Saturday, March 18, 2017

JURNAL PERBANDINGAN CARA EKSTRAKSI TERHADAP PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA IKAN ASIN YANG BEREDAR DI KOTA PADANG MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Tags

PERBANDINGAN CARA EKSTRAKSI TERHADAP PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA IKAN ASIN YANG BEREDAR DI KOTA PADANG MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
Fatjriani, Regina Andayani, Verawati 
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang

JURNAL PERBANDINGAN CARA EKSTRAKSI TERHADAP PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA IKAN ASIN YANG BEREDAR DI KOTA PADANG MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS jurnal farmasi jurnal kimia farmasi PDF jurnal  farmasi IAI Jurnal Farmasetika Jurnal  Jurnal PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE ANALISIS ZAT PENGAWET NATRIUM BENZOAT PADA CABE MERAH GILING SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET jurnal kimia farmasi




ABSTRACT
Formaldehyde is a preservative that its used was prohibited as a food preservative. If this compound was ingested or inhaled it cause shor-term effect such as nausea, vomiting, and hypotension. Long-term effects suchs as stomach irritation, impaired brain function and nasopharyngeal cancer. This research had been done to determine formaldehyde content in anchovies at markets of Padang city by using a UV-Vis spectrophotometer method. Formaldehyde was extraction steam by using distillation and without distillation method. Solution from extraction process was reacted with Nash reagen. Experimental results showed that formaldehyde content by using steam distillation was 65.47 μg/g, 106.7 ug/g, 125.92 ug/g and without distillation was 117.43 ug/g, 79.65 μg/g, 99.7 μg/g. Based on statistical analysis SPSS 17 with T independent test showed that there was no significant difference of formaldehyde content from sample extract by distillation an without distillation (p> 0.05).
Keywords: anchovies, formaldehyde, spectrophotometry UV-Vis, reagnt Nash

PENDAHULUAN


Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, salah satu caranya adalah dengan pembuatan ikan asin (Suhartini dan Hidayat, 2005).

Formaldehid merupakan bahan pembunuh hama atau desinfektan dan bahan pengawet mayat (Prijono, 2007). Jika formaldehid ini tertelan atau terhirup akan menimbulkan efek. Efek jangka pendek dari formaldehida ini dapat menyebabkan; mual, muntah, diare, sakit perut parah, sakit kepala, hipotensi, vertigo, kejang, dan pingsan. Sedangkan efek jangka panjang dapat mengakibatkan iritasi lambung, gangguan fungsi otak dan sumsum tulang belakang, bahkan menyebabkan kanker nasofaring, jika formaldehida telah terakumulasi ditubuh (BPOM RI, 2009).

Metoda analisis yang telah dilakukan sebelumnya terhadap formalin yang terdapat pada ikan asin yaitu Analisi Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura (Hastuti, 2010), Uji Kandungan Formalin pada Ikan Asin Menggunakan Sensor Warna Dengan Bantuan FMR (Formalin Main Reagent) (Singgih, 2013).

Pengujian dilakukan pada 3 sampel ikan asin yang di ambil dari pasar yang berbeda yaitu Pasar Lubuk Buaya, Pasar Tabing dan Pasar Ulak Karang. Dan cara ektraksi yang akan dilakukan yaitu dengan destilasi dan tanpa destilasi untuk melihat cara ektraksi mana yang terbaik untuk menetapkan kadar formalin dalam ikan asin tersebut. Dalam penelitian ini sampel dianalisa secara kualitatif dan sample juga dianalisa secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metoda Spektrofotometri UV-VIS.

Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan cahaya tampak terdiri dari suatu optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dalam jangkauan 200 nm- 800 nm (Depkes, 1995; Sastrohamidjojo, 1991)

Alat dan Bahan
Alat
Peralatan yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer UV-Vis PGI 92+ (Merck), alat destilasi, magnetic stirer CMS 20A (Greatwall), penangas air, cawan penguap, timbangan, labu ukur, gelas ukur, pipet tetes, corong, botol infus, erlenmeyer, kertas saring, pipet ukur, aluminium foil, alat-alat yang bisa dipergunakan dalam laboratorium.
Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan adalah 3 macam sampel ikan asin sepat (Trichogaster pectoralis) yang diambil dari beberapa pasar di daerah Padang, pereaksi Nash (ammonium asetat, asam asetat glacial, etil aseton), asam fosfat 10% (Merck), formaldehid 37% (Amresco®) , Aquadest, KMnO4 0,1 N, Fehling A, Fehling B.

Metode Penelitian
a. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan asin sepat (Trichogaster pectoralis) yang beredar di pasar Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Yang terpilih salah satunya adalah Pasar Lubuk Buaya, Pasar Tabing dan Pasar Ulak Karang.
b. Pengolahan Sampel
Masing-masing sampel ikan asin sepat A, B, dan C ditimbang sebanyak 200 g. Di potong-potong kecil kemudian digiling halus dengan blender. hingga menjadi serbuk.
c. Pembuatan Reagen
1. Pembuatan Larutan Pereaksi Nash
150 gram ammonium asetat dilarutkan dalam 700 mL air ditambahkan 3 mL asam asetat glacial dan 2 mL etil aseton ditambahkan aquades hingga volume tepat 1000 mL (nash, 1953).

2. Pembuatan larutan asam fosfat 10%
Diukur asam fosfat (85%) 11,8 ml dilarutkan dengan air suling sampai larut dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml ditambahkan aquadest hingga tanda batas.

3. Pembuatan Larutan induk Formaldehid 100 μg/ml (ppm)
Di pipet formalin 37% atau 3700 μg/ml dalam air sebanyak 1,35 ml dimasukan kedalam labu ukur 50 ml. kemudian cukupkan dengan aquadest hingga tanda batas.
d. Validasi metode

1. Linieritas dan Kurva Kalibrasi
Linieritas dan kurva kalibrasi dibuat dengan menggunakan persamaan garis regresi linier (y = a + bx) antara konsentrasi formaldehid dengan serapan. Linieritas ditentukan oleh harga r (koefisien kolerasi) yang mendekati 1.
2. sensitifitas (Batas deteksi dan batas kuantitasi)
Perhitungan LOD dan LOQ ditentukan dengan metode perhitungan statistic dari data kurva Kalibrasi yang telah ada. Standar deviasi (Sy) sebgai presisi dari kurva baku mnggunakann Least Square method dan DL/QL (Day, R, A and Underwood, A, L., 1991).
LOD dan LOQ. Nilai-nilai yang dihitung melalui kemiring dan standar dengan menggunakan rumus berikut:
LOD = 3 X SB / b
LOQ = 10 X SB / b
Dimana :
SB = Simpangan Baku
b = Slope persamaan regresi
3. Presisi
Uji presisi ditentukan dengan menggunakan tiga konsentrasi larutan standar formaldehid dengan konsentrasi 10 ; 20 dan 30g/mL sebanyak tiga kali penggulangan. Untuk presisi intraday kadar mangostin diukur pada hari yang sama sedangkan untuk presisi interday kadar formaldehid diukur pada tiga hari berturut – turut. Presisi dinyatakan sebagai % RSD.
s = –
Dimana:
s = Standar deviasi
x₁ = Data
= Rata-rata
n = jumlah data
RSD sering juga dinyatakan dalam persen. Dalam bentuk ini RSD disebut dengan Kofisien variasi (CV).
CV = x 100%
4. Akurasi
Dari konsentrasi standar dibuat dengan konsentrasi 40%, 80% dan 120%. Masing-masing dilakukan 3 kali pengulangan dari setiap konsentrasi. Akurasi metoda ditentukan oleh pengujian recovery menggunakan metoda baku standar formaldehid. Nilai perolehan kembali dihitung dengan cara membandingkan konsentrasi terukur dengan konsentrasi sebenarnya.
Sampel yang telah di haluskan ditimbang sebanyak 10 g di tambahkan larutan standar dimasukkan kedalam beaker glass 100 ml ditambah 90 mL aquadest yang diasamkan dengan 10 mL asam fosfat 10% kemudian stirer selama 5 menit pada kecepatan 5 rpm agar homogen lalu saring kedalam labu ukur 50 ml cukupkan hingga tanda batas. Kemudian hasil filtrat di pipet 5,5 ml di masukkan kedalam tabung reaksi di tambakan 4,5 ml larutan nash kemudian panaskan di atas waterbath selama 30 pada suhu 37ºC menit dan dinginkan lalu ukur dengan spektrometer UV-Vis pada panjang gelombang 400-800 nm. Lalu di tambahkan (4,1 ml, 8,2 ml dan 12,3 ml ) larutan standar. Uji absorban diukur sebanyak tiga kali penggulangan untuk setiap larutan hasil dinyatakan dalam % perolehan kembali (% Recovery)
% R= x 100%
Keterangan :
CF : Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku (μg/ml)
CS : Konsentrasi sampel sebelum penambahan larutan baku (μg/ml)
CA : Konsentrasi larutan baku yang diatmbahkan (μg/ml)

Analisis Kualitatif Formaldehid didalam Sampel
1. Pemeriksaan kualitatif menggunakan pereaksi nash (Herlich, 1990)
Masing-masing filtrat yangdiperoleh dari sampel dipipet sebanyak 5,0 mL ke dalam labu ukur 10,0 mL. Volume dicukupkan dengan menggunakan pereaksi Nash sampai tanda batas, dipanaskan selama 30 menit pada suhu 40°C lalu dibiarkan dingin pada suhu kamar selama 30 menit. (Suryadi dkk, 2008). Formalin dengan penambahan pereaksi Nash dan pemanasan 30 menit menghasikan warna kuning yang mantap.
2. Reaksi dengan menggunakan larutan KMnO4 (Svehla, 1985)
Ambil sebanyak beberapa sampel, kemudian ditetesi dengan 1 tetes larutan KMnO4 0,1 N. Dalam suasana asam, reduksi berlangsung sampai ke pembentukan ion mangan (II) yang tak berwarna.
3. Reaksi dengan menggunakan larutan Fehling (Fessenden, 1986)
Campurkan larutan Fehling A dan Fehling B dengan volume sama banyak, yaitu 1 ml Fehling A dicampurkan dengan 1 ml Fehling B. Selanjutnya ambil hasil filtrat sebanyak 1 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi; kemudian ditambahkan pereaksi Fehling A dan Fehling B dengan volume yang sama yaitu sebanyak 1 ml; tabung reaksi tersebut kemudian dimasukkan dalam penangas air yang selanjutnya dipanaskan. Selama proses pemanasan diamati perubahan yang terjadi, dimana apabila terjadi perubahan warna menjadi orange dan terdapat endapan merah bata maka sampel yang diuji positif mengandung formalin.

Analisis Kuantitatif formaldehid didalam Sampel
1. Menggunakan destilasi
Sampel A, B dan C yang telah di haluskan masing-masing ditimbang sebanyak 10 g dimasukkan labu destilat ditambah 90 mL aquadest yang diasamkan dengan 10 mL asam fosfat 10% Sampel didestilasi uap pada suhu 90˚C sampai tidak ada lagi formalin yang menetes dilabu penampung yang telah berisi 10 mL aquadest. Destilat di pindahkan ke labu ukur 50 mL kemudian cukupkan dengan aquadest. Lalu hasil destilat di pipet 5,5 mL ditambah 4,5 mL larutan nash ke dalam tabung reaksi lalu panaskan pada penagas air selama 30 menit pada suhu 37ºC, lalu dinginkan, kemudian dimasukkan ke dalam kuvet dan ukur dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum formalin.
2. Tanpa destilasi
Sampel A, B dan C yang telah di haluskan masing-masing ditimbang sebanyak 10 g dimasukkan kedalam beaker glass 100 ml ditambah 90 mL aquadest yang diasamkan dengan 10 mL asam fosfat 10% kemudian stirer selama 25 menit agar homogen lalu saring kedalam labu ukur, sampel A disaring kedalam labu ukur 100 ml, sampel B dan C disaring ke dalam labu ukur 50 ml cukupkan hingga tanda batas. Kemudian hasil filtrat di pipet 5,5 ml di masukkan kedalam tabung reaksi di tambakan 4,5 ml larutan nash kemudian panaskan di atas waterbath selama 30 pada suhu 37ºC menit dan dinginkan lalu ukur dengan spektrometer UV-Vis pada panjang gelombang 400-800 nm.
Pengukuran formaldehid total dari ekstraksi formaldehid ikan asin
Absorban dari ekstraksi ikan asin. Penentu dengan rumus :
Keterangan:
Ksf = Konsentrasi formaldehid total ekstrak sampel (g /mg)
C = Konsentrasi formaldehid dalam larutan sampel (g/mL)
Fp = Faktor pengenceran ekstrak sampel
V = Volume total sampel ( mL )
W Berat total sampel ( g )

Analisis statistik
Perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS 17 untuk perangkat Lunak Windows paket. Untuk perbandingan nilai rata-rata, uji T independent diaplikasikan dan perbedaan dianggap signifikan pada P<0,05.

Pembahasan
Pada penelitian perbandingan cara ekstraksi terhadap penetapan kadar formalin pada ikan asin yang beredar di kota padang menggunakan spektrofotometetri UV-VIS. Ikan asin dipilih sebagai sampel penelitian ini karena ikan asin merupakan makanan harian sederhana yang konsumsinya cukup besar setiap harinya oleh masyarakat karena rasanya enak dan tidak mahal. Pengambilan sampel dilakukan atau dibeli dari 3 lokasi pasar yang ada di kota padang yaitu. Pasar Lubuk Buaya, Pasar Tabing dan Pasar Ulak Karang.

Penelitian didahului dengan proses penentuan panjang gelombang maksimum atau serapan maksimum dari larutan formaldehid yang dilarutkan dengan air dan pereaksi Nash menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada rentan panjang gelombang 400-500 nm. Menurut literatur, formaldehid memiliki serapan maksimum pada 412-415 nm. Panjang gelombang yang diperoleh bearada di daerah serapan optimum formaldehid. Pemilihan panjang gelombang maksimum formaldehid dilakukan karena pada panjang gelombang maksimum, kepekaannya juga maksimal dan pada panjang gelombang tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Lalu disekitar panjang gelombang maksimum, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi. 

Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimum (ibnu, 2007). Jika panjang gelombang maksimum yang dihasilkan berada pada daerah serapan optimum formaldehid sesuai literatur, maka formaldehid yang digunakan memenuhi syarat penggunaanya untuk analisis.

Formaldehid merupakan senyawa yang tidak memiliki gugus kromofor. Syarat senyawa yang dapat diukur serapannya dengan alat spektrofometer UV-Vis adalah senyawa organik yang dapat memberikan serapan yaitu senyawa yang memiliki gugs kromofor. Gugus kromofor adalah gugus fungsional tidak jenuh yang memberikan serapan pada daerah ultraviolet atau cahaya tampak. Oleh karena itu pada proses pengukuran sampel direaksikan dngan pereaksui yang dapat memberikan spektrum serapan bewarna dengan formaldehid yaitu pereaksi Nash yang terdiri dari ammonium asetat, asam asetat glasial dan asetil aseton. Campurannya dengan formaldehid dapat memberikan serapan bewarna kuning terang.

Formaldehid dengan penambahan pereaksi Nash di sertai pemanasan 30 menit akan menghasilkan warna kuning yang menetap sehingga dapat diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 412 – 415 nm (Nash, 1953).
Reaksi perubahan warna pada campuran formladehid dan pereaksi nash (Nash, 1953)

Pada proses preparasi sampel, dilakukan proses ektraksi sampel dengan cara metode destilasi menggunakan alat destilasi uap dan tanpa destilasi. Metode destilasi uap dilakukan karena formaldehid merupakan senyawa yang berbentuk gas dan bersifat sangat volatil atau mudah menguap juga memiliki titik didih di bawah 100 ºC yaitu 96 ºC. destilasi uap diperlukan untuk menjaga senyawa formaldehid agar tidak rusak, karena destilasi uap di gunakan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa yang tidak tahan pemanasan atau suhu tinggi. Sampel ikan asin yang telah dihaluskan di timbang ±10 gram. Kemudian dimasukkan kedalam labu destilasi dengan ditambahkan 90 ml aquadest dan 10 ml asam fosfat 10%. Formaldehid yang terdapat dalam ikan asin akan terikat dengan protein dalam ikan asin, maka penambahan asam fosfat ditujukan untuk menghancurkan atau melepaskan ikatan antara formaldehid dengan protein sehingga formladehid dapat terpisah dengan proses destilasi uap. Sampel yang telah siap langsung di ekstraksi dengan menggunakan destilasi uap dengan suhu ±96ºC, labu penampung destilasi terlebih dahulu diisi air 10 ml, kemudian ujung pendingin tercelup kedalam air, hal ini bertujuan untuk menangkap uap formaldehid yang dihasilkan proses destilasi kedalam air yang telah ditampung. 

Setelah hasil destilat di peroleh hingga proses selesai, sebanyak 1 ml destilat di masukan kedalam tabung reaksi, dipipet 5,5 ml ditambah pereaksi nash 4,5 ml (campuran ammonium asetat, asam asetat glasial, dan asetil aseton) kemudian panaskan kedalam waterbath selama 30 menit pada suhu 37ºC dan dinginkan kira-kira 20 menit. Lalu sampel akan berubah bewarna kuning jika menunjukan hasil positif. Kemudian lakukan pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 412, 0 nm. Dengan tanpa destilasi, Sampel ikan asin yang telah dihaluskan di timbang ±10 gram. Kemudian dimasukkan kedalam beker glass dengan ditambahkan 90 ml aquadest dan 10 ml asam fosfat 10%. Formaldehid yang terdapat dalam ikan asin akan terikat dengan protein dalam ikan asin, maka penambahan asam fosfat ditujukan untuk menghancurkan atau melepaskan ikatan antara formaldehid dengan protein lalu stirer selama 5 menit tujuan di stirer adalah agar campuran air-pereaksi nash dan sampel terdispersi sempurna sehingga menghasilkan warna yang rata kemudian saring. 

Hasil filtrat di pipet sebanyak 5,5 ml di tambahkan pereaksi nash 4,5 ml ke dalam tabung reaksi lalu panaskan ke dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 37ºC dan dinginkan kira-kira 20 menit. Lalu sampel akan berubah bewarna kuning jika menunjukan hasil positif. Kemudian lakukan pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 412, 0 nm. Validasi metode di lakukan dengan tujuan untuk membuktikan bahwa metode analisis yang di gunakan dapat memberikan hasil yang valid. Validasi metode penetapan kadar diawali dengan melakukan pembuatan kurva kalibrasi dan penentuan linearitas. Kurva kalibrasi yang dibuat adalah hubungan antara nilai absorbsi dari analit terhadap konsentrasi dari analit. Nilai yang dihasilkan oleh kurva kalibrasi di katakan baik apabila nila nilai koefisien korelasi ( r ) mendekati 1. Artinya peningkatan nilai absorbsi analit berbanding lurus dan signifikan dengan peningkatan konsentrasinya. Pada pembuatan kurva kalibrasi dibuat deret standar formaldehid dari larutan induk formaldehid 3700 μg/ml. konsentrasi yang digunakan sebagai deret standar formaldehid adalah 5 konsentrasi bertingkat dengan rentang 10, 15, 20, 25, 30 ppm (μg/ml). dihasilkan kurva kalibrasi dengan persamaan y = 0,1084 + 0,02046 x dan nilai koefien korelasi ( r ) 0,9997, Angka ini mendekati 1 yang berarti terdapat kolerasi yang sangat tinggi antara absorban dan kadar senyawa serta linieritas hubungan keduanya. Dari persamaan ini dapat ditentukan kadar formaldehid total dari larutan sampel. Nilai yang dapat memenuhi persyaratan yaitu syarat nilai koefisien korelasi ( r ) yang baik adalah ≥ 0,9990.
No
Konsentrasi (μg/mL)
Absorban
1
10
0,310
2
15
0,415
3
20
0,524
4
25
0,620
5
30
0,719
y = 0,020x + 0,108 R = 0,999
0
0.2
0.4
0.6
0.8
0
20
40
absorban
konsentrasi larutan standar …

Setelah didapat kurva kallibrasi yang memenuhi persyaratan analisis, kemudian data yang dapat diolah dsn dilanjutkan dengan menentukan batas dekteksi (LOD) dan batas kuantitas (LOQ). Dari pengukuran kurva kalibrasi juga didapatkan simpangan baku (SB) 0,004. Batas deteksi merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi (harmita, 2006). 

Hasil percobaan didapat nilai LOD sebesar 0,7042 μg/ml. batas kuantitas merupakan kuantitas tecil analit dalam sampel yang masih dapat di tentukan dengan metode yang digunakan dan memenuhi kriteria cermat dan seksama. Nilai LOQ dapat digunakan sebagai acuan dalam pemilihan konsentrasi sampel pada pengujian selektivitas. Dari data hasil percobaan diperoleh nilai LOQ sebesar 2,3475 μg/ml.

Presisi atau ketelitian metode analisis diukur sebagai simpangan baku dan koefisien variasi (KV). Ketelitian adalah ukuran yang menunjukan derajat kesesuaian antara hasil uji individual diukur melalui penyebaran hasil individual rata-rata. Pada penelitian ini diperoleh koefisien variasi pada secara intraday dan interday, intraday konsentrasi 10 μg/mL : 0,16 % , 20 μg/mL :0,08 % dan 30 μg/mL : 0,05 % dan secara interday dalam 3 hari berturut – turut, hari pertama 10 μg/mL : 0,16 %, 20 μg/mL : 0,08 % dan 30 μg/mL : 0,05 %. Hari kedua 10 μg/mL : 0,16 % , 20 μg/mL : 0,42% dan 30 μg/mL : 0,05 %. Hari ketiga 10 μg/mL : 0,19 % , 20 μg/mL : 0,16% dan 30 μg/mL : 0,05% (Lampiran 12, 13 Tabel V,VI). Berdasarkan angka koefisien variasi tersebut diatas maka metode ini memberikan tingkat ketelitian yang sesuai dengan persyaratan yaitu kurang dari 2%.

Lalu dilanjutkan dengan uji kecermatan (uji akurasi). Akurasi merupakan kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil sebenarnya dan dinyatakan dalam persen perolehan kembali. Dilakukan pengukuran dengan penambahan 40%, 80% dan 120% dari lautan standar formaldehid. Lalu ikan asin di ekstraksi dengan metoda infusa untuk diukur serapannya menggunakan metoda spektrofotometer UV-Vis dengan masing-masing 3 kali pengulangan. Dari masing-masing penambahan larutan standar di peroleh perolehan kembali 99,81 %, 100,04%, 97,63%. Sementara Syarat uji perolehan kembali bekisar 96-104%. Jadi seluruh data yang diperoleh memenuhi syarat uji akurasi sehingga data yang diperoleh dapat dikatakan memberi hasil uji akurasi yang baik dan metoda analisis dapat bekerja cukup akurat dan memberikan hasil yang baik untuk pengukuran sampel selanjutnya.

Kadar formaldehid total yang diperoleh dalam 10 g masing-masing sampel yang diperiksa menghasilkan data absorbansi. Kadar formaldehid dihitung menggunakan persamaan linier yang dapat dari kurva kalibrasi yaitu y = 0,1084 + 0,02046 x. untuk hasil perhitungan sampel dengan menggunakan cara destilasi dari rata-rata adalah 0,006 %b/v, 0,010 %b/v, atau 0,012 %b/v. untuk kadar formaldehid total tanpa destilasi rata-rata hasil yang diperoleh adalah 0,011 %b/v, atau 0,0079 %b/v, 0,009 %b/v.

Dari penentuan kadar masing-masing sampel ikan asin, dapat dilihat bahwa semua ikan asin yg di analisis mengandung formladehid berbeda kadar tiap milinya. Kadar formladehid terbesar yaitu terdapat pada sampel yang dilakukan ekstraksi destilasi uap dibandingkan tanpa destilasi.

Berdasarkan analisa statistik dengan uji T independent program SPSS 17 menunjukan. Jika observasi lebih besar daripada harga kritik tercantum dalam tabel yaitu p > 0,05, maka artinya tidak ada perbedaan dari faktor yang diselidiki, maka tidak ada korelasi yang signifikan pada faktor yang kita selidiki. Jadi perbandingan cara ekstraksi terhadap ikan asin yang beredar di pasar Kota Padang secara destilai dan tanpa destilasi memiliki perbedaan yang tidak bermakna.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada ikan asin yang dijual di Pasar yang beredar kota Padang dapat disimpulkan bahwa : semua sampel ikan asin yang diteliti positif mengandung formaldehid dengan kadar tertinggi diperoleh pada sampel C.

Perbandingan cara ektraksi untuk menetapkan kadar formaldehid yang terdapat dalam ikan asin yang beredar di kota padang dengan menggunakan 2 metoda yaitu destilasi dan tanpa destilasi berdasarkan analisa data uji statistik T independent melalui program SPSS 17 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata atau tidak memilki perbedaan yg signifikan (p>0,05)

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z., Murdiati, T.B., dan Firmansyah R., 2005. Deteksi formalin dalam ayam broiler di pasaran. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan danV eteriner, hal.1036-1040
Astawan, Made. 2006. Mengenal Formalin dan bahayanya. Jakarta: Penebar swadaya
BPOM RI. 2009, ood Watch Sistem Keamanan Pangan Terpadu Peralatan Makan Melamin, Jakarta: BPOM RI
Carr, G.P. and Wahlich, J.C., 1990. A practical approach to method validation in pharmaceutical and analysis. Journal of Pharmaceutical Biomedical Analysis, Vol. 8, hal. 613-626. Day
Day, R, A and Underwood, A L., 1991. Quantitative analysis, 6th edition, prectice Hall. Internation, Inc., New Jersey.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan hal.259, 260, 677
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
Departemen Teknik kimia ITB. 2008. Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Djarijah, Abbas Siregar. 1995. Teknologi Tepat Guna lkan Asin. Yogyakarta: Kanisius
Fessenden, R . J dan Fessenden, J. S , 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2. Erlangga
Gandjar, I.G. dan Abdul, R.,2007, Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksananaan Validasi Metoda dan Cara Perhitungannya Departemen Farmasi FMIPA-UI.Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3, Desember 2004, 117 - 135.
Harmita. 2006. Analisis Fisikokimia. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Herlich, K. 1990. Offical Methods of Analysis, 15th edition, Virginia: AOAC
Khopkar, S.M., 1990, basic Concepts of Analytical Chemistry, diterjemahkan oleh Saptoraharjo, Jakarta: Universitas Indonesia Press,. Hal. 216
Marliana, Herci. 2008. Optimasi Pereaksi. Skripsi. FMIPA UI. Jakarta: UI hal. 5-16
Moffat, A, C, 1986,Clarke’s Isolation and Identification of Drugs, Second Edition,,Pharmeceutical Press: London.
Nash T., 1953, The Colorometric Estimation Of Formaldehyde By Means Of The Hantzch Reaction. Journal of Biochemisrty55: 416-422
Prijono, E, 2007, Masalah Pemakaian Formalin pada Pangan Ditinjau dari Aspek Hukum Keamanan Pangan, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran Bandung:bandung
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta: PenerbitPustakaPelajar
Sakamoto, T, 1999, Effects of Formaldehyde, As an Indoor Air Polutant, On The Airway, Japan, Department of Pediatrics Nagoya University Sastrihamidjojo, H., 2001. Spektrosfotokopi. Yogyakarta: Liberty:. Hal. 11, 39-41
Sastrohamidjojo, H., 1991. Spektrosfotokopi. Yogjakarta: Liberty Schnack, W., Mayer, K., dan Haake, M. 1990. Senyawa Obat. Edisi kedua. YogyakartaGajah Mada University Press:. Hal 187
Suhartini, S dan N, Hidayat. 2005. Olahan ikan segar.Surabaya: Trubus Agrisarana
Svehla,G., (1985), Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro, Edisi kelima, Bagian I, Kalman Media Pusaka, Jakarta
Wilbur S, 1999, Toxicological Profile For Formaldehyde, U, S, department of health and human services Public Health Service Agency for Toxic Substances and Disease Registry,U,S
722/Menkes/per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.Jakarta: Dirjen POM.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon