaksi mayer, reaksi positif alkaloid ditandai dengan adanya kabut putih
hingga gumpalan putih.
- Uji Proantosianidin
Ekstrak
dilarutkan dalam butanol ditambah HClp, terbentuknya warna merah dengan
pemanasan menunjukkan adanya proantosianidin.
b. Pemeriksaan organoleptis
Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati bentuk,warna, dan
bau.
c. Pemeriksaan kelarutan
Pemeriksaan kelarutan dilakukan dengan melarutkan ekstrak kental pada air dan etanol 96% (Djamal, 2010).
d. Pemeriksaan kadar Abu
Ekstrak kental ditimbang 1 gram dimasukkan kedalam krus porselen yang
telah dipijarkan dan di timbang. Dipijarkan perlan-lahan pada suhu 600-700oC
hingga arang habis, lalu didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap
(Depkes RI, 2000).
e. Pemeriksaan susut pengeringan
Ekstrak kental ditimbang 1 gram dimasukan kedalam cawan penguap yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan
telah ditara. Kemudian di masukan ke dalam oven pada suhu 105oC
selama 2 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh
bobot tetap (Depkes RI, 1995).
f. Pemeriksaan pH ekstrak
Dengan menggunakan pH meter. Alat di kalibrasi terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan dapar pH 4 dan larutan dapar pH 7. Angka yang muncul pada
alat berada pada harga pH larutan tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan
aquadest dan dikeringkan dengan tisu. Pengukuran pH ekstak kental dilakukan
dengan cara mengencerkan 1 gram ekstrak etanol kulit batang pinus dengan aqua dest hinggá 10 ml dalam wadah yang cocok.
Elektroda dicelupkan kedalam wadah tersebut dan dibiarkan angka bergerak sampai
posisi konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH ekstrak
etanol kulit batang pinus.
Tabel I. Formulasi
Basis
Gel dan Gel Ekstrak Etanol Kulit Batang Pinus (Pinus Merkusii
Jungh.& De Vriese)
Komposisi
|
F0 (%)
|
F1 (%)
|
F2 (%)
|
F3 (%)
|
Ekstrak Etanol Kulit Batang Pinus
|
0
|
5
|
7,5
|
10
|
HPMC
|
5
|
5
|
5
|
5
|
Propilenglikol
|
10
|
10
|
10
|
10
|
Nipagin
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
Aquadest ad
|
100
|
100
|
100
|
100
|
Cara Pembuatan Basis Gel
Dilarutkan
nipagin dengan air panas sampai larut. Kemudian dikembangkan HPMC dengan air
sisa dalam beaker glass dan di diamkan
selama 30-60 menit sambil sesekali diaduk. Setelah mengembang dimasukkan
kedalam lumpang, kemudian ditambahkan propilenglikol dan larutan nipagin, kemudian
digerus hingga homogen.
Cara
Pembuatan Gel Ekstrak Etanol Kulit Batang Pinus
Dilarutkan
nipagin dengan air panas sampai larut. Kemudian dikembangkan HPMC dengan air
sisa dalam beaker glass dan didiamkan
selama 30-60 menit sambil sesekali diaduk. Setelah mengembang dimasukkan
kedalam lumpang. Kemudian ditambahkan campuran ekstrak etanol kulit batang
pinus, larutan nipagin dan propilenglikol sedikit demi sedikit, kemudian
digerus hingga homogen.
Evaluasi Basis Gel dan Gel Ekstrak
Etanol Kulit Batang Pinus
1.
Pemeriksaan pemerian (Depkes RI, 1979)
Pengamatan
terhadap bentuk, bau dan warna dilakukan secara visual sebelum dan sesudah
didiamkan pada suhu kamar selama 6 minggu.
2.
Pemeriksaan homogenitas (Depkes RI,
1979)
Gel ditimbang
0,1 g kemudian dioleskan secara merata dan tipis pada kaca transparan, sediaan
harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat butir-butir kasar.
3.
Pemeriksaan stabilitas dengan
pendinginan (Voigt, 1995)
Pemeriksaan ini
bertujuan untuk melihat apakah terjadi pemisahan fase dalam sediaan selama
penyimpanan suhu rendah.
·
Pada suhu dingin
Caranya: gel dimasukkan ke dalam lemari pendingin
selama 24 jam. Gel yang tidak menunjukkan pemisahan dinilai sebagai sediaan
stabil. Pengamatan dilakukan selama 6 minggu.
·
Pada suhu kamar
Caranya: gel didiamkan pada suhu kamar
selama 24 jam, kemudian diamati perubahan yang terjadi. Gel yang tidak
menunjukkan pemisahan dinilai sebagai sediaan stabil. Pengamatan dilakukan
selama 6 minggu.
4.
Pemeriksaan pH (Depkes RI, 1979)
Pemeriksaan
ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat ini dikalibrasi terlebih
dahulu dengan menggunakan larutan dapar asetat pH 4,0 dan dapar fosfat pH 7,0
sehingga angka muncul pada alat berada pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci
dengan aqua dest dan dikeringkan dengan tissue. Pengukuran pH basis gel
dilakukan dengan cara: sebanyak 1 gram
gel diencerkan dengan aqua dest hingga 10 mL dalam wadah yang cocok. Elektroda
dicelupkan kedalam wadah tersebut, biarkan jarum bergerak sampai pada posisi
konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan nilai pH basis gel.
Pengamatan dilakukan selama 6 minggu.
5.
Uji daya menyebar (Voigt, 1995)
Basis
sebanyak 0,5 g diletakkan hati-hati diatas kaca transparan yang beralaskan
kertas grafik, biarkan sediaan melebar pada diameter tertentu. Kemudian tutup
dengan plastik transparan dan diberi beban (1g, 2g, 5g), lalu diukur
pertambahan luas setelah diberi beban.
6.
Pemeriksaan iritasi kulit (Wasiatmadja, 1997)
Pengujian
iritasi kulit dengan cara uji tempel tertutup pada kulit manusia dimana 0,1 g
basis gel dioleskan pada pangkal lengan bagian dalam dengan diameter pengolesan
3 cm kemudian ditutup dengan perban dan plester, biarkan selama 24 jam kemudian
dioleskan lagi, lakukan selama 3 hari. Setelah itu amati gejala yang
ditimbulkan, apabila tidak menimbulkan iritasi pada kulit, massa sediaan
dinyatakan memenuhi syarat pengujian.
Identifikasi
bakteri
a. Pewarnaan
gram
1. Sediaan
bakteri difiksasi di atas gelas preparat dan diwarnai dengan Kristal ungu selama 5 menit
2. Zat
warna Kristal ungu tersebut kemudian dicuci dan dibilas
3. Kemudian
sediaan diwarnai dengan larutan lugol dan didiamkan selama 45-60 detik
4. Larutan
lugol ditiriskan dan sediaan dicuci dengan alcohol 96% selama 15-30 detik atau
digoyang-goyangkan sampai tidak ada zat warna yang mengalir lagi
5. Sediaan
dicuci dengan air dan diwarnai dengan larutan safranin selama 30 detik
6. Sediaan
dicuci dikeringkan dan diperiksa di bawah mikroskop. Warna ungu untuk bakteri
gram positif dan warna merah untuk bakteri gram negatif.
b. Uji
katalase
Uji
katalase berguna dalam mengidentifikasi kelompok bakteri yang dapat
menghasilkan enzim katalase. Dilakukan dengan cara : di atas kaca objek
ditetesi satu tetes H2O2 3%, ditambahkan koloni bakteri dan langsung diamati
terjadinya penguraian hidrogen peroksida. Dinyatakan positif bila menghasilkan
enzim katalase yang ditandai dengan terbentuknya gelembung udara dan negatif
bila tidak ada gelembung udara. Ini terjadi karena bakteri mampu menguraikan
hidrogen peroksida.
c. Uji
Koagulase
Uji
koagulase digunakan untuk melihat kemampuan bakteri yang menghasilkan enzim
yang dapat menggumpalkan fibrin. Uji koagulase dilakukan dengan cara, dari
media agar darah diinokulasi 1-3 koloni bakteri ke dalam media HIB. Kemudian
diencerkan 1 mL plasma dengan 4 mL aquadest, lalu dipipet 0,5 mL dan masukkan
ke dalam biakan HIB dan dihomogenkan. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C
selama 24 jam. Diamati pembentukan gumpalan pada medium, adanya gumpalan
seperti awan menunjukkan hasil positif Staphylococcus
aureus. Jika tidak berarti positif Staphylococcus
epidermidis.
Pengujian Aktivitas Antibakteri Gel Ekstrak
Etanol Kulit Batang Pinus
a.
Sterilisasi alat dan bahan
Semua alat
disterilkan dalam oven pada suhu 160˚C selama 1 jam. Erlenmeyer dan gelas ukur
mulutnya ditutup dengan kapas dan dibungkus satu persatu dengan kertas koran lalu disterilkan dalam autoclave
pada suhu 121o C selama 15 menit tekanan 15 lubis. Pinset, jarum ose
dan kaca objek disterilkan dengan cara di flamber menggunakan lampu spritus.
b. Pembuatan Media NA
Dibuat dengan melarutkan 20 gram NA dalam 1 L aquadest dalam labu erlenmeyer goyang-goyang selama 15
menit dan dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk sampai larut sempurna. Labu ditutup dengan kapas yang dibungkus
dengan kain kasa, kemudian disterilkan dalam autoklav pada suhu 121˚C selama 15
menit tekanan 15 lubis.
c. Pembuatan suspensi mikroba uji
Koloni bakteri
disuspensikan dalam larutan NaCl Fisiologis steril dalam tabung reaksi steril
dan dihomogenkan kemudian diukur kekeruhan dari suspensi yang setara dengan
kekeruhan standar Mc Farland 0,5.
d. Pengujian
aktifitas antibakteri gel ekstrak etanol kulit batang pinus
·
Uji pendahuluan terhadap ekstrak etanol
kulit batang pinus
Sebanyak
10 mL media NA Agar dimasukkan dalam cawan petri biarkan
memadat (Base layer). Setelah itu
dibuat (seed layer) dengan cara
mencampur 5 ml media NA agar dengan 1 ml suspensi bakteri, dihomogenkan lalu
dituang diatas base layer biarkan
memadat, selanjutnya kertas cakram steril ditetesi dengan 10 µL sediaan uji
kemudian di inkubasi pada suhu 37o selama ± 24 jam. Amati
pertumbuhan bakteri dan diukur diameter daya hambat ditandai dengan adanya
daerah yang tidak ditumbuhi oleh bakteri. Pengujian dilakukan terhadap ekstrak
etanol kulit batang pinus pada konsentrasi 5%, 7,5% dan 10% dan sebagai kontrol
negatif DMSO.
·
Pengujian aktivitas antibakteri gel
ekstrak etanol kulit batang pinus
Sebanyak
10 mL media NA Agar dimasukkan dalam cawan petri biarkan
memadat (Base layer). Setelah itu
dibuat (seed layer) dengan cara
mencampur 5 ml media NA agar dengan 1 ml suspensi bakteri, dihomogenkan lalu
dituang diatas base layer biarkan
memadat. Setelah media padat, dicetak 5 buah lubang menggunakan pangkal pipet
tetes dengan diameter 5 mm, lalu
dimasukkan sediaan uji yang telah ditimbang ± 40 mg, kemudian diinkubasi selama
± 24 jam. Amati pertumbuhan bakteri dan diukur diameter daya hambat ditandai
dengan adanya daerah yang tidak ditumbuhi oleh bakteri. Pengujian dilakukan
terhadap sediaan F1, F2, F3. Sebagai pembanding digunakan gel VR® dan
kontrol negatif digunakan basis gel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian
ini bertujuan untuk memformulasi gel dari ekstrak etanol kulit batang pinus dan
melihat kemampuan ekstrak etanol kulit batang pinus dalam gel sebagai
antibakteri pada jerawat.
Ekstraksi
sampel dilakukan dengan metoda maserasi. Proses
maserasi ini dilakukan selama 3 hari dan prosesnya diulangi sebanyak tiga kali.
Masing- masing maserat digabungkan, kemudian diuapkan dengan alat rotary evaporator hingga didapatkan
ekstrak kental kulit batang pinus sebanyak 29,34 gram, dengan rendamen 0,66%.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan ekstrak etanol kulit batang pinus yang
meliputi uji fitokimia, pemeriksaan organoleptis, kelarutan, kadar abu, susut
pengeringan, dan pengukuran pH. Hasil
pemeriksaan fitokimia memberikan hasil bahwa ekstrak etanol kulit batang pinus
positif (+) mengandung senyawa fenolik, flavonoid, saponin, terpenoid,
proantosianidin dan negatif (-) alkaloid, steroid.
Pemeriksaan susut pengeringan ekstrak
didapat 12,48%. Penentuan susut pengeringan dimaksud untuk
mengetahui persentase senyawa yang hilang selama proses pemanasan, tidak hanya
air tapi senyawa yang menguap lainnya (Depkes RI, 2000). Pemeriksaan kadar abu
diperoleh 0,4%, kadar abu sampel ditentukan untuk mengetahui kandungan mineral
dalam sampel, mineral sebagai senyawa anorganik dalam bahan akan tertinggal
dalam bentuk abu.
Pemeriksaan
bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan gel dilakukan menurut Farmakope Indonesia Edisi
III dan Handbook of Farmaceutical
Exipient. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan pemerian dan kelarutan.
Dari hasil pemeriksaan menunjukkan hasil bahwa semua bahan tambahan yang
digunakan sudah memenuhi persyaratan.
Evaluasi sediaan
gel meliputi pemeriksaan organoleptis,
homogenitas, stabilitas pada suhu ruangan dan dengan pendinginan, pH, uji daya
menyebar, dan uji iritasi kulit sediaan gel.
Pemeriksaan
organoleptis meliputi warna, bau dan bentuk. Gel ekstrak etanol kulit batang
pinus berwarna coklat, berbentuk setengah padat dan berbau aromatis. Secara
organoleptis sampai minggu ke enam gel ekstrak etanol kulit batang pinus tidak
menunjukkan adanya perubahan.
Pemeriksaan
homogenitas basis gel dan gel ekstrak etanol kulit batang menunjukkan susunan
yang homogen.
Hasil
pemeriksaan pH basis gel berkisar antara 6,04 - 6,20,
sedangkan pH gel ekstrak etanol kulit batang pinus berkisar antara 4,51-4,83.
pH sediaan sesuai dengan kondisi pH kulit. pH kulit 4,5-6.0 (Wasitaatmadja,
1997)
Pemeriksaan
stabilitas gel menunjukkan bahwa gel ekstrak etanol kulit batang pinus tidak
memisah sampai minggu ke enam.
Pemeriksaan uji
daya menyebar basis gel dan gel ekstrak etanol kulit batang pinus dilakukan
dengan metoda ekstensometri, menghitung pertambahan luas yang diberikan oleh
sediaan bila diberi beban dalam selang waktu tertentu. Ini bertujuan untuk
melihat konsistensi dari sediaan, dan untuk melihat pengolesan sediaan pada
kulit dimana sediaan dengan daya menyebar yang baik akan memberikan penyebaran
dosis yang merata pada kulit.
Pemeriksan uji
iritasi kulit menunjukkan bahwa tidak terjadinya iritasi pada kulit panelis.
Tabel II. Rekapitulasi Data Evaluasi Gel Ekstrak
etanol kulit batang pinus
Evaluasi
|
Formula
|
||||
F0
|
F1
|
F2
|
F3
|
P
|
|
Organoleptis
Bentuk
Warna
Bau
|
Sp
T
Tb
|
Sp
CM
Bk
|
Sp
C
Bk
|
Sp
CT
Bk
|
Sp
T
Bk
|
Homogenitas
|
H
|
H
|
H
|
H
|
H
|
Pemeriksaan
stabilitas
pada
suhu 5 0C
|
TM
|
TM
|
TM
|
TM
|
TM
|
Pemeriksaan
stabilitas
pada suhu kamar
|
TM
|
TM
|
TM
|
TM
|
TM
|
Pemeriksaan
pH
|
6,12
|
4,83
|
4,68
|
4,54
|
5,91
|
Uji daya
menyebar (cm2)
Beban
1g
Beban
2g
Beban
5g
|
3,29
3,36
5,06
|
1,92
2,61
4,18
|
1,49
1,76
3,37
|
1,23
1,49
3,02
|
3,71
4,59
7,06
|
Uji
iritasi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Ket :
Sp : Setengah padat H : Homogen
T : Transparan C : Coklat
Bk : Bau Khas CM : Coklat muda
Tb : Tidak Berbau CT :
Coklat tua
TM :Tidak Memisah (-) : Tidak Mengiritasi
Pemeriksaan aktivitas antibakteri gel
ekstrak etanol kulit batang pinus terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dan Staphylococcus epidermidis dengan menggunakan metoda difusi
agar.
Untuk
mengidentifikasi bakteri dilakukan pewarnaan gram, uji katalase dan uji
koagulase yang hasilnya untuk bakteri Staphylococcus aureus termasuk
bakteri gram positif, positif mengandung katalase dan positif mengandung
koagulase untuk bakteri Staphylococcus epidermidis termasuk bakteri gram positif,
positif mengandung katalase dan tidak mengandung koagulase.
Diameter daya
hambat yang diberikan pada pemeriksaan pendahuluan aktivitas
antibakteri ekstrak etanol kulit batang pinus adalah : pada bakteri Staphylococcus aureus : 5%=9,06 mm; 7,5%
= 10,34 mm; 10%= 11,62 mm; DMSO = 0
mm. Pada bakteri Staphylococcus
epidermidis : 5%=13,86 mm; 7,5% = 14,83 mm; 10%= 19,52 mm; DMSO
=
0 mm.
Pengujian
aktivitas antibakteri gel ekstrak etanol kulit batang pinus pada bakteri Staphylococcus aureus :
F1,
F2, F3 memberikan daerah hambat dengan diameter rata-rata 11,22 mm, 11,82 mm,
dan 12,82 mm. Pembanding VR® memberikan daerah hambat dengan
diameter rata-rata 40,96 mm. Sedangkan pada
bakteri Staphylococcus epidermidis : F1, F2, F3
memberikan daerah hambat dengan diameter rata-rata 15,41 mm, 18,19 mm, dan
20,18 mm. Pembanding VR® memberikan
daerah hambat dengan diameter rata-rata 32,69 mm. Sediaan F0
tidak memberikan daerah hambat. Hal ini dapat dilihat pada
tabel III dan IV.
Tabel III. Diameter daya hambat sediaan gel pada bakteri Staphylococcus aureus
Perlakuan
|
Staphylococcus aureus
|
||||
Diameter
daya hambat (mm)
|
|||||
F0
|
FI
|
FII
|
FIII
|
P
|
|
I
|
-
|
10,92
|
11,72
|
13,59
|
45,92
|
II
|
-
|
11,27
|
12,25
|
12,96
|
38,64
|
III
|
-
|
11,47
|
11,5
|
11,91
|
38,34
|
Rata-rata
|
-
|
11,22
|
11,82
|
12,82
|
40,96
|
Tabel IV. Diameter daya hambat sediaan gel pada bakteri Staphylococcus epidermidis
Perlakuan
|
Staphylococcus epidermidis
|
|||||
Diameter
daya hambat (mm)
|
||||||
F0
|
FI
|
FII
|
FIII
|
P
|
||
I
|
-
|
13,81
|
17,85
|
20,04
|
26,74
|
|
II
|
-
|
17,82
|
18,97
|
22,24
|
35,19
|
|
III
|
-
|
14,61
|
17,75
|
18,27
|
36,15
|
|
Rata-rata
|
-
|
15,41
|
18,19
|
20,18
|
32,69
|
|
Pada pengujian
aktifitas antibakteri dengan menggunakan sediaan gel ekstrak etanol kulit
batang pinus diperoleh hasil bahwa gel ekstrak etanol kulit batang pinus
memberikan daya hambat lebih luas terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis daripada bakteri Staphylococcus aureus.
Ini
disebabkan karena bakteri Staphylococcus aureus memiliki dinding
yang terdiri dari 50% lapisan peptidoglikan dan memiliki susunan dinding yang
kompak. Dinding inilah yang menyebabkan bakteri Staphylococcus aureus bersifat sangat
toleran. bakteri Staphylococcus aureus termasukbakteri
yang memiliki aktivitas koagulase positif sedangkan bakteri Staphylococcus epidermidis
koagulase
negatif,sehingga bakteri Staphylococcus aureus bersifat lebih
patogen daripada bakteri Staphylococcus epidermidis. Keadaan
inilah yang menyebabkan bakteri Staphylococcus epidermidis lebih peka
terhadap ekstrak etanol kulit batang pinus yang diberikan daripada bakteri Staphylococcus aureus.
Berdasarkan
tabel respon hambatan pertumbuhan bakteri menurut Greenwood. Klasifikasi daya
hambat dibagi menjadi empat kategori yaitu kuat = >20 mm, sedang = 16-19 mm, lemah = 10-15
mm, dan tidak ada < 10 mm (Mulyani et
all, 2010). Dari hasil yang diperoleh bahwa daya hambat terbesar diberikan
oleh gel ekstrak etanol kulit batang pinus dengan konsentrasi 10% terhadap
bakteri Staphylococcus epidermidis dengan diameter
daya hambat 20,18 mm. Ini dikategorikan kedalam respon hambatan pertumbuhan
bakteri golongan kuat.
Berdasarkan hasil analisa statistik
ANOVA satu arah terdapat perbedaan yang bermakna dari ekstrak dan formula gel ekstrak
etanol kulit batang pinus dengan (p < 0,05). Dan
bila dilakukan uji lanjut Duncan pada bakteri Staphylococcus aureus terhadap
ekstrak etanol kulit batang pinus konsentrasi 5%, 7,5%, 10% tidak terdapat
perbedaan yang bermakna, tetapi terdapat perbedaan yang bermakna terhadap DMSO,
pada gel terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara F1, F2 dan F3, tetapi terdapat perbedaan yang
bermakna dengan F0 dan pembanding, F3 memiliki kemampuan yang hampir sama
dengan F2 dan F1. Bila dilihat dari segi daya hambat F3 lebih bagus
dibandingkan dengan F2 dan F1.
Pada bakteri Staphylococcus epidermidis terhadap
ekstrak etanol kulit batang pinus tidak ada perbedaan yang bermakna antara
ekstrak etanol kulit batang pinus konsentrasi 5% dengan 7,5%, tetapi terdapat
perbedaan yang bermakna dengan DMSO dan ekstrak etanol kulit batang pinus
dengan konsentrasi 10%, pada formula gel terdapat perbedaan yang tidak bermakna
antara F2 dengan F3, tetapi terdapat perbedaan yang bermakna terhadap F0, FI
dan pembanding. F3 memiliki kemampuan yang hampir sama dengan F2. Bila dilihat
dari segi daya hambat F3 lebih bagus dibandingkan dengan F2, tapi bila dilihat
dari segi formula, F2 lebih bagus karena dengan konsentrasi yang lebih kecil F2
sudah memberikan daya hambat yang dikategorikan kedalam golongan kuat.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Berdasarkan
hasil evaluasi fisika dan kimia, gel ekstrak etanol kulit batang pinus
memberikan hasil yang baik dan memenuhi syarat sediaan gel.
2. Sediaan
gel yang mengandung ekstrak etanol kulit batang pinus konsentrasi 10% (F3) memberikan
aktivitas antibakteri yang lebih baik daripada F1 dan F2 terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dengan diameter
daya hambat 20,18 mm (p < 0,05).
Saran
Disarankan
kepada peneliti selanjutnya untuk menguji aktivitas antijamur ekstrak etanol
kulit batang pinus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar
E, 2012, Eksipien Dalam Sediaan Farmasi, Dian Rakyat,
Jakarta
2. Brooks,
Geo F, Janet S. Butel, and Stephen A. Morse, 2008, Mikrobiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
3.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1979, Farmakope Indonesia,Edisi III,
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,
Jakarta
4.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1995, Farmakope Indonesia,Edisi IV,
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta
6.
Djamal, Rusdji, 2010, Prinsip-prinsip Dasar Isolasi dan
Identifikasi, Universitas Baiturrahmah, Padang
7.
Djuanda, A, 1999, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
8.
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, ITB, Bandung.
9.
Mulyani Y, Bachtiar dan Kurnia, 2013, Peranan Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan Mangrove Terhadap Infeksi Bakteri
Aeromonas hydrophila Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.), FPIK Universitas
Padjadjaran, Bandung. J. Akuatika Vol 4 No.1,
Hal 1-9
10. Nuria
MC, Faizatun A dan Sumantri, 2009, Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Jarak Pagar (Jatropa curcas L.)
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATC 25923, Escherichia coli ATCC 25922
dan Salmonella typhi ATCC 1408, Staf Pengajar Fakultas Farmasi Universitas
Wahid Hasyim Semarang dan Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta. J. Ilmu–ilmu
Pertanian Vol 5 No 2, Hal 26 – 37
11. Nurnawati
E, Sembiring L, 2003, Isolasi dan
Karakterisasi Jamur Pendegradasi Katekin dari Seresah Pinus, Jurusan
Biologi FMIPA Universitas Sriwijaya, Palembang. J. Biota Vol 8 (3), Hal
119-130
12. Siregar
E, 2005, Pemuliaan Pinus Merkusii,
Fakultas Pertanian USU, Medan
13. Voigt,
R, 1995, Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi, edisi V, Diterjemahkan oleh Dr. Soendani Noerono Soewandhi, Apt,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
14. Wasiatmadja,
S. M, 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Universitas
Indonesia,Jakarta
Post a Comment