Tuesday, September 27, 2016

Jurnal Formulasi Gel Ektrak Etanol Kulit Batang Pinus Sebagai Anti Bakteri Pada Jerawat


Jurnal Formulasi Gel Ektrak Etanol Kulit Batang Pinus Sebagai Anti Bakteri Pada Jerawat

FORMULASI GEL EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG PINUS (Pinus merkusii Jungh.& De Vriese) SEBAGAI ANTIBAKTERI PADA JERAWAT
Irna Mustika, Fifi Harmely, Ria Afrianti
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang
 

ABSTRACT
In the present study to formulation gel ethanol extract of pine stem bark as treatment acne with concentration 5%, 7,5%, 10% and was evaluated for antibacterial activity against microorganism Staphylococcus aureus and Staphylococcus epidermidis with diffusion method. Gels were further subjected to evaluation of physical properties like organoleptic, homogenity, pH, stability at room temperature, the power spread test and irritation test. The formula gel ethanol extract of pine stem bark the physical and chemical properties that have been done on the gel ethanol extract of pine stem bark gives good result. The result show antibacterial activity of gel ethanol extract of pine stem bark the most good is formula F3 (gel ethanol extract of pine stem bark with a concentration of 10%) against the bacteria Staphylococcus epidermidis zone inhibition diameter 20,18 mm, including the strong category. But against the bacteria Staphylococcus aureus with zone inhibition diameter 12,82 mm, including categories of the weak. Based on the results of statistical analysis one-way ANOVA, there is a meaningful difference from formula gel ethanol extract of pine stem bark on (P < 0.05).
Kata kunci :


Kata kunci Antibakteri, Staphyloccocus aureus, Staphylococcus epidermidis, jerawat, gel, Kulit batang pinus

PENDAHULUAN
   Kulit adalah organ tubuh yang pertama kali terkena polusi dan jasad renik (mikroba) yang tumbuh dan hidup di lingkungan kita (Anwar, 2012).
Jerawat adalah suatu kondisi abnormal kulit akibat gangguan produksi kelenjar minyak yang mengakibatkan penyumbatan saluran folikel rambut dan peradangan yang umumnya dipicu oleh bakteri (Djuanda, 1999). Disamping menimbulkan masalah pada kulit, jerawat juga dapat mengurangi kepercayaan diri, mengganggu kelancaran komunikasi, menyebabkan depresi dan penurunan kualitas hidup. Jerawat ditandai dengan adanya komedo, papul, postul, nodus dan kista pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada, dan punggung. Jasad renik yang sering berperan adalah Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Wasitaatmadja, 1997 ; Brooks dkk, 2008).
Pinus merkusii Jungh.& De Vriese merupakan salah satu jenis tumbuhan pinus yang tumbuh di Indonesia (Siregar, 2005). Pinus sp mengandung tanin dengan kandungan yang tinggi terutama tanin terkondensasi (Proanthocyanidin), tanin terkondensasi merupakan polimer katekin, tanin merupakan senyawa polifenol alami. Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri adalah menghambat enzim reverse transkriptase dan DNA topoisomerase sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk (Nurnawati & Sembiring, 2003 ; Nuria dkk, 2009).
Salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan sebagai obat jerawat adalah gel. Sediaan dalam bentuk gel lebih menguntungkan dari pada bentuk sediaan semi padat lainnya, diantaranya mudah dalam pembuatan, mudah dioleskan pada kulit, mempunyai bentuk yang menarik, menimbulkan rasa dingin melalui proses penguapan air yang lambat pada kulit (Voigt, 1995).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dilakukan penelitian tentang pengujian terhadap potensi antibakteri dari ekstrak etanol kulit batang Pinus merkusii Jungh.& De Vriese yang dapat mengatasi jerawat dan memformulasinya dalam bentuk sediaan gel.

METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah Rotari evaporator, botol maserasi, gelas ukur, corong, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, erlenmeyer, penjepit, pinset, batang pengaduk, pipet tetes, inkubator, LAF (Laminar Air Flow), autoklaf, lampu spritus, jarum ose, kapas steril, koran bekas, kain kasa steril, lumpang, stampher, sudip, pot salep, tube, timbangan analitik, kaca objek, pH meter, krus porselen, desikator, kertas grafik, plastik transparan, magnetik stirer, beaker glass, kertas saring, mikroskop, oven.
Bahan yang digunakan adalah kulit batang pinus (Pinus merkusii Jungh.& De Vriese), alkohol 70%, alkohol 96%, propilenglikol, HPMC (Hidoksi propil metil selulosa), nipagin, aqua dest, biakan bakteri Staphylococcus epidermidis, biakan bakteri Staphylococcus aureus, Mc Farland 0,5, plasma, media Heart Infusion Borth (HIB), H2O2 3%, larutan Kristal violet, larutan lugol, larutan safranin, NaCl fisiologis, media NA agar, DMSO, gel VR®, pereaksi HCl (p), Serbuk Mg, pereaksi FeCl3, reagen Liberman-Burchard, kloroform, amoniak, H2SO4, pereaksi mayer.
Identifikasi sampel
Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Jurusan Biologi Universitas Andalas Padang.
Pengambilan sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang Pinus merkusii Jungh.& De Vriese yang diambil di Kebun Raya Bung Hatta, Padang, Sumatera Barat.
Ekstraksi kulit batang pinus
Kulit batang pinus dibersihkan, ditimbang ± 5 kg, kemudian  dirajang dan dikering anginkan selama 3 hari, lalu diserbukkan dan dimaserasi dengan etanol 70% selama 3 hari. Maserat disaring dan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan, kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.

Pemeriksaan Ekstrak Etanol Kulit Batang Pinus
a.      Uji fitokimia (Harborne, 1987)
Ekstrak etanol kulit batang pinus dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml aquadest dan 5 ml kloroform, dibiarkan sampai terbentuk 2 lapisan air dan kloroform.
-       Uji Flavonoid (Metode “Sianidin Test”)
Ambil lapisan air 1 – 2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu tambahkan serbuk Mg dan HCl (p), terbentuknya warna merah menandakan adanya flavonoid.
-       Uji Fenolik
Ambil lapisan air 1 – 2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu tambahkan pereaksi FeCl3, terbentuknya warna biru menandakan adanya kandungan fenolik.
-       Uji Saponin
            Ambil lapisan air, kocok kuat – kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya busa yang permanen (± 15 menit) menunjukkan adanya saponin.
-       Uji Terpenoid dan Steroid (Metode “Simes”)
Ambil sedikit lapisan kloroform, tambahkan norit lalau saring, teteskan pada plat tetes, keringkan, kemudian teteskan asam asetat anhidrat dan H2SO4 (p), terbentuknya warna biru ungu menandakan adanya steroid, sedangkan bila terbentuk warna merah menunjukkan adanya terpenoid.
- Uji Alkaloid (Metode “Culvenore – Fristgerald”)
Ambil sedikit lapisan kloroform tambahkan 10 ml kloroform amoniak 0,05 N, aduk perlahan tambahkan beberapa tetes H2SO4 2N kemudian dikocok perlahan, biarkan memisah. Lapisan asam ditambahkan beberapa tetes pereaksi mayer, reaksi positif alkaloid ditandai dengan adanya kabut putih hingga gumpalan putih.
- Uji  Proantosianidin
Ekstrak dilarutkan dalam butanol ditambah HClp, terbentuknya warna merah dengan pemanasan menunjukkan adanya proantosianidin.
b.      Pemeriksaan organoleptis
Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati bentuk,warna, dan bau.
c.       Pemeriksaan kelarutan
Pemeriksaan kelarutan dilakukan dengan melarutkan ekstrak kental pada air dan etanol 96% (Djamal, 2010).
d.      Pemeriksaan kadar Abu
Ekstrak kental ditimbang 1 gram dimasukkan kedalam krus porselen yang telah dipijarkan dan di timbang. Dipijarkan perlan-lahan pada suhu 600-700oC hingga arang habis, lalu didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap (Depkes RI, 2000).
e.       Pemeriksaan susut pengeringan
Ekstrak kental ditimbang 1 gram dimasukan kedalam cawan penguap yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Kemudian di masukan ke dalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap (Depkes RI, 1995).
f.       Pemeriksaan pH ekstrak
Dengan menggunakan pH meter. Alat di kalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan dapar pH 4 dan larutan dapar pH 7. Angka yang muncul pada alat berada pada harga pH larutan tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan aquadest dan dikeringkan dengan tisu. Pengukuran pH ekstak kental dilakukan dengan cara mengencerkan 1 gram ekstrak etanol kulit batang pinus dengan aqua dest  hinggá 10 ml dalam wadah yang cocok. Elektroda dicelupkan kedalam wadah tersebut dan dibiarkan angka bergerak sampai posisi konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH ekstrak etanol kulit batang pinus.

Tabel I. Formulasi Basis Gel dan Gel Ekstrak Etanol Kulit Batang Pinus (Pinus Merkusii Jungh.& De Vriese)

Komposisi
F0 (%)
F1 (%)
F2 (%)
F3 (%)
Ekstrak Etanol Kulit Batang Pinus
0
5
7,5
10
HPMC
5
5
5
5
Propilenglikol
10
10
10
10
Nipagin
0,2
0,2
0,2
0,2
Aquadest ad
100
100
100
100
Cara Pembuatan Basis Gel
Dilarutkan nipagin dengan air panas sampai larut. Kemudian dikembangkan HPMC dengan air sisa dalam beaker glass dan di diamkan selama 30-60 menit sambil sesekali diaduk. Setelah mengembang dimasukkan kedalam lumpang, kemudian ditambahkan propilenglikol dan larutan nipagin, kemudian digerus hingga homogen.

Cara Pembuatan Gel Ekstrak Etanol Kulit Batang Pinus
Dilarutkan nipagin dengan air panas sampai larut. Kemudian dikembangkan HPMC dengan air sisa dalam beaker glass dan didiamkan selama 30-60 menit sambil sesekali diaduk. Setelah mengembang dimasukkan kedalam lumpang. Kemudian ditambahkan campuran ekstrak etanol kulit batang pinus, larutan nipagin dan propilenglikol sedikit demi sedikit, kemudian digerus hingga homogen.

Evaluasi Basis Gel dan Gel Ekstrak Etanol Kulit Batang Pinus
1.    Pemeriksaan pemerian (Depkes RI, 1979)
Pengamatan terhadap bentuk, bau dan warna dilakukan secara visual sebelum dan sesudah didiamkan pada suhu kamar selama 6 minggu.
2.    Pemeriksaan homogenitas (Depkes RI, 1979)
Gel ditimbang 0,1 g kemudian dioleskan secara merata dan tipis pada kaca transparan, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat butir-butir kasar.

3.    Pemeriksaan stabilitas dengan pendinginan (Voigt, 1995)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat apakah terjadi pemisahan fase dalam sediaan selama penyimpanan suhu rendah.
·      Pada suhu dingin
Caranya: gel dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama 24 jam. Gel yang tidak menunjukkan pemisahan dinilai sebagai sediaan stabil. Pengamatan dilakukan selama 6 minggu.
·      Pada suhu kamar
Caranya: gel didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam, kemudian diamati perubahan yang terjadi. Gel yang tidak menunjukkan pemisahan dinilai sebagai sediaan stabil. Pengamatan dilakukan selama 6 minggu.
4.    Pemeriksaan pH (Depkes RI, 1979)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat ini dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan dapar asetat pH 4,0 dan dapar fosfat pH 7,0 sehingga angka muncul pada alat berada pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan aqua dest dan dikeringkan dengan tissue. Pengukuran pH basis gel dilakukan dengan cara: sebanyak 1  gram gel diencerkan dengan aqua dest hingga 10 mL dalam wadah yang cocok. Elektroda dicelupkan kedalam wadah tersebut, biarkan jarum bergerak sampai pada posisi konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan nilai pH basis gel. Pengamatan dilakukan selama 6 minggu.
5.    Uji daya menyebar (Voigt, 1995)
Basis sebanyak 0,5 g diletakkan hati-hati diatas kaca transparan yang beralaskan kertas grafik, biarkan sediaan melebar pada diameter tertentu. Kemudian tutup dengan plastik transparan dan diberi beban (1g, 2g, 5g), lalu diukur pertambahan luas setelah diberi beban.
6.    Pemeriksaan iritasi kulit (Wasiatmadja, 1997)
Pengujian iritasi kulit dengan cara uji tempel tertutup pada kulit manusia dimana 0,1 g basis gel dioleskan pada pangkal lengan bagian dalam dengan diameter pengolesan 3 cm kemudian ditutup dengan perban dan plester, biarkan selama 24 jam kemudian dioleskan lagi, lakukan selama 3 hari. Setelah itu amati gejala yang ditimbulkan, apabila tidak menimbulkan iritasi pada kulit, massa sediaan dinyatakan memenuhi syarat pengujian.

Identifikasi bakteri
a.    Pewarnaan gram
1.    Sediaan bakteri difiksasi di atas gelas preparat dan diwarnai dengan  Kristal ungu selama 5 menit
2.    Zat warna Kristal ungu tersebut kemudian dicuci dan dibilas
3.    Kemudian sediaan diwarnai dengan larutan lugol dan didiamkan selama 45-60 detik
4.    Larutan lugol ditiriskan dan sediaan dicuci dengan alcohol 96% selama 15-30 detik atau digoyang-goyangkan sampai tidak ada zat warna yang mengalir lagi
5.    Sediaan dicuci dengan air dan diwarnai dengan larutan safranin selama 30 detik
6. Sediaan dicuci dikeringkan dan diperiksa di bawah mikroskop. Warna ungu untuk bakteri gram positif dan warna merah untuk bakteri gram negatif.
b.    Uji katalase
Uji katalase berguna dalam mengidentifikasi kelompok bakteri yang dapat menghasilkan enzim katalase. Dilakukan dengan cara : di atas kaca objek ditetesi satu tetes H2O2 3%, ditambahkan koloni bakteri dan langsung diamati terjadinya penguraian hidrogen peroksida. Dinyatakan positif bila menghasilkan enzim katalase yang ditandai dengan terbentuknya gelembung udara dan negatif bila tidak ada gelembung udara. Ini terjadi karena bakteri mampu menguraikan hidrogen peroksida.
c.    Uji Koagulase
Uji koagulase digunakan untuk melihat kemampuan bakteri yang menghasilkan enzim yang dapat menggumpalkan fibrin. Uji koagulase dilakukan dengan cara, dari media agar darah diinokulasi 1-3 koloni bakteri ke dalam media HIB. Kemudian diencerkan 1 mL plasma dengan 4 mL aquadest, lalu dipipet 0,5 mL dan masukkan ke dalam biakan HIB dan dihomogenkan. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Diamati pembentukan gumpalan pada medium, adanya gumpalan seperti awan menunjukkan hasil positif Staphylococcus aureus. Jika tidak berarti positif Staphylococcus epidermidis.

Pengujian Aktivitas Antibakteri Gel Ekstrak Etanol Kulit Batang Pinus
a. Sterilisasi alat dan bahan
Semua alat disterilkan dalam oven pada suhu 160˚C selama 1 jam. Erlenmeyer dan gelas ukur mulutnya ditutup dengan kapas dan dibungkus satu persatu dengan kertas koran lalu disterilkan dalam autoclave pada suhu 121o C selama 15 menit tekanan 15 lubis. Pinset, jarum ose dan kaca objek disterilkan dengan cara di flamber menggunakan lampu spritus.
b.    Pembuatan Media NA
Dibuat dengan melarutkan 20 gram NA dalam 1 L aquadest dalam labu erlenmeyer goyang-goyang selama 15 menit dan dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk sampai larut sempurna. Labu ditutup dengan kapas yang dibungkus dengan kain kasa, kemudian disterilkan dalam autoklav pada suhu 121˚C selama 15 menit tekanan 15 lubis.
c.    Pembuatan suspensi mikroba uji
     Koloni bakteri disuspensikan dalam larutan NaCl Fisiologis steril dalam tabung reaksi steril dan dihomogenkan kemudian diukur kekeruhan dari suspensi yang setara dengan kekeruhan standar Mc Farland 0,5.
d.   Pengujian aktifitas antibakteri gel ekstrak etanol kulit batang pinus
·      Uji pendahuluan terhadap ekstrak etanol kulit batang pinus
Sebanyak 10 mL media NA Agar dimasukkan dalam cawan petri biarkan memadat (Base layer). Setelah itu dibuat (seed layer) dengan cara mencampur 5 ml media NA agar dengan 1 ml suspensi bakteri, dihomogenkan lalu dituang diatas base layer biarkan memadat, selanjutnya kertas cakram steril ditetesi dengan 10 µL sediaan uji kemudian di inkubasi pada suhu 37o selama ± 24 jam. Amati pertumbuhan bakteri dan diukur diameter daya hambat ditandai dengan adanya daerah yang tidak ditumbuhi oleh bakteri. Pengujian dilakukan terhadap ekstrak etanol kulit batang pinus pada konsentrasi 5%, 7,5% dan 10% dan sebagai kontrol negatif DMSO.
·      Pengujian aktivitas antibakteri gel ekstrak etanol kulit batang pinus
Sebanyak 10 mL media NA Agar dimasukkan dalam cawan petri biarkan memadat (Base layer). Setelah itu dibuat (seed layer) dengan cara mencampur 5 ml media NA agar dengan 1 ml suspensi bakteri, dihomogenkan lalu dituang diatas base layer biarkan memadat. Setelah media padat, dicetak 5 buah lubang menggunakan pangkal pipet tetes dengan diameter  5 mm, lalu dimasukkan sediaan uji yang telah ditimbang ± 40 mg, kemudian diinkubasi selama ± 24 jam. Amati pertumbuhan bakteri dan diukur diameter daya hambat ditandai dengan adanya daerah yang tidak ditumbuhi oleh bakteri. Pengujian dilakukan terhadap sediaan F1, F2, F3. Sebagai pembanding digunakan gel VR® dan kontrol negatif digunakan basis gel.
           
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi gel dari ekstrak etanol kulit batang pinus dan melihat kemampuan ekstrak etanol kulit batang pinus dalam gel sebagai antibakteri pada jerawat.
Ekstraksi sampel dilakukan dengan metoda maserasi. Proses maserasi ini dilakukan selama 3 hari dan prosesnya diulangi sebanyak tiga kali. Masing- masing maserat digabungkan, kemudian diuapkan dengan alat rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental kulit batang pinus sebanyak 29,34 gram, dengan rendamen 0,66%. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan ekstrak etanol kulit batang pinus yang meliputi uji fitokimia, pemeriksaan organoleptis, kelarutan, kadar abu, susut pengeringan, dan pengukuran  pH. Hasil pemeriksaan fitokimia memberikan hasil bahwa ekstrak etanol kulit batang pinus positif (+) mengandung senyawa fenolik, flavonoid, saponin, terpenoid, proantosianidin dan negatif (-) alkaloid, steroid.
Pemeriksaan susut pengeringan ekstrak didapat 12,48%. Penentuan susut pengeringan dimaksud untuk mengetahui persentase senyawa yang hilang selama proses pemanasan, tidak hanya air tapi senyawa yang menguap lainnya (Depkes RI, 2000). Pemeriksaan kadar abu diperoleh 0,4%, kadar abu sampel ditentukan untuk mengetahui kandungan mineral dalam sampel, mineral sebagai senyawa anorganik dalam bahan akan tertinggal dalam bentuk abu.
Pemeriksaan bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan gel  dilakukan menurut Farmakope Indonesia Edisi III dan Handbook of Farmaceutical Exipient. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan pemerian dan kelarutan. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan hasil bahwa semua bahan tambahan yang digunakan sudah memenuhi persyaratan.
Evaluasi sediaan gel meliputi pemeriksaan organoleptis, homogenitas, stabilitas pada suhu ruangan dan dengan pendinginan, pH, uji daya menyebar, dan uji iritasi kulit sediaan gel.
Pemeriksaan organoleptis meliputi warna, bau dan bentuk. Gel ekstrak etanol kulit batang pinus berwarna coklat, berbentuk setengah padat dan berbau aromatis. Secara organoleptis sampai minggu ke enam gel ekstrak etanol kulit batang pinus tidak menunjukkan adanya perubahan.
            Pemeriksaan homogenitas basis gel dan gel ekstrak etanol kulit batang menunjukkan susunan yang homogen.
Hasil pemeriksaan pH basis gel berkisar antara 6,04 - 6,20, sedangkan pH gel ekstrak etanol kulit batang pinus berkisar antara 4,51-4,83. pH sediaan sesuai dengan kondisi pH kulit. pH kulit 4,5-6.0 (Wasitaatmadja, 1997)
Pemeriksaan stabilitas gel menunjukkan bahwa gel ekstrak etanol kulit batang pinus tidak memisah sampai minggu ke enam.
Pemeriksaan uji daya menyebar basis gel dan gel ekstrak etanol kulit batang pinus dilakukan dengan metoda ekstensometri, menghitung pertambahan luas yang diberikan oleh sediaan bila diberi beban dalam selang waktu tertentu. Ini bertujuan untuk melihat konsistensi dari sediaan, dan untuk melihat pengolesan sediaan pada kulit dimana sediaan dengan daya menyebar yang baik akan memberikan penyebaran dosis yang merata pada kulit.
Pemeriksan uji iritasi kulit menunjukkan bahwa tidak terjadinya iritasi pada kulit panelis.
Tabel II. Rekapitulasi Data Evaluasi Gel Ekstrak etanol kulit batang pinus
Evaluasi
Formula
F0
F1
F2
F3
P
Organoleptis
Bentuk
Warna
Bau

Sp
T
Tb

Sp
CM
Bk

Sp
C
Bk

Sp
CT
Bk

Sp
T
Bk
Homogenitas
H
H
H
H
H
Pemeriksaan stabilitas 
pada suhu 5 0C
TM
TM
TM
TM
TM
Pemeriksaan stabilitas
 pada suhu kamar
TM
TM
TM
TM
TM
Pemeriksaan pH
6,12
4,83
4,68
4,54
5,91
Uji  daya menyebar (cm2)
Beban 1g
Beban 2g
Beban 5g


3,29
3,36
5,06


1,92
2,61
4,18


1,49
1,76
3,37


1,23
1,49
3,02


3,71
4,59
7,06
Uji iritasi
-
-
-
-
-
Ket :
      Sp : Setengah padat     H : Homogen
       T : Transparan             C : Coklat             
     Bk : Bau Khas            CM : Coklat muda
     Tb : Tidak Berbau      CT  : Coklat tua     
     TM :Tidak Memisah  (-) : Tidak Mengiritasi

Pemeriksaan aktivitas antibakteri gel ekstrak etanol kulit batang pinus terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dengan menggunakan metoda difusi agar.
Untuk mengidentifikasi bakteri dilakukan pewarnaan gram, uji katalase dan uji koagulase yang hasilnya untuk bakteri Staphylococcus aureus termasuk bakteri gram positif, positif mengandung katalase dan positif mengandung koagulase untuk bakteri Staphylococcus epidermidis termasuk bakteri gram positif, positif mengandung katalase dan tidak mengandung koagulase.
            Diameter daya hambat yang diberikan pada pemeriksaan pendahuluan aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang pinus adalah : pada bakteri Staphylococcus aureus : 5%=9,06 mm; 7,5% = 10,34 mm; 10%= 11,62 mm; DMSO = 0 mm. Pada bakteri Staphylococcus epidermidis : 5%=13,86 mm; 7,5% = 14,83 mm; 10%= 19,52 mm; DMSO = 0 mm.
            Pengujian aktivitas antibakteri gel ekstrak etanol kulit batang pinus pada bakteri Staphylococcus aureus : F1, F2, F3 memberikan daerah hambat dengan diameter rata-rata 11,22 mm, 11,82 mm, dan 12,82 mm. Pembanding VR® memberikan daerah hambat dengan diameter rata-rata 40,96 mm. Sedangkan pada bakteri Staphylococcus epidermidis : F1, F2, F3 memberikan daerah hambat dengan diameter rata-rata 15,41 mm, 18,19 mm, dan 20,18 mm. Pembanding VR® memberikan daerah hambat dengan diameter rata-rata 32,69 mm. Sediaan F0 tidak memberikan daerah hambat. Hal ini dapat dilihat pada tabel III dan IV.

Tabel III. Diameter daya hambat sediaan gel pada bakteri Staphylococcus aureus


Perlakuan
Staphylococcus aureus
Diameter daya hambat (mm)
F0
FI
FII
FIII
P
I
-
10,92
11,72
13,59
45,92
II
-
11,27
12,25
12,96
38,64
III
-
11,47
11,5
11,91
38,34
Rata-rata
-
11,22
11,82
12,82
40,96

Tabel IV. Diameter daya hambat sediaan gel pada bakteri Staphylococcus epidermidis


Perlakuan
Staphylococcus epidermidis

Diameter daya hambat (mm)
F0
FI
FII
FIII
P
I
-
13,81
17,85
20,04
26,74
II
-
17,82
18,97
22,24
35,19
III
-
14,61
17,75
18,27
36,15
Rata-rata
-
15,41
18,19
20,18
32,69

Pada pengujian aktifitas antibakteri dengan menggunakan sediaan gel ekstrak etanol kulit batang pinus diperoleh hasil bahwa gel ekstrak etanol kulit batang pinus memberikan daya hambat lebih luas terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis daripada bakteri Staphylococcus aureus. Ini disebabkan karena bakteri Staphylococcus aureus memiliki dinding yang terdiri dari 50% lapisan peptidoglikan dan memiliki susunan dinding yang kompak. Dinding inilah yang menyebabkan bakteri Staphylococcus aureus bersifat sangat toleran. bakteri Staphylococcus aureus termasukbakteri yang memiliki aktivitas koagulase positif sedangkan bakteri Staphylococcus epidermidis koagulase negatif,sehingga bakteri Staphylococcus aureus bersifat lebih patogen daripada bakteri Staphylococcus epidermidis. Keadaan inilah yang menyebabkan bakteri Staphylococcus epidermidis lebih peka terhadap ekstrak etanol kulit batang pinus yang diberikan daripada bakteri Staphylococcus aureus.
Berdasarkan tabel respon hambatan pertumbuhan bakteri menurut Greenwood. Klasifikasi daya hambat dibagi menjadi empat kategori yaitu kuat =  >20 mm, sedang = 16-19 mm, lemah = 10-15 mm, dan tidak ada < 10 mm (Mulyani et all, 2010). Dari hasil yang diperoleh bahwa daya hambat terbesar diberikan oleh gel ekstrak etanol kulit batang pinus dengan konsentrasi 10% terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dengan diameter daya hambat 20,18 mm. Ini dikategorikan kedalam respon hambatan pertumbuhan bakteri golongan kuat.
            Berdasarkan hasil analisa statistik ANOVA satu arah terdapat perbedaan yang bermakna dari ekstrak dan formula gel ekstrak etanol kulit batang pinus dengan (p < 0,05). Dan bila dilakukan uji lanjut Duncan pada bakteri Staphylococcus aureus terhadap ekstrak etanol kulit batang pinus konsentrasi 5%, 7,5%, 10% tidak terdapat perbedaan yang bermakna, tetapi terdapat perbedaan yang bermakna terhadap DMSO, pada gel terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara F1, F2 dan F3, tetapi terdapat perbedaan yang bermakna dengan F0 dan pembanding, F3 memiliki kemampuan yang hampir sama dengan F2 dan F1. Bila dilihat dari segi daya hambat F3 lebih bagus dibandingkan dengan F2 dan F1.
            Pada bakteri Staphylococcus epidermidis terhadap ekstrak etanol kulit batang pinus tidak ada perbedaan yang bermakna antara ekstrak etanol kulit batang pinus konsentrasi 5% dengan 7,5%, tetapi terdapat perbedaan yang bermakna dengan DMSO dan ekstrak etanol kulit batang pinus dengan konsentrasi 10%, pada formula gel terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara F2 dengan F3, tetapi terdapat perbedaan yang bermakna terhadap F0, FI dan pembanding. F3 memiliki kemampuan yang hampir sama dengan F2. Bila dilihat dari segi daya hambat F3 lebih bagus dibandingkan dengan F2, tapi bila dilihat dari segi formula, F2 lebih bagus karena dengan konsentrasi yang lebih kecil F2 sudah memberikan daya hambat yang dikategorikan kedalam golongan kuat.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa :
1.    Berdasarkan hasil evaluasi fisika dan kimia, gel ekstrak etanol kulit batang pinus memberikan hasil yang baik dan memenuhi syarat sediaan gel.
2.    Sediaan gel yang mengandung ekstrak etanol kulit batang pinus konsentrasi 10% (F3) memberikan aktivitas antibakteri yang lebih baik daripada F1 dan F2 terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dengan diameter daya hambat 20,18 mm (p < 0,05).
Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menguji aktivitas antijamur ekstrak etanol kulit batang pinus.

DAFTAR PUSTAKA
1.    Anwar E, 2012, Eksipien Dalam Sediaan Farmasi, Dian Rakyat, Jakarta
2.    Brooks, Geo F, Janet S. Butel, and Stephen A. Morse, 2008, Mikrobiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
3.    Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia,Edisi III, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,  Jakarta
4.    Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia,Edisi IV, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta
6.    Djamal, Rusdji, 2010, Prinsip-prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi, Universitas Baiturrahmah, Padang
7.    Djuanda, A, 1999, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
8.    Harborne, J. B., 1987,  Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, ITB, Bandung.
9.    Mulyani Y, Bachtiar dan Kurnia, 2013, Peranan Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan Mangrove Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.), FPIK Universitas Padjadjaran, Bandung. J. Akuatika Vol 4 No.1, Hal 1-9
10.  Nuria MC, Faizatun A dan Sumantri, 2009, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Jarak Pagar (Jatropa curcas L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATC 25923, Escherichia coli ATCC 25922 dan Salmonella typhi ATCC 1408, Staf Pengajar Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang dan Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta. J.  Ilmu–ilmu Pertanian Vol 5 No 2, Hal 26 – 37
11.  Nurnawati E, Sembiring L, 2003, Isolasi dan Karakterisasi Jamur Pendegradasi Katekin dari Seresah Pinus, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sriwijaya, Palembang. J. Biota Vol 8 (3), Hal 119-130
12.  Siregar E, 2005, Pemuliaan Pinus Merkusii, Fakultas Pertanian USU, Medan
13.  Voigt, R, 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, edisi V, Diterjemahkan oleh Dr. Soendani Noerono Soewandhi, Apt, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
14.  Wasiatmadja, S. M, 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Universitas Indonesia,Jakarta

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon