Apotekers.com Bagi sebagian tenaga kefarmasian ataupun Apoteker terkadang ingin membuka usaha untuk bisa melanjutkan kehidupan. Salah satu usaha yang biasa diinginkan adalah mendirikan sebuah PBF. Tentunya tidak hanya Apoteker yang ingin mendirikan ini banyak pelaku usaha lain menginginkan mendirikan usaha ini. Untuk itu pada kesempatan ini akan dibahas mengenai tata cara perizinan dalam mendirikan PBF.
Featured
Home
Posts filed under Ilmu Farmasi
Showing posts with label Ilmu Farmasi. Show all posts
Showing posts with label Ilmu Farmasi. Show all posts
Sunday, November 20, 2016
Persyaratan Dalam Mendirikan PBF
Apotekers.com Bagi sebagian tenaga kefarmasian ataupun Apoteker terkadang ingin membuka usaha untuk bisa melanjutkan kehidupan. Salah satu usaha yang biasa diinginkan adalah mendirikan sebuah PBF. Tentunya tidak hanya Apoteker yang ingin mendirikan ini banyak pelaku usaha lain menginginkan mendirikan usaha ini. Untuk itu pada kesempatan ini akan dibahas mengenai tata cara perizinan dalam mendirikan PBF.
Saturday, November 19, 2016
Apa Itu PBF dan Apa Fungsi Dari PBF Berdasarkan Undang-Undang
Apotekers.com Mungkin bagi sebagian orang masih terlalu awam dengan PBF atau Pedagang Besar Farmasi, dan masih belum mengetahui apa saja fungsi dari PBF tersebut. Teringat pada waktu perkuliahan di farmasi, diawal-awal perkuliahan saya juga sebagian besar teman-teman sejawat masih bingung dengan PBF tersebut, tapi wajar sih karena hampir sebagian besar mahasiswa farmasi berasal dari Sekolah Menengah Atas, jadi terlalu awam mengenai pekerjaan yang berkaitan dengan kefarmasian, mungkin bagi yang berasal dari Sekolah Menengah Farmasi sangat tau hal-hal tersebut. Pada kesempatan ini akan membahas tentang pengertian PBF dan fungsinya menurut UU.
Apa Itu PBF,??
Penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi ( PBF) adalah dalam bidang pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran sediaan farmasi. Menurut PerMenKes RI No. 1148/Menkes/Per/VI/2011, Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dimana pedagang besar farmasi berfungsi untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat/bahan obat dalam jumlah besar sesuai peraturan perundang-undangan.Berdasarkan undang-undang No. 34 tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan No. 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, menyatakan bahwa setiap PBF dan PBF cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat dan apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peratutan perundang-undangan. Untuk itu, seorang apoteker dituntut untuk meningkatkan kemampuan dan kecakapannya dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dilingkungan pedagang besar farmasi yang meliputi bidang pengadaan, penyimpanan, distribusi, atau penyaluran sediaan farmasi.
Fungsi PBF
fungsi PBF terdiri dari :
1. Tempat menyediakan dan menyimpan sediaan farmasi yang meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
2. Sebagai sarana yang mendistribusikan sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat berizin.
3. Sebagai sarana untuk mendistribusikan sediaan farmasi di wilayah sesuai surat pengakuannya/surat izin edar.
4. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
Kewajiban PBF
1. PBF dan PBF cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat/bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.
2. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan sesama PBF.
3. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi, sesama PBF dan atau melalui importasi.
4. PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan atau bahan obat dari PBF pusat.
5. Setiap PBF dan PBF cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat, bahan obat.
6. PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat/bahan obat di wilayah Provinsi sesuai surat pengakuannya.
7. PBF dan PBF cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat atau bahan obat sesuai dengan CDOB.
8. Setiap PBF dan PBF cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB yang dapat dilakukan secara elektronik dan akan diperiksa sewaktu-waktu.
9. Setiap PBF dan PBF cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. PBF dan PBF cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab.
11. Setiap PBF dan PBF cabang wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat/bahan obat kepada Dirjen dengan tembusan Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Dan untuk PBF penyalur narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika.
Kewajiban Apoteker di PBF
Menurut petunjuk pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) tahun 2015, kewajiban apoteker hendaklah :
1. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan menejemen mutu.
2. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.
3. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi.
4. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat dan/atau bahan obat.
5. Memastikan bahwa keluhan pelanggan dapat ditangani dengan efektif.
6. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan.
7. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual.
8. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau bahan obat.
9. Memastikan inspeksi diri dilakuakn secara berkala sesuai program dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.
10. Mendelegasikan tugasnya kepada apoteker atau tenaga teknis kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi yang berwenang ketika sedang tidak berada ditempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan pendelegasian yang dilakukan.
11. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau diduga palsu.
12. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.
Larangan Bagi PBF
Berdasarkan PerMenKes RI No. 1148/Menkes/Per/VI/2011, larangan bagi BPF terdiri dari :
1. PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran.
2. Setiap PBF dan PBF cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep dokter.
3. PBF dan PBF Cabang dilarang menyalurkan obat keras ke toko obat.
4. PBF atau PBF cabang dilarang melakukan pengubahan kemasan bahan obat atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya.
5. PBF dan PBF cabang dilarang menyimpan dan mengeluarkan obat golongan narkotoka/psikotropika tanpa izin apoteker penanggung jawab.
Sumber : PerMenKes RI No. 1148/ MENKES/PER/VI/2011
Friday, November 18, 2016
Daftar Obat Wajib Apotek
Obat Wajib Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, menerangkan bahwa obat wajib apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien tanpa resep dokter. Peraturan mengenai obat wajib apotek dibuat untuk:Mengenal Lebih Jauh Tentang Apotek Dan Fungsi Apotek
Apotekers.com Dalam suatu pelayanan kesehatan pada umumnya selalu menggunakan obat sebagai terapi dalam proses menjaga kesehatan maupun menyembuhkan suatu penyakit. Dan salah satu cara untuk mendapatkan obat adalah pergi kesalah satu pelayanan kefarmasian diantaranya yaitu apotek. Lalu apa sih apotek tersebut,? Pada artikel ini akan membahas lebih dalam apa itu apotek menurut perundang-undangan dan apa saja fungsi dari apotek serta siapa yang bertanggung jawab terhadap apotek.
Sunday, November 13, 2016
Hal Penting Yang Harus Diketahui Oleh Tenaga Kesehatan Tentang Lansia
Apotekers.com Seiring dengan keberhasilan pembangunan, khususnya bidang kesehatan maka umur populasi penduduk Indonesia semakin banyak yang berumur panjang. Namun disisi lain umur panjang semakin menurunkan fungsi organ tubuh hingga menyebabkan semakin mudah mengalami atau menderita suatu penyakit. Bantuan pengobatan semakin dibutuhkan, umumnya obat merupakan pilihan utama dalam mengelola penyakit kesehatan pada lansia. Banyak lansia yang harus memakai kombinasi obat-obatan.
Ilmu-ilmu tentang penuaan (geriatri) atau penyakit pada lansia (gerantologi) telah memberikan informasi tentang perlunya perlakuan khusus terhadap pemberian obat pada lansia. Apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian lainya diharapkan mampu memahami masalah dan kebutuhan mereka dalam mengatasi suatu penyakit.
Proses penuaan umumnya dimulai pada usia 40 tahuan yakni dengan adanya penurunan kondisi sel tubuh yang akan mempengaruhi organ, termasuk kemampuan sistem keseimbangan tubuh dalam menghadapi penyakit atau tekanan seperti kelelahan. Sebagai contoh, flu pada lansia dapat lebih berbahaya dari pada orang berusia muda.
Dibawah ini merupakan pengguraian beberapa pengaruh penuaan pada tubuh
1. Kulit menjadi lebih tipis , kering, berkurangnya kadar lemak, berkerut, kurangnya fungsi melindungi bahkan kurangnya aliran darah ke kulit.2. Sitem pembuluh darah menurun seperti kurangnya aliran darah yang dipompa jantung, kurangnya elastisitas pembuluh darah dan menumpuknya zat-zat lemak pada bagian dalam arteri yang menyebabkan hipertensi.
3. Sitem pernafasan mengalami gangguan, misalnya
- menempelnya kolagen di paru-paru yang menyebabkan kurangnya kemampuan untuk mengembang.
- berkurangnya aliran darah ke paru-paru, menyebabkan pernafasan jadi kurang efesien dan oksigen yang dialirkan ke seluruh tubuh menjadi berkurang.
Hal ini menyebabkan frekuensi bernafas lebih cepat dari normal
4. Sitem saraf mengalami penurunan daya ingat dan kemampuan mengambil keputusan karena sel otak yang mati atau berkurangnya aliran darah ke otak. Bingun dan perubahan personalitas dapat terjadi kekurangan oksigen yang dibawa darah ke otak.
5. Sitem sensor/ indera umumnya kurang kuat dan kurang jelas, mata kadang-kadang tidak tahan cahaya matahari, telinga kurang mendengar dan indera perasa dan pembau juga berkurang fungsinya.
6. Penurunan sistem penceranaan yang biasanya mengalami penurunan gerakan, sekresi asam lambung yang akan menyebabkan makanan sukar diterima, sukar mengunyah karena gigi banyak yang sudah copot.
7. Sistem pembuangan air seni yang menurun, menyebabkan terjadinya penumpukan sampah-sampah hasil metabolisme, yang seharusnya dibuang hal ini akan mengganggu fungsi filtrasi dari ginjal.
8. Sitem hormon juga akan mengalami gangguan sekresi, sehingga metabolisme sel tubuh tidak dapat diatur dengan baik. Misalnya banyak lansia yang mengalami diabetes.
9. Sistem reproduksi mengalami pengurangan hormon seks, yang menyebabkan perubahan fisik, misalnya wanita diatas 48 tahun tidak mengalami menstruasi. Namun dalam hal kebahagian dalam aktivitas seksual lansia tidak begitu terganggu karena tidak hanya hormon seks tapi juga karena pengaruh sikap dan emosi.
10. Tentunya sistem otot juga mengalami penurunan kekuatan dan kelenturannya, disamping itu juga mengalami peningkatan jumlah lemak yang menggantikan otot. Tulang menjadi lebih ringan dan porositas tinggi, sehingga mudah patah dan lama sembuh.
Karena pengaruh hal-hal diatas maka dari itu jika lansia menggunakan obat umumnya akan terjadi perlambatan absorbsi, distribusi, metabolisme maupun ekresi dari obat itu sendiri. Oleh sebab itu perlu perhatian khusus untuk hal-hal diatas, dengan pengertian apoteker maupun tenaga kesehatan lain penting sekali memahami keadaan lansia dengan segala permasalahannya disatu sisi dan interaksi, efek samping kontra indikasi dan lain-lain dari obat yang diberikan.
Baca juga : Cara Pemberian Obat Pada Lansia
Sumber : Informasi Spesialite Obat
Saturday, November 12, 2016
Evaluasi Basis Emulgel dan Dan Sedian Emulgel Dari Bahan Aktif Ekstrak Etanol
Apotekers.com Dalam pembuatan sedian farmasi pastilah sedian itu melalui tahapan pengujian terlebih dahulu untuk menjaga kualitas sedian. Hal ini bertujuan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang dapat merugikan dari sebuah sedian, diantara hal-hal yang mungkin timbul ketika suatu sedian tidak melewati pengujian fisik adalah mutu dan kualitas yang tidak baik, semua itu akan menjadikan sedian tidak bekerja dengan baik dan tidak memberikan terapi yang baik juga pastinya. Pada artikel ini akan membahas tentang bagaimana evaluasi dari basis emulgel maupun sedian emulgel itu sendiri.
Thursday, November 10, 2016
Fungsi Sistem Saraf Otonom Bagi Tubuh
Apotekers.com Saraf parasimpatik dan saraf simpatik merupakan bagian dari sistem saraf otonom. Sitem saraf otonom mengatur fungsi tubuh baik organ maupun jaringan bekerja tanpa dikehendaki, tanpa disadari. Pada artikel ini akan membahas bagaimana fungsi dari sitem saraf parasimpatik dan sistem saraf simpatik bagi fsiologi tubuh manusia.
Sistem Saraf Parasimpatik
Sistem saraf ini menghasilkan neurotransmiter asetilkolin yang besar peranannya dalam melakukan aktivitas fsiologi, diantaranya :
- Mengatur Aktivitas Otot-Otot Polos
- Mengatur Aktivitas Otot Rangka
- Meningkatkan Aktivitas Otak
- Meransang Sekresi Air Liur dan Air Mata
- Membantu Proses Pencernaan
- Mengontrol Denyut Nadi Jantung
Asetilkolin melakukan fungsi antagonis fungsional dengan norepinefrin di jantung sehingga mengontrol denyut nadi jantung berada dalam keadaan normal
- Membantu Proses Metabolisme
Asetilkolin mengontrol pengeluaran insulin dari sel beta pankrean, sehingga berperan dalam membantu proses metabolisme karbohidrat dan juga membantu proses metabolisme lemak dan protein dalam tubuh, yang akan mengubahnya menjadi energi.
- Berperan dalam sistem reproduksi
Asetilkolin meranngsang sel saraf kelamin ( nervus pundendus ), terjadi vasodilatasi arteri pembuluh darah, cavum cavernosum akan terisi darah, pembuluh darah vena akan tertutup, akan menimbulkan turgor, dan akhirnya terjadi ereksi, baik pada laki-laki maupun wanita.
- Meransang Mukus
Meransang mukus atau zat pelincir pada vagina agar terhindar dari kerusakan benda-benda tumpul
- Membantu Proses Glikogenesis
Dihati asetilkolin berperan dalam membantu proses glikogenesis, membantu enzim Uridine Diphospho Glucose (UDPG) membentuk glikogen untuk disimpan dihati.
Sistem Saraf Simpatik
Sistem saraf ini menghasilkan norepinefrin yang berperan penting dalam mengatur aktivitas fsiologis tubuh manusia, diantaranya :
- Merelaksasi Otot Polos, bekerja antagonis fungsional dengan sistem saraf parasimpatik
- Merelaksasi Otot Rangka bekerja antagonis fungsional dengan sistem saraf parasimpatik
- Norepineprin Dengan Serotonin mengatur fungsi sitem saraf pusat dan juga menjaga perasaan mood yang baik pada manusia
- Norepenefrin bersar perannya dalam mengurangi sekresi air liur, agar liur yang dikeluarkan sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh
- Mengatur proses glikogenolisis hal ini berperan pada saat puasa maupun kelaparan, yaitu mengubah glikogen menjadi glukosa yang bisa digunakan sebagai sumber energi.
- Menghasilkan glukagon hal ini berguna untuk mengimbangi insulin pada saat kelaparan
- Berperan dalam sistem reproduksi menggantikan fungsi asetilkolin dari berereksi menjadi ejakulasi
- Memperkuat atau mengimbangi kontraksi jantung yang dapat mengimbangi asetilkolin pada reseptor jantung
- Mengimbangi kerja dari asetilkolin di usus yang meransang peristlatik usus sehingga dapat terhindar dari diare atau kontraksi lainya.
- Mengimbangi sekresi mukus pada vagina agar mukus yang diproduksi tidak berlebihan.
Sumber : Patofsiologi Farmakologi Farmakoterapi
Sunday, November 6, 2016
Thursday, November 3, 2016
Dinamika Obat Dalam Tubuh Sampai Menimbulkan Efek
Dinamika Obat Dalam Tubuh
Obat yang telah mengalami biotransformasi di hati akan didistribusikan keseluruh tubuh dan senyawa dengan struktur kimia yang cocok dengan resptornya akan mengalami afinitas membentuk ikatan komplek antara obat dengan reseptor. Obat yang telah berikatan dengan reseptornya akan menimbulkan efek, disebut dengan aktivitas intrinsik. Aktivitas intrinsik maksudnya efek obat pada sel efektor, dan sel efektor sendiri adalah reseptor-reseptor yang ada pada permukaan sel target yang terdiri dari sejenis protein.
Efektifvitas suatu senyawa obat mempunyai batas maksimum, tergantung jumlah senyawa obat yang menduduki reseptor. Disamping kapasitas obat dengan reseptornya, efek obat juga dipengaruhi oleh asosiasi dan disosiasi. Asosiasi adalah kemampuan obat untuk bergabung dengan reseptor, sementara disosiasi adalah penguraian obat setelah berikatan dengan reseptor. Ada sebagian obat yang berikatan dengan reseptornya secara reversibel dan ada yang secara ireversibel. Maksudnya reversibel adalah obat setelah berikatan dengan reseptor akan diuraikan kembali, tergantung derajat diisosiasi, sedangkan gaya ireversibel adalah obat tersebut berikatan sangat kuat dengan reseptornya yang akan memperlama waktu penguraian obat tersebut. Dan tentunya gaya afinitas suatu obat dengan reseptornya tergantung kepada jenis gaya yang dipunyai oleh senyawa tersebut.
Sehingga bisa ditarik kesimpulan jika asosiasinya cepat dan disosiasinya lambat, maka mulai bekerja obat cepat, tetapi kerja obat dalam tubuh akan lebih lama, dan begitu juga jika asosiasinya lambat dan disosiasinya cepat, mulai kerja obat lambat, tetapi kerja obat dalam tubuh akan lebih cepat.
Reseptor mempunyai kapasiatas yang terbatas dalam menerima senyawa obat, sehingga efek yang ditimbulkan juga akan terbatas, yang disebut dengan efek minimal. Efek obat akan menjadi maksimal apabila semua resptor telah diduduki oleh senyawa obat, artinya obat tersebut tidak akan bertambah efeknya dalam tubuh walawpun konsentrasinya ditingkatkan. Setelah obat tadi beraktivitas dalam tubuh, maka obat akan mengalami proses eliminasi, yaitu obat dikeluarkan dari tubuh dapat bersama urine melalui ginjal, sperma, air susu ibu dan keringat. Dalam bidang ilmu farmasi cariran yang dikeluarkan melalui ginjal dapat digunakan sebagai indikator dalam mendukung diagnosa penyakit seperti kreatinin, ureum, asam urat, glukosa dalam urin, dan juga elektrolit seperti K, Na, Ca maupun senyawa lainya.
Sumber : Patofsiologi, Farmakologi, Farmakoterapi
Tuesday, November 1, 2016
Pembagian Kelarutan Berdasarkan Farmakope Indonesia
Pembagian Kelarutan Berdasarkan Farmakope Indonesia
Pernyataan kelarutan yang tidak disertai angka adalah kelarutan dalam suhu kamar. Kecuali dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukan sedikit kotoran mekanik seperti bagian kertas saring, serat dan butiran debu.
Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1 ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut. Jika kelarutan zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutanya dapat ditunjukan dengan istilah berikut.
Istilah Kelarutan Jumlah Pelarut Yang Diperlukan Untuk Melarutkan Zat
- sangat mudah larut Kurang dari 1
- mudah larut 1 sampai 10
- larut 10 sampai 30
- agak sukar larut 30 sampai 100
- sukar laurt 100 sampai 1.000
- sangat sukar larut 1.000 sampai 10.000
- praktis tidak larut Lebih dari 10.000
Sumber : Farmakope Indonesia
Saturday, October 29, 2016
Peranan Apoteker Sebagai Pengendali Resistensi Antibiotik
Apotekers.com Banyaknya kasus resistensi antibiotik sebanarnya tak terlepas dari kesalahan dalam pemakaian antibiotik itu sendiri, baik itu dari dosis yang digunakan, maupun kepatuhan dalam penggunaanya. Alangkah baiknya antibiotik digunakan se rasional mungkin melalui kepatuhan dalam penggunaannya. Sebagai seorang farmasi ataupun apoteker memegang peranan penting dalam pengendali resistensi antibiotik, pada artikel ini akan dibahas tentang penyebab terjadinya resistensi sampai dengan peranan apa saja yang harus dilakukan apoteker sebagai pengendali resistensi antibiotik.
Penyebab Resistensi Antibiotik
- Penggunaan AB yang tidak rasional ( peresepan AB tidak sesuai dengan indikasi )
- Mudahnya akses terhadap AB
- Ketidakpatuhan penggunaan AB
- Pengobatan sendiri yang tidak tepat
- Kebersihan dan sanitasi yang tidak baik dari fasilitas pelayanan kesehatan
- Penggunaan AB di sektor peternakan sebagai growth promotor yang melebihi batas yang diperoleh.
Seterusnya bagaimana dampak yang ditimbulkan resistensi AB, berikut penjelasanya.
Dampak Resistensi Antibiotik
- Gagal terapi standar ancaman bagi pasien karena pandemik resistensi AB memperpanjang lama rawat sehingga biaya semakin tinggi. Perpanjangan masa sakit dikomunitas, serta penularan mikroba resisten dikomunitas semakin banyak.
- Meningkatnya resiko kematian
- Dibutuhkan terapi dengan AB lini 2 yang lebih toksik ( dan sering kurang manjur)
Dengan banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh resistensi antibiotik membuat pemrintah mengeluarkan Permenkes RI No 8 tahun 2015 tentang pembentukan Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba yang selanjutnya disingkat KPRA, dalam rangka mengendalikan penggunaan antimikroba secara luas baik difasilitas pelayanan kesehatan dan dimasyarakat.
Progam Pengendalian Resistensi Antibiotika (PPRA) Permenkes RI no 8 Tahun 2015
PPRA dilakukan di RS dengan ditunjukan 20 RS pendidikan sebagai pilot project
Tugas PPRA :
1. Menerapkan kebijakan tentang pengendalian resistensi AB dan penggunaan AB
2. Menetapkan, memonitor dan evaluasi penggunaan AB
3. Menyelenggaraan forum diskusi/ kajian pengololahan penderita penyakit infeksi
4. Menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman,dan
5. Kesadaran tentang pengendalian resisten AB terkait dengan pengunaan secara rasional
Tugas PPRA :
1. Menerapkan kebijakan tentang pengendalian resistensi AB dan penggunaan AB
2. Menetapkan, memonitor dan evaluasi penggunaan AB
3. Menyelenggaraan forum diskusi/ kajian pengololahan penderita penyakit infeksi
4. Menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman,dan
5. Kesadaran tentang pengendalian resisten AB terkait dengan pengunaan secara rasional
Peran Apoteker Sebagai Anggota Tim Pengendalian Resistensi Antibiotik
Hal ini memerlukan kolaborasi berbagai profesi kesehatan, antara lain dokter, ahli mikrobiologi, perawat dan apoteker.- Upaya mendorong penggunaan antibiotik secara bijak ( penggunaan antibiotik propilaksis, empirik maupun definitif. Terlibat aktif dalam komite farmasi dan terapi )
- Menurunkan transmisi infeksi melalui keterlibatan aktif dalam Komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi.
- Memberikan edukasi kepada tenaga kesehatan, pasien, dan masyarakat tentang penyakit infeksi dan penggunaan antibiotik yang bijak.
Sumber : Seminar Nasional Darurat Antibiotik (UNAND)
Thursday, October 27, 2016
Wednesday, October 26, 2016
Monday, October 24, 2016
Larangan Yang Tidak Boleh Dilakukan Oleh Pedagan Besar Farmasi
Apotekers.com Pedagang Besar Farmasi adalah salah satu fasilitas distribusi sediaan farmasi, PBF merupakan suatu usaha berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai perundang-undangan yang berlaku.
PBF bisa saja membuka cabang yang disebut PBF cabang di beberapa tempat asalkan PBF cabang tersebut mendapat izin kepala dinas kesehatan provinsi setempat dimana PBF cabang tersebut berada dan PBF cabang juga hanya bisa menyalurkan sediaan farmasi dalam batas wilayah provinsi itu saja.
Namun diantara wewenang PBF yang cukup banyak, ada larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh PBF, diantranya :
- Tentunya PBF dilarang menjual obat-obatan secara eceran.
- PBF dilarang menyimpan dan mengeluarkan obat-obat golongan narkotika tanpa izin khusus
- Selain itu PBF juga dilarang melayani resep dokter
- PBF dilarang membungkus/ mengemas kembali, merubah bungkus asli dari pabrik, kecuali PBF memiliki labrotarorium dan izin tersendiri dari pihak yang memberi izin.
- PBF hanya boleh menyalurkan obat keras kepada Apotek, PBF lainya dan instansi yang diizinkan oleh menteri kesehatan. Tentunya obat keras tidak boleh disalurkan ke toko obat dan tempat-tempat lain yang tidak memiliki izin.
Saturday, October 22, 2016
Thursday, October 20, 2016
Wednesday, October 19, 2016
Monday, October 10, 2016
Saturday, October 8, 2016
Subscribe to:
Posts (Atom)